- - 00 --

2.9K 335 38
                                    

------------------------⭐⭐

"I don't love you anymore."

Masih terngiang dengan jelas kalimat sakti itu diakhir pertikaian kami. Dulu kami yang menginginkan untuk berjuang bersama tapi ternyata kini takdir berkata lain bahkan sangat jauh berbeda dari acceptation yang kami rencanakan dahulu saat dunia masih terasa begitu indah untuk dilewati berdua.

Berdua untuk bisa merasakan kebahagiaan bersama. Cinta yang dulunya kami coba untuk dipupuk dan ditumbuhkan bersama kini harus terenggut dengan kebersamaan datangnya dia diantara kami.

"Please, jangan. I will always love you." Deraian air mata itu menjadi saksi saat suamiku marah dan berkeinginan untuk pergi. Aku yang masih mengemis untuk mempertahankan ikatan pernikahan kami. Karena melihat bagaimana dulu aku berjuang untuk memperkenalkan dia, memperjuangkan dia untuk diterima keluargaku meski kami semua tahu bahwa aku dan suamiku berbeda. Aku tidak ingin mengecewakan keluargaku, terlebih kedua orang tuaku dengan kenyataan bahwa suamiku sudah tidak lagi mencintaiku, memilih untuk meninggalkanku dan mengakhirkan pernikahan kami.

Pernikahanku tahun ini sudah masuk dalam dasawarsa pertama dan kami masih juga berdua. Allah masih belum memberikan amanahnya untuk kami bisa memperoleh keturunan seperti apa yang kami harapkan selama ini. Aku seorang wanita namun tidak merasa utuh dengan ketidaksempurnaan belum adanya seorang anak yang bisa memanggilku dengan sapaan ibu, terlebih karena merasa terdeskreditkan di lingkungan keluarga suami karena masalah ini.

Padahal jika kembali mengingat sejarah Islam, Aisyah radiullahuanha juga merupakan wanita yang hebat walau selama pernikahannya bersama nabi Muhammad Saw tidak juga diberikan putra oleh Allah, lalu mengapa orang harus menilai wanita sempurna atau tidak dengan mereka bisa menghadirkan anak atau tidak.

Pada akhirnya menyerahkan semua urusannya kepada Allah adalah hal terindah yang bisa kulakukan saat ini. Hingga dua bulan berlalu dan semua yang harusnya aku terima tidak lagi kudapatkan dari suamiku. Baik itu nafkah secara materi ataupun nafkah batin yang harusnya masih kuterima.

"Listen, I just want to say we should just a divorce." Aku bahkan belum memakai pakaianku kembali setelah kami akhirnya bertemu kembali dan suamiku mengajak melewati malam panjang bersama. Aku pikir semua akan kembali dengan baik, lalu mengapa harus seperti ini di akhir cerita. Lalu apa maksudnya yang baru saja kami lakukan? "I divorce you!"

"Astaghfirullah, explain what do you mean?" aku masih berlindung di bawah selimut yang membungkus tubuhku.

"I don't love you anymore, so I divorce you this time."

"Go out!" aku memintanya keluar kamar. Ini untuk pertama kalinya aku memberanikan diri untuk mengusirnya dari kamar kami. Aku segera berkemas dan membersihkan diri. Bagiku cinta itu bukan lagi sebuah paksaan untuk bisa dinikmati bersama, tidak. Kalau memang dia tidak menginginkan aku lagi so I have to let him go.

"Why, why don't you ask me untuk jangan pergi lagi, seperti sebelum-sebelumnya?"

"Untuk apa? Kita bahkan sudah bercerai, then why should I keep you here, with me. Aku bukan wanita selemah itu." Aku memang harus kuat, tidak ada lagi yang bisa aku pertahankan dari pernikahan yang memang telah sakit sedari awal.

"Ok, I will go."

Dunia ternyata memang hanya perhiasan yang menipu mata, wa maal hayaatud dunyaa illaa mata'ul ghuruuri.

DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang