Part 39 : Kebenaran

65 11 0
                                    

Tissa pulang ke rumah dengan keadaan pipi yang sedang dibungkus lukanya cukup parah tapi orang tuanya tidak memperdulikanya sama sekali, mereka malah asik menonton TV bersama anak kesayangannya siapa lagi kalo bukan Nova?

Nova? Sepertinya itu bukan Nova tapi Dira, seperti biasa Dira akan berperilaku seperti Nova, bahkan ia bisa lebih manja, dan inilah yang ia lakukan tidur dengan bantalan paha Mamanya dan sengaja memanas-manasi Tissa.

Tissa? Jangan tanya ia sangat iri dengan Nova, tapi apalah daya ia sekarang menjadi takut dengan Nova akibat ulah Marsya tadi. Sudahlah Tissa berusaha kuat, kuat melihat orang tuanya yang lebih akrab dengan Kakaknya, kuat dengan luka gores di pipinya dan kuat untuk menghadapi siswa-siswi di sekolah yang sekarang menghujatnya.

"Ayo Tissa lo kuat," Tissa mencoba menyemangati dirinya sendiri.
Kali ini Tissa mencoba untuk tidak pergi ke kamar dan memilih duduk di ujung ruang tamu mendengarkan candaan dari Nova yang membuat kedua orang tuanya tertawa.

Sakit sih, tapi Tissa berusaha kuat, niatnya duduk disitu adalah ingin memperlihatkan lukanya, namun Tissa tidak berani mengadu. Ingin sekali rasanya ia menangis memeluk Mamanya dan mengadu apa yang ia rasakan sekarang. Ingin sekali rasanya luka yang ada di pipinya diobati oleh Mamanya, tapi kenyataannya tidak melirik lukanya saja tidak. Miris Tissa seperti anak buangan.

Ada apa dengan dia? Kenapa orang tuanya sangat membencinya? Pernah Tissa berfikir bahwa ia bukanlah anak Mamanya tapi pikiran itu ditepis jauh-jaih karna itu tidak mungkin.

"Mah, Nova boleh tanya gak?" tanya Dira berlagak seperti Nova.

"Tanya Apa sayang?" balas Nini selalu Mamanya.

"Kenapa sih Mama sama Papa benci sama Tissa?" tanya Dira yang membuat Tissa bersemangat mendengarkannya.

"Gapapa Mama sama Papa cuman gak suka aja sama dia," jawab Nini dengan raut wajah jutek menandakan ia tidak suka jika membahas tentang Tissa.

"Ayo dong Ma, kasih tau Nova, Nova pengen tau," mohon Dira narik-narik tangan Nova.

Nini melirik sekilas suaminya sepertinya meminta persetujuan untuk membicarakan ini kepada Nova, bagaiamanapun juga Nova sudah besar, Nova berhak tau masalah ini. Tapi itu tertanggung dengan dengan Papa Nova yang mengijinkan Nova boleh atau tidak mengetahui rahasia besar ini.

"Pah, boleh ya? Nova juga pengen tau."

"Pah, boleh yah?"

"Ayolah, Pah."

"Kali ini aja."

Sekilas Papa Nova mengangguk ia paling tidak suka melihat putrinya memohon seperti ini.

"Hore!" Dira berteriak kegirangan karna sebentar lagi ia mengetahui rahasia yang telah disembunyikan oleh keluarga Nova.

Nini langsung berjalan menuju kamarnya seperti ingin mengambil sesuatu, tapi mereka berempat belum menyadari kehadiran Tissa yang dari awal sudah nangkring di pojok mendengarkan celotehan mereka.

Tissa semakin deg-degan, dari ia kecil pertanyaan ini sudah bersembahyang dalam dirinya tapi sayang ia tidak berani mengutarakanya. Pernah sekali Ia bertanya "Kenapa Mama sama benci sama Tissa? Salah Tissa apa?" tapi apa yang Tissa dapatkan? Ia mendapatkan tamparan keras di kedua belah pipinya.

Setelah beberapa menit Nini kembali ke ruang tamu membawakan sebuah kotak dari kayu. Tissa di belakang semakin antusias melihat apa isi kotak tersebut. Sedangkan Dira langsung merebut kotak tersebut dari Mamany dan langsung membukanya.

Terdapat satu foto bayi yang sedang menangis, baju bayi dan sebuah kertas yang digulung dengan rapi dan diikat dengan kita merah.

"Ini maksudnya apa Ma?" tanya Dira mencoba melihat barang-barang yang ada di kotak dengan wajahnya yang sangat bingung.

Sama dengan Tissa yang juga kebingungan dibelakang. Beruntung suasana dibelakang tempat ia berada sangat gelap hingga mereka tidak melihat keberadaan Tissa di sana. Yang mereka tau Tissa berada di kamarnya.

"Tissa bukan anak Mama sama Papa," jelas Nini singkat, cukup sesak mengingat masa lalu yang membuatnya sangat membenci Tissa.

Tissa kaget bukan main, teryata selama ini dugaannya benar. patas saja Nini tidak menyayanginya seperti Nova. Tapi kenapa Nini sangat membencinya? Setidaknya walaupun bukan anaknya Nini tidak membenci Tissa seperti ini.

"Pantes Ma, Nova sama Tissa umurnya bisa sama."

Yah, itu pernah dipertanyakan oleh Nova, kenapa umurnya sama dengan Tissa apakah mereka kembar, jujur Nova tidak tau kapan Tissa lahir tapi Mamanya bilang ia lebih tua setahun. Nova masih aneh karna ia dan Tissa satu angkatan di sekolah sama-sama kelas sebelas.

Nini menjelaskan lagi bahwa ini telat masuk sekolah hingga akhirnya tertinggal dengan teman sebayanya dan seharusnya ia sudah kelas dua belas. Yah penjelasan Nini cukup masuk akal  dan Nova mempercayai itu dan sampai sekarang tidak lagi mempertanyakan soal Tissa lagi.

"Jadi Tissa anakk siapa Ma Pa?"

Tissa semakin kepo dengan jawaban orang tua angkatannya itu, ia berusaha mendengarkan dengan jelas apa yang diucapkan Nini. Tidak beh sampai ada yang tidak terdengar.

Sedangkan Nini tak kunjung berbicara, pertanyaan putrinya membuat bayang-bayang kejadian tersebut hadir kembali, sudah sekitar lima belas tahun yang lalu tapi Nini sama sekali tidak bisa melupakan kejadian itu.

"Ma," panggil Dira karna Nini diam tidak menjawab pertanyaannya.

"Dia anak ...."

Nini menjeda ucapannya membuat Dira semakin tidak sabar mendengarkan wow yang ingin diucapkan Nini, sedangkan Tissa dibelamgang sudah berkeringat, ia sangat ingin tau siapa orang tua sebenarnya.

"Dia anak dari seseorang yang bunuh Kakak kandung kamu Nova hiks," tangis Nini pecah begitu mengucapakannya.

Bisa dibayangkan bagaimana sedihnya seorang Ibu yang kehilangan anaknya. Apalagi ia harus melihat mengurus anak dari seorang wanita yang membunuh anaknya sendiri.

Sudah sedari dulu Nini ingin membalaskan dendamnya, dengan membunuh Tissa, tapi Nini sama sekali tidak tega. Akhirnya ia memutuskan untuk menyiksa Tissa secara perlahan dan perlahan.

"Jadi dulu Nova punya kakak?"

Nini mengangguk dengan air mata yang mengalir deras.

"Kakak mu laki-laki namanya Rizky dia dulu masih sembilan tahun sekitar kelas tiga SD tapi, sengaja ditabrak sama Eli ibunya Tissa," jelas Nini  tak kuasa menahan air mata.

Deg.
Jantung Tissa berdegub tidak menentu, membeku mendengar penjelasan Nini, antara percaya dan tidak percaya, tapi ekspresi Nini sangat kuat membuktikan bahwa kejadian tersebut benar-benar terjadi.

Sedangkan Dira menganga tidak percaya dengan kejadian ini, sungguh Mamanya sangat ahli menyembunyikan rahasia sebesar ini pada Nova, pantas saja Nini sangat membenci Tissa dan menganggap Tissa adalah pembantu.

"Terus Ma, kenapa Tissa bisa sama Mama?" Dira bertanya mencoba mencari tau kebenarannya.

Dira terlalu ikut campur dengan keluarga Nova. Seharusnya yang berhak mendengarkan ini, seharusnya Nova lah yang berhak mendengarkan penjelasan Nini. Ia bukanlah siapa-siapa di keluarga Nova.

____

Maaf-maaf ceritanya kurang nyambung 😗

Tapinya emang gini🙂

Belum selesai tuh masih ada penyelesaiannya

Lanjooott!!




Nanno(va) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora