Part 17

21.3K 1.1K 10
                                    

Bersama Lesti, aku mulai masuk menyusuri jalanan gang yang sempit juga sedikit gelap. Bau busuk berasal dari parit kecil yang warna airnya kehitaman menyengat penciuman ketika kami lewat.

Debaran dalam dadaku kian mengeras, saat menatap sebuah rumah bermodel sangat sederhana dengan cat putih yang mengelupas di sana-sini.

"Itu rumahnya, Les?" tanyaku sambil menoleh pada Lesti.

"Kalau kata google map mah iya, La," jawab Lesti tak kalah pelan.

"Ayo," kataku, melanjutkan langkah.

Walau perasaanku sedikit tak enak, tapi aku pantang pulang sebelum menang. Langkahku tak boleh surut, terlebih, kami sudah telanjur sampai di sini.

Kuhela napas dalam saat tiba tepat di depan rumah yang kami duga sebagai rumah Mirna. Sengaja aku menyuruh Lesti berdiri agak jauh, supaya ia bisa lari jika situasi jadi memburuk sewaktu-waktu.

"Permisi ...."

Seruku sambil mengetuk pintu kayu di hadapan. Sedetik hingga lima detik kuhitung, tak juga ada sahutan.

"Permisi ...!" seruku lagi.

Tak berapa lama, terdengar derap langkah dari arah dalam. Detik kemudian, pintu terbuka. Seraut wajah mengintip dari celah yang sedikit terbuka.

Aku dan wajah itu sama-sama menunjukkan ekspresi terkejut di wajah masing-masing. Betapa tidak, Mirna sendiri yang membuka pintu untukku.

Tangan gadis itu bergerak mendorong pintu, hendak menutupnya lagi. Tapi aku pun tak kalah sigap, segera kudorong balik pintunya. Kami pun terlibat adegan dorong-dorongan pintu.

"Pergi dari sini, anji*g lo!" geramnya sambil terus berusaha menutup pintu.

Mirna kemudian mencakar punggung tanganku hingga berdarah. Aku sempat terkejut, dan nyaris terpental ketika perempuan itu sekuat tenaga mendorongku.

Tapi aku tak mau kalah, sebelum pintu benar-benar tertutup, kutendang dengan kuat tulang kering Mirna hingga ia mengaduh kesakitan dan pegangan tangannya pada pintu pun terlepas.

"Suruh keluar orangtua lo sekarang juga!" seruku nyaring di hadapan Mirna yang tampak gemetaran.

"Mau apa lagi lo ke sini? Belom puas lo, udah bikin gue malu di sekolah?" balasnya dengan mimik wajah yang entah. Antara takut sekaligus marah.

"Gue udah bilang, hukuman lo bakal berakhir kalau lo udah dapet sanksi sosial dari seluruh lingkungan yang lo kenal. Sekolah, keluarga, tetangga__"

"Siapa yang datang, Mir? Kenapa ribut-ribut?"

Ucapanku terhenti saat melihat seoran lelaki paruh baya keluar dari arah dalam. Laki-laki itu berhenti tepat di antara sekat ruang tamu yang menghubungkan ke dalam. Memandangiku dan Mirna dengan tatapan heran.

"Bu-bukan siapa-siapa, Pak! Dia cuma salah alamat_"

"Bapak, bapaknya Mirna?" selaku memotong ucapan Mirna.

Laki-laki berkulit hitam dengan rambut sedikit gondrong itu mengangguk pelan, tapi dari tatapannya, aku tahu dia kebingungan.

"Ibu siapa?" tanyanya kemudian.

"Pak, Bapak masuk aja__"

"Saya Nirmala. Saya kemari ingin mengadukan kelakuan putri Bapak yang telah berzina dan berselingkuh dengan suami saya!" seruku memberi penekanan pada kata berzina dan berselingkuh yang kuucapkan barusan.

Kedua mata Mirna membelalak ngeri.

"Nggak, Pak. Dia bohong!" serunya parau. Dapat kulihat bagaimana kedua tungkainya gemetaran.

OLEH-OLEH PERJALANAN DINAS SUAMIKUWhere stories live. Discover now