ೃ༄⸙͎ last chapter

508 44 0
                                    

kita adalah sepasang rasa yang tidak direstui semesta

✧ ೃ༄*ੈ✩

















Kelereng lazuardi takzim menengadah. Terpaku pandang pula membeku daksa. Bergeming. Di antara nyanyian burung pipit yang mempercantik guratan karya seni sang penguasa langit. Lantas diri putuskan menilik khidmat titian anak mentari, yang lenyap seiring waktu. Menggelincir di kaki cakrawala yang mengarah ke samudera biru.

Angan kini dengan sibuk memutar kembali kenang, akan sebuah pertemuan yang mengajarkan Gojo Satoru suatu hal.

Tentang.

Abhati yang mengukir semesta berwatak perusak euforia. Senang bercanda. Pada saban jiwa yang hidup dalam raga. Membuat dunia kita saling bersinggungan. Memaksa kita rangkupkan kolerasi abstrak yang tak kunjung bertemu tepian. Semesta, seolah menyuruh tiap insan menikmati gurat skenario nya, lantas di labuhkan dalam lara.

Pada akhirnya, pertemuan hanya mencipta sepasang luka yang akan saling melupa.

Benar bukan?

Ah, banyak berpikir membuat senja sepenuhnya matang tanpa disangka.

Menjejak siluet keunguan di sela-sela awan. Memangku teduh atensi, atas kabut jingga yang kian menggantung, membentang luas di atas kanvas jingga yang menggiring kepulangan pipit pada sarang. Yang membawa angan, berlabuh jauh tanpa tepian. Terpatri kini jutaan tanya atas perasaan, sebenarnya siapakah yang salah.

Aku atau Kita?

Bagai langit dan bumi yang tak di takdirkan bertemu. Rasa cinta ini, entah mengapa begitu semu. Mereka tak bermuara pada rindu yang sama. Melabuh sendiri pada jalannya. Karena semesta hanya bercanda, lantas untuk apa mereka jatuh cinta? Entahlah. Bisa jadi semesta hanya ingin menghibur lara yang terluka. Tapi bukannya sembuh, malah makin kambuh.

"Kau sudah siap, Sensei?"

Gojo lekas menoleh. Mendapati Itadori yang berdiri di sana membuat hatinya berdenyut nyeri. Ia hanya merasa, ada sesuatu yang hilang.

Itadori tak lagi tersenyum riang.

"Aku sudah siap. Bagaimana dengan [Name]?"

"Kau lihat saja sendiri."

Gojo tersenyum kecut. Ingin berterima kasih seketika urung, sebab insan bersurai jambu itu lekas melenggang pergi. Menghilang punggungnya di balik daun pintu. Lagi lagi, meninggalkan Gojo dengan rasa sesal yang kian menjadi. Namun ia tak sepantasnya larut semakin dalam. Sebab yang bisa ia lakukan adalah menyelesaikan semua ini. Maka Gojo pun ikut melangkah pergi.

Hari ini, Gojo Satoru akan menikahi [Name].

Ia memikul tanggung jawab atas itu.

Tapak tilas kini kian menggema pada lorong. Disusul isak tangis yang samar namun menyayat pada saban indera yang menangkap. Gojo lagi dan lagi bergetar. Ia meringkuk, memeluk lutut di pinggir daun pintu. Ia tau. Di dalam sana, [Name] pasti sedang berusaha meredam segala lara. Gadis itu sangat hebat. Gojo lah yang bejat. Jahat. Sebab [Name] tak melakukan apapun hingga harus mendapat kehidupan sesulit ini.

Semua ini salah Gojo.

Fushiguro meninggal juga salah Gojo.

"Apa yang kau lakukan di sini, Sensei?"

Gojo menengadah. Mendapati Nobara menatapnya dengan lembut, membuat air matanya tumpah.

"Sensei? Apa kau baik-baik saja?!" Nobara kepalang panik. Dia merasa tidak melakukan apa-apa.

Itadori hanya memandang nya dari jauh. Tak berani mendekat. Terus bergulat dengan air mata yang memberontak dari hulu matanya. Itadori tak sebaik Nobara, yang mampu dengan lapang memaafkan semua yang terjadi. Sebab semua ini, entah sejak kapan terasa sangat menyakitkan.

Itadori masih tidak ikhlas.

Bahkan ia masih mengingat jelas, betapa murkanya ia kala mendengar kabar Fushiguro yang meninggal selepas melompat jatuh ke laut. Itadori kesetanan mencari Gojo Satoru, lantas tanpa aba-aba langsung dihantamnya tulang hidung Gojo dengan kepalan tangan.

"Bangunlah, Sensei. Kau tidak boleh terpuruk seperti ini."

"Biarkanlah ia, Nobara. Biarkanlah ia menua di sana."

"Itadori!" Nobara menatap nyalang Itadori yang terpaku pada porosnya. "Jaga ucapanmu! Bagaimana pun juga dia ini guru mu."

"Mana ada guru yang melakukan hal sebiadab itu?! Setan saja geleng-geleng melihat kelakuannya." Itadori tersenyum sinis.

"Nobara benar. Jaga ucapanmu, Itadori."

[Name] tertatih keluar dari ruangan. Menghentikan semua keributan yang tidak bisa ia abaikan. "Bagaimana bisa kamu bertindak sekurang ajar itu." sambungnya selagi memapah gaun putihnya.

"[Name]! Sadarlah! Yang kurang ajar itu dia!" Telunjuk Itadori mengarah kepada insan yang masih meringkuk di samping pintu. "Kau lupa?! Semua yang dia lakukan, sejauh ini hadirnya hanya menyakiti dirimu, [Name]. Menyakiti kita. Aku yakin Fushiguro juga-"

"CUKUP ITADORI!" [Name] memekik, menyela kata. Lantas menatap sendu Itadori yang direngkuh lembayung jingga pada saban mega keunguan. Teduh memaku pandang. Alap menghias agah nayanika. Sebab pemilik abhati dengan senang hati guratkan sandyakala penguntai lara. Mengaburkan netra. Bersama daksa yang ingin bersimpuh tangis menahan siksa.

"Cukup." [Name] berujar pilu. "Dia calon suamiku."

"[Name]!"

"Itadori sudah hentikan! Kamu hanya akan semakin merusak segalanya!" Nobara akhirnya angkat suara, sudah tak tahan akan semua keributan di hadapan. Teriakan mereka juga tanpa sadar mengundang perhatian. Dari ujung lorong, bisa mereka dapati hadirnya segerombol orang yang menyadari pertengkaran ini.

"Nobara! Ada apa?"

Maki Zenin, gadis berambut hijau lumut itu membuka percakapan.

"Okaka."

"Kalian sedang bertengkar ya? Gojo Sensei, apa kau baik-baik saja?" Panda lekas mendekat ke arah insan yang begitu mencuri atensinya. Insan yang terus tertunduk. Meringsut tanpa balasan. Keributan saja bahkan tidak mengusiknya, apalagi pertanyaan Panda.

Rimbun daun berdesir nyaman menyapu indera. Meringsek dalam percakapan. Yang terasa lenggang meski beberapa insan tengah berhadap sapa dengan pandang.

Sebelum akhirnya untuk pertama kali Gojo Satoru membuka suara. Lirih berkata.

"[Name], apa kau masih ingin menikah denganku?"

END

✧ ೃ༄*ੈ✩

2 Juli 2023

Alexithy ✿ Gojo Satoru Where stories live. Discover now