iii. can you stop playing with my feelings?

53.7K 3.3K 134
                                    

Status: Edited

Bel tanda pulang sekolah akhirnya berdering juga, murid-murid yang sejak delapan jam yang lalu terkungkung di dalam gedung bercat putih ini akhirnya berhamburan keluar bagai menghirup udara segar. Kabar baiknya, hari ini hari Jumat. Hari dimana berakhirnya siksaan fisik, mental, dan batin berakhir.

Oke, yang terakhir itu terdengar agak terlalu berlebihan.

"Kay, Mai! Hari ini musik ngumpul nggak?" tanyaku pada kedua temanku yang sedang repot memasukkan barang-barang mereka ke dalam tas.

Setiap hari Jumat memang jadwalnya anak-anak musik ngumpul. Aku, Kayla, Maira, Rafa, dan Ben ikut ekskul musik. Kecintaanku terhadap musik adalah alasan kenapa aku ikut ekskul ini. Alasan lainnya adalah, banyak cogan. Jujur, aku dan Kayla sering banget fangirling sama anak-anak musik. Mulai dari yang seangkatan sampai kakak kelas. Like, who doesn't like cogan?

"Rin, Kay, Mai, gue duluan ya! Mau saman dulu," pamit Adira pada kami bertiga. "Salam buat Kak Adlan."

"Halaah katanya setia sama Ben, kok sekarang sama Adlan?" tanggapku.

"Tahu nih mending Ben buat gue," celetuk Zetta yang mengundang tatapan tajam dari Adira. "Hahaha canda Dir, mana mungkin gue demen sama bocah kayak Ben gitu."

"Serah lo deh ah Ta. Ya udah gue mau saman dulu, entar dimarahin sama kakaknya. Byeee Raisa pergi dulu!" kata Adira sambil memberikan kiss bye-nya.

"Ih Raisa juga ogah disamain sama lo!" kata Kayla sambil menjulurkan lidahnya pada Adira.

"Oh iya, Resta nge-LINE gue katanya hari ini musik, ya udah yuk cepetan entar telat." Maira langsung melangkahkan kakinya menuju ruang musik, diikuti oleh aku dan Kayla.

Ruang musik terletak di lantai satu, berseberangan dengan lab multimedia yang kini sedang penuh dengan anak-anak ekskul IT. Saat aku, Kayla, dan Maira masuk ke ruangan, ruang musik sudah ramai dan sangat berisik dengan anak-anak yang asyik sendiri dengan alat musiknya masing-masing, mayoritas mereka sedang memainkan gitar.

Aku juga sebetulnya lumayan bisa memainkan gitar, tapi Kak Tita, kakak kelasku menganjurkanku untuk jadi vokal. Mungkin karena permainan gitarku tidak begitu baik dibandingkan yang lainnya. Akhirnya aku pindah ke vokal bersama Kayla dan Maira.

"Tenang semua." Suara berat Kak Wildan terdengar ke seluruh penjuru ruang musik yang luas. Semua yang sedang sibuk sendiri langsung mengalihkan perhatiannya ke sang ketua ekskul musik. "Hari ini buat yang kelas 10, kita bakal ngetes kalian satu-satu."

"Maksudnya kak?" seorang cowok yang tak kukenal namun yang kutahu bernama Bima bertanya.

"Kita mau liat gimana bakat lo masing-masing. Sekarang mulai dari yang gitar dulu. Buat yang gitar bakal dinilai sama gue dan Gilang. Jadi, tunjukkan yang terbaik," tantangnya sambil menyilangkan tangannya di dada.

Kami langsung berpandangan satu sama lain karena ini begitu mendadak. Aku bahkan tidak tahu harus menyanyikan lagu apa nanti.

"Nggak usah panik," suara lembut Kak Tita terdengar. "Bawain aja lagu yang kira-kira menurut kalian, kalian tuh keren banget kalo bawain lagu itu. Genrenya bebas. Yang udah siap, silakan maju ke depan."

Seorang cowok kurus jangkung mengambil gitarnya dan duduk di kursi yang sudah disediakan di depan. Cewek-cewek langsung fangirling enggak jelas. Jelas, karena ini orang gantengnya pake banget. Apalagi alisnya. Ya Tuhan.

Namanya Devano Erlangga, anak kelas 10 IPA 1. Panggilannya Devan. Aku tahu dia, tapi dia nggak tahu aku. Sepertinya. Yang jelas aku dan dia itu bisa dibilang beda kasta. Dia populer, dan aku sebaliknya.

Dreaming Alone [Published]Where stories live. Discover now