ೃ༄⸙͎ sembilan

1.7K 303 53
                                    

pada akhirnya aku harus merelakan karena keharusan, bukan keinginan.

✧ ೃ༄*ੈ✩











Tapak tilas menderu.

Bersama ambu petrikor yang kini melabuh menaut tanya. Penuhi saban relung senandika, tatkala harsa kian hirap dari raga. Tak bersisa. Barang secuil untuk pegangan ia merajut asa. Sebab tuhan ternyata tak sebaik yang dikira. Meminta adorasi tidak sama rata. Selepas lokawigna merebut mahkota milik sang puan tercinta.

Pedar.

Amarah.

Mala.

Menyeruak semua lewat hunusan belati perak.

Sesal.

Diratap.

Ditangisi.

Agaknya kini percuma, sebab terpaku pada masa lalu bagai menggergaji serbuk kayu.

Manik langit menatap kosong dari balik kain. Terdayuh di tengah sapa dersik. Tatkala akal sukar pungkiri benci, dari sosok adam yang tak henti hunuskan belati. Menari. Menggila hentak kan kaki.

Belati pada jemari kini mengoyak sendi.

Terjatuh.

Gojo Satoru gila tidak meringis.

Ikhlas akan hujan yang hanyutkan darah pada saban rinai. Sebab ia tak mampu. Sebab ia tak kuasa. Menatap balik, apalagi melawan insan muda yang tengah memekik di sela rintik. Tertawa puas. Mendapati pemilik manik langit bersimpuh tanpa ekspresi.

"Segini saja? Sensei?"

Sekat hitam tergeletak kini di atas belukar. Ulah sang adam bersurai perak, yang menyadari kewajiban ia menghentikan semua kegilaan. Lantas mencuri labuhan pandang netra samudera. Meredam tawa. Memicu pula untai kata tanya, yang mulai penuhi relung senandika. Mengapa baru sekarang si bajingan ini memberi perlawanan?

"Ayo hentikan ini, Megumi."

Netra laut terkesiap. Ternyata tawaran malah berujung menyulut pitam.

"Hentikan!!? HENTIKAN APA??"

Jemari kuatkan taut belati. Mengayun. Lantas kurang dari setengah kedipan mata melabuh anggun pada leher. Tepat di atas nadi. Menekan. Namun tak kunjung mengundang rengekan dari insan di hadapan.

"Itu pasti ucapan [Name] di malam itu kan? Tapi lihatlah! Kau tuli! Kau buta! Nafsumu menggila dan berujung kau rebut bahagianya."

Rimbun daun berdesir manis menyapa kata. Menyenangkan. Bersama ambu petrikor yang menyeruak ikuti alunan. Pula memecah lamunan, tatkala raga menyadari akhir dari semua cerita. Rajut suka duka kisah. Yang memaksa insan membilang detik-detik hampa.

"Kau jahat. Atau mungkin aku yang jahat. Lalu apa dengan kau menikahinya, semua masalah selesai? TIDAK!!"

Jemari membanting belati pada semak belukar. Bertindak menerjang. Menarik paksa kerah baju adam yang meringsut tanpa balasan.

"ADA LUKA YANG KAU TOREHKAN DI HATINYA, DAN TAK BISA KAU TAMBAL BAHKAN DENGAN KEBAHAGIAN RUMAH TANGGA!! INI BUKAN SUATU PERKARA DIMANA MENIKAH BERARTI MEMPERBAIKI TRAUMA!!!"

Netra langit membelalak, menengadah. Tak berkutik meski Fushiguro tak henti menggoncang tubuhnya.

"Apakah kau pikir dosa bisa ditebus dengan hal murahan seperti itu? Katakan padaku, sensei. Mengapa?"

Embun pilu meluap dari samudera. Lirih berkata.

"Mengapa harus gadisku yang kau rusak?"

Ini terlalu sulit diuraikan. Memaksa lensa langit terpaku senyap di bawah sayup rinai hujan. Sembari menatap sendu, tubuh yang direngkuh buah langit kelabu. Mengaburkan pandang. Tatkala tangis pilu terus menetes dari kedua hulu. Mengoyak lagi sisa rasa. Kendati ganas sapuan ombak mengikis penuh suara tangisnya.

Gojo Satoru lambat menyadari.

Pertikaian ternyata telah membawa diri menepi pada dermaga tua. Memicu pula aroma asin dari saban semerbak anila, temani lara yang tak henti membasuh luka.

Fushiguro lekas beranjak. Tak ingin lebih lama mencekik Gojo dengan jemarinya. Sebab ia tersadar, puan tercinta tak mungkin sudi menjalin (lagi) asmara dengan seorang pembunuh. Namun siapa sangka, tapak malah tanpa sengaja menilas lumut bebatuan, licin, kalap menggapai pembatas dermaga, sayang percuma.

Terus menabrak lepas.

Lantas daksa terjun bebas.

Mengundang pekikan, dari netra langit yang mendapati kejadian.

.

.

.

"MEGUMI!!"

✧ ೃ༄*ੈ✩

24 Agustus 2021
©agathis_

Alexithy ✿ Gojo Satoru Where stories live. Discover now