Bagian 4

189 27 2
                                    

Jung Jaehyun, berdiam diri meringkuk menyandar dibawah tempat tidurnya. Pasalnya, pemuda berusia delapanbelas tahun itu baru saja mendapatkan tamparan keras dari sang ayah. Bibirnya bergetar, dia menangis sesenggukan dalam diam. Tak ada seorang pun yang memeluk pemuda itu. Bahkan sang ibunda sekalipun.

"Sudah Papa bilang kalau pergi diantar supir. Kenapa masih saja keras kepala?"

"Aku sudah besar Pa. Aku tidak perlu supir lagi." balasnya membela diri.

Plakkk.

Sebuah tamparan dipipi kanannya membuat memanas. Pemuda itu lalu pergi menuju kamarnya, mengabaikan teriakan dari sang ayah.

Sejak kecil pemuda itu tak pernah menyadari pekerjaan ayahnya. Ayahnya mengatakan dia memiliki kantor dan seorang CEO. Namun, Jaehyun tidak pernah kesana. Alih-alih mendatangi kantor sang ayah, kunjungannya selalu dialihkan ke taman bermain dengan sang supir. Dan anehnya, disana dia melihat sang ayah menyambutnya dengan senyum menawan.

Jika kau bertanya keberadaan ibunya, sang bunda sudah lama meninggalkan Korea. Setelah perceraian dengan suaminya. Ibunya memutuskan untuk tinggal di Perancis membawa adik kesayangannya kesana. Sang bunda hanya berkunjung sesekali ke Korea untuk menemuinya.

Pemuda yang masih berstatus sekolah menengah atas itu tidak bisa berbuat apapun dan hanya melihat kedua orang tuanya bercerai dipengadilan. Dia hanya diam, enggan berkomentar.

"Tuan muda Jaehyun, bisa tolong buka pintunya? Anda sudah melewatkan makan siang. Sekarang sudah malam. Apakah anda ingin saya siapkan?" sebuah ucapan dibalik pintu kamar menyadarkan dari lamunannya.

Tak ada jawaban keluar dari mulutnya. Dia terlalu malas sekedar menjawab satu kata.

"Tuan muda sudah tidur?" orang itu bertanya kembali sambil mengetuk pintu.

Sesungguhnya ada rasa bersalah yang hinggap dalam hatinya. Dia melampiaskan rasa kesalnya pada orang yang salah. Seharusnya pada sang ayah, bukan pelayan yang sudah tua bangka itu.

.

.

.

Mulut lelaki bersurai hitam itu membeo ketika sahabatnya Johnny memberikannya sebuah mobil sport keluaran terbaru. Bahkan bekerja diperusahaan selama sepuluh tahunpun belum tentu dia dapat membelinya. Sedangkan obyek yang membuat rasa penasaran itu hanya tersenyum melihat reaksi sahabatnya seperti orang bodoh.

"John, kau mencuri uang siapa?" sebuah pertanyaan bodoh lolos dari mulutnya.

Johnny, pria itu menjawab dengan seringai yang membuat Sehun semakin kebingungan.

"Hey, cepat kembalikan mobil ini pada pemiliknya." balas Sehun lagi.

Johnny melemparkan sebuah kunci pada sahabatnya lalu meninggalkan Sehun dengan sejuta gudang kebingungan. Dan betapa terkejutnya di dalam mobil melihat surat itu atas namanya.

Sehun beranjak dari mobil baru itu dan berjalan mendekati sahabatnya. Oh, jadi sekarang Sehun bersahabat dengan arwah Youngho?

"Hey, kau berhutang penjelasan padaku!" ucap Sehun sedikit menaikkan nada bicaranya. Sepertinya pemuda bermarga Oh itu semakin lama semakin kesal dengan tingkah seenakan sang arwah.

.

.

.


Mengesap kafein adalah hobi baru Johnny, oh tidak lebih tepatnya itu merupakan kebiasaan seorang Youngho. Entah bagaimana Sehun mengajak kakek tua itu untuk pergi bersamanya. Menikmati secangkir kafein dengan alunan musik klasik.

"Jadi, ada yang ingin kau jelaskan padaku?" tanya Sehun memecah keheningan keduanya.

Johnny yang sedang menyeruput gelas nya menaikkan satu alis menatap lelaki dihadapannya.

Kemudian dia menarik nafas panjang sebelum memulai bercerita.

.

.

.

Sehun mengacak rambutnya frustasi. Pemuda itu masih tidak mempercayai apa yang dia dengar tadi malam di kafe itu dengan semua cerita Seo Youngho. Dia tidak menyebutkan hal secara detail. Tapi hal itu sudah menganggu pikirannya. Hingga membuat seorang yang berada disampingnya ikut terusik.

"Kau bangun? Maaf ya sayang." ujar Sehun lembut.

Jongin, pria yang berada disampingnya menggeleng.

"Aku tau kamu pasti sedang banyak pikiran." balas Jongin sambil tersenyum dan mengelus surai hitam kekasihnya.

"Jongin, aku merindukanmu." ucap Sehun dengan suara serak lalu mempersempit jarak keduanya. Merangkul pinggang Jongin agar bersentuhan dengan tubuhnya.

"Baiklah, untuk malam ini kubiarkan kau jadi dominan. Namun, tidak untuk seterusnya!" balas Jongin menatap kekasihnya sedikit  sinis.

Sehun tersenyum senang mendengar ucapan sang kekasih. Dan mereka melewati malam panas diranjang sempit itu berdua saling melepas rindu.

.

.

.

Pagi itu Jaehyun masih belum berbaikan dengan sang ayah. Dia berlalu begitu saja melewati ayahnya ketika hendak pergi ke sekolah. Jaehyun bahkan bisa mendiamkan ayahnya selama berminggu-minggu jika dia masih merasa kesal. Maklum saja, mungkin pengaruh hormon seorang remaja.

"Paman, nanti tidak usah menjemputku." ujarnya ketika pemuda itu sudah meninggalkan kediamannya cukup jauh.

Sopir itu hendak bertanya, dia kembali berucap.

"—Nanti Jaehyun kerja kelompok dirumah Jungwoo. Jadi jemput saja jam 7 disana."

"Baik Tuan muda," sang sopir mengangguk.

Perjalanan ke sekolah terasa begitu sunyi karena pemuda itu memilih banyak diam enggan berkata apapun. Biasanya dia selalu meminta sang supir untuk menyalakan musik rock kesukaannya atau sekedar memulai lelucon khas remaja yang sedang heboh dilakukan disekolahnya. Namun tidak dia lakukan hari itu. Dia masih kesal dengan kejadian semalam.

Untuk mengalihkan rasa bosan akhirnya Jaehyun membuka kaca mobil, dengan tidak sadar netranya melirik seorang dengan pakaian serba hitam yang berada di tengah keramaian jalan namun menatap kearah pemuda itu. Anehnya, Jaehyun pernah merasakan bertemu disuatu tempat tapi pemuda itu lupa dimana.

"Siapa dia." ujarnya lirih namun masih bisa di dengar sang supir.

"Siapa maksudnya Tuan muda?" tanya supir itu membuka suara.

"Tidak ada, lupakan." jawabnya lagi kemudian menutup kembali kaca mobilnya.

.

.

.


"Jaehyun sudah berangkat ke sekolah." ucap seorang dengan suara berbisik melalui HT kecil di sakunya.


TBC

Kalau kalian mengharapan cerita ini kaya Novel aslinya / kartunnya. Kalian salah ya 😭
Soalnya ga akan sebagus cerita aslinya hiks

Terima kasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan jejak💚

Blood of MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang