Interogasi Riyan

62 12 0
                                    

2

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

2.000 kata! Cukup kali buat kamu yang kangen sama Raina. 😬
Jangan lupa krisan via komen, empot, sama senyumannya, ya. 🤗😍

***

“Ya, Tuhan! Heh, kamu tahu kalo guci itu harganya mahal?!” bentak perempuan yang kini enggak bergelayut di tangan Bang Rendra lagi. “Baby, pecat karyawan kamu yang super ceroboh itu! Harga guci ini itu mahal banget. Gaji dia aja pasti nggak bakalan cukup buat beli gantinya.”

“Ma-maaf, saya enggak sengaja, Bang, Mbak.”

Aku memejamkan mata sebentar, lalu melirik Bang Rendra yang tengah mengusap wajah. Lalu, menatap mbak-mbak yang kata Kisya pacar Bang Rendra itu. Aku enggak berani menyimpulkan ekspresi keduanya. Perasaanku jauh lebih kacau. Ini semua efek Arkana enggak membalas pesanku. Fokusku jadi buyar.

“Halah! Alasan klasik. Maaf aja nggak cukup. Memangnya maaf kamu bisa bikin guci ini nyatu kembali? Nggak, kan?”

“Saya enggak sengaja, Mbak. Bang, tolong, jangan pecat saya.” Aku menunduk. Kedua mataku memanas. Duh, Raina, jangan nangis, dong. Pasti ada jalan keluar dari permasalahan ini.

“Eh, kamu pikir, ini toko milik nenek kamu? Keputusan ada di tangan kamu? Mikir! Nggak usah ngatur-ngatur. Sadar diri, dong! Barang yang kamu pecahin itu barang mahal. Oh, atau jangan-jangan kamu nggak tau pasaran harga guci mahkota ini, ya? Udah, deh, By, kamu pecat dia aja. Sekalian, gaji dia jangan dikasih.”

“Mbak, maaf. Sepemahaman saya, adik saya meminta maaf dan pertolongan dari Bang Rendra kalau dia jangan sampai dipecat karena baru saja memecahkan guci. Bukan mengatur atau mengaku-ngaku kalau dirinya punya kuasa.”

Kulirik Riyan yang berdiri enggak jauh dariku. Tatapannya berkilat tajam. Entah dia marah karena adiknya ini dimarahi habis-habisan oleh pacar Bang Rendra, atau marah karena aku mendapatkan masalah baru.

“Oh, dia adik kamu? Pantes aja, pagi-pagi kalian udah masuk ruangan calon suami saya. Sepaket banget suka bikin ulahnya.”

“Oh, satu lagi—”

“Cukup, Vi! Rain, kamu bereskan pecahan guci itu! Setelah itu, kamu ke ruangan saya.”

“Iya, Bang,” sahutku pelan.

“Yang bersih!” titah calon istri Bang Rendra.

“Vi, kamu bisa pulang sendiri, kan?”

“Nggak mau. Mau dianter kamu.”

“Aku banyak pekerjaan.”

Notifikasi Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang