02 Gara-Gara Naren

76 49 6
                                    

'Jauhi permasalahan, usahakan untuk selalu berada dalam ketenangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Jauhi permasalahan, usahakan untuk selalu berada dalam ketenangan. Mungkin itu adalah prinsip hidupku.'

***

Jena hanya mampu menampilkan wajah kesalnya dihadapan Naren.

"Semuanya gara-gara lo, gue harus pulang sambil bawa gitar. Pulang telat dan kena marah. Mau tidur, malah di suruh anterin gitar dulu."

Naren hanya mampu menautkan alisnya, dan membiarkan Jena berceloteh sesukanya.

Rumah mereka memang cukup berdekatan. Dan yang paling terpenting, Jena bebas melakukan apa saja dirumah Naren. Termasuk dengan mengganggu tidur Naren, lalu menghujaninya dengan beberapa omelan.

"Biasanya juga galak, kenapa marahnya nggak sama Rajes. Terus, suruh dia buat balikin sendiri gitarnya. Salah siapa?" Naren tetap lah Naren, cowok itu sama sekali tak ingin mengalah dari Jenaka. Lagi pula ini bukan kesalahannya. Naren tidak tahu-menahu tentang ini.

Naren tetap sibuk menaikan ponselnya sambil bersandar di kepala ranjang. Sedangkan Jena, gadis itu berdiri dengan wajah garangnya tepat di dekat pintu.

Jena tak mampu menjawab, karena semua yang dikatakan Naren ada benarnya. Kenapa Jena tak marah saja kepada cowok itu? Dan jangan terima gitarnya.

"Nggak sempat, dia langsung pergi gitu aja." Jena benar-benar kesal. Terutama pada mamanya. Hari ini semua orang membuatnya sangat-sangat kesal.

Dengan kekesalan yang mendalam, Jena pun mendudukkan dirinya di pinggir ranjang milik Naren.

"Ya udah, nggak ada manfaatnya juga marah-marah."

Baiklah, Jena akan menahan amarahnya untuk kali ini.

Naren pun tersenyum saat Jenaka mau mendengarkan ucapannya. Adik sepupunya itu memang sangat manis, jika mau diam.

"Mama lo bilang apa?"

Jena langsung menatap Naren saat sepupunya itu bertanya tentang mamanya.

"Mungkin besok dan seterusnya gue bakal pake supir pribadi." Jena pun langsung membaringkan tubuhnya begitu saja, tak peduli jika tubuhnya menindih kaki Naren.

"Really? Segitunya Tante Lili marah."

Jena pun hanya mengangguk.
Itulah mamanya, setiap aturan yang dilanggar, akan selalu ada konsekuensi yang harus dibayar.

Ini bukan sekali dua kali Lili memberikan hukuman untuk Jena. Ini yang kesekian kalinya, jadi Jena sudah terbiasa.

"Baru juga kemarin motor lo disita, sekarang pake acara di antar-jemput segala." Naren cukup tahu, adik dari papanya itu memang selalu tegas. Dan sangat tak ingin jika dibantah.

Jena hanya mampu menatap langit-langit di kamar Naren.

"Gue benci mama Ren..."

***

Dear You (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang