01

87 6 0
                                    

Saat itu pukul dua belas lewat empat puluh menit ketika tiba-tiba pintu kelasmu didobrak dan masuklah seorang laki-laki dengan rambut pirang undercut, meneriakkan nama salah satu teman sekelasmu dengan wajah marah.

Seharusnya kejadian itu tidak ada urusannya denganmu, karena selain kamu tidak peduli, kamu juga tidak mengenalnya sama sekali. Pun, kamu memang berharap agar tidak terlibat, karena kamu tidak suka berurusan dengan anak berandal yang dengan tanpa malunya membuat keributan di wilayah sekolah. Kalau saja, KALAU SAJA—kamu tekankan—laki-laki itu tidak terlalu payah untuk terlempar sampai ke mejamu, saat kamu sedang asyik-asyiknya membaca manga yang baru kamu beli di akhir pekan lalu.

Dan kertasnya jadi sobek.

Terhitung tiga halaman telah menjadi korban dan rasanya cukup mustahil untuk bisa terlihat bagus kembali walaupun nantinya kamu perbaiki. Kamu pikir suara sobekan kertas itu cukup keras untuk bisa didengarnya, tapi ternyata laki-laki itu masa bodoh, dan cepat-cepat dia memberi serangan balasan tanpa mengatakan sepatah maaf pun untuk kamu yang merana.

"Kau pikir kau siapa?! Brengsek! Aku ini seniormu!"

Itu kata teman sekelasmu.

"Kau meremehkan Baji-san, sialan! Kalau kau punya masalah dengannya, itu artinya kau berurusan denganku juga!"

Teman-temanmu yang sejak awal sudah mengantisipasi kegaduhan ini hanya bisa menatapmu iba dari pintu kelas. Tidak berani melangkah maju. Kamu sendiri masih cukup waras untuk tidak sekonyong-konyong mendekati arena pertarungan dan memilih untuk membereskan masalahmu sendiri.

Tidak ada untungnya terlibat dengan anak nakal. Ingat itu baik-baik.

"Oi. Ada apaan, nih?"

Kerumunan yang tadinya riuh mendadak berganti sunyi untuk beberapa saat. Tentu saja itu membuatmu refleks menatap ke arah sumber suara tadi. Di depan pintu, berdiri seorang laki-laki berambut hitam panjang dan digerai, dan saat itu juga si pirang tadi terkejut dengan kedatangannya.

"Baji-san?!"

Saat matamu beralih, kamu mendapati pemandangan dua cowok tadi sudah dalam keadaan babak belur, tetapi kondisi teman sekelasmu dua kali lipat lebih parah. Padahal tubuh lawannya kecil dan si pirang itu jauh lebih pendek. Namun dengan kerah tercengkram dan leher tercekik, teman sekelasmu jelas dalam posisi tak berdaya.

Orang yang tadi datang berkata sambil menyeringai. "Chifuyu, jangan menyerangnya lagi."

Tapi sehabis berkata begitu, secepat kilat dia berlari hanya untuk mendaratkan tinjunya pada teman sekelasmu, kira-kira satu atau dua detik atau bahkan lebih cepat saat Chifuyu baru saja melepaskan cengkramannya dari leher baju. Setelah itu teman sekelasmu benar-benar tamat. Dan sorakan riuh di luar kelas terdengar seperti sedang merayakan kekalahannya.

"Chifuyu, ayo beli peyoung yakisoba," kata cowok brutal itu sambil tersenyum, dan terlihatlah dua taring kecil di kanan-kiri sudut bibirnya.

Sepulang sekolah di keesokan harinya setelah kejadian itu, kamu dipegat oleh si pirang dan dia mengenalkan diri sebagai Matsuno Chifuyu dari kelas satu. Kamu ingin pura-pura tidak ingat dan mendadak amnesia, tapi nyatanya kemarin kamu terlibat dalam insiden perkelahian itu—yah, meskipun hanya kesenggol sedikit, sih.

"Ada urusan denganku?"

Chifuyu menyodorkan sebuah buku dengan cover yang familiar di matamu. "Manga yang kemarin sobek, kan? Nih, kuganti punyamu." Begitu ujarnya.

Ternyata itu judul manga yang sama dengan yang kemarin kamu baca, tapi sejenak kamu tersadar sesuatu dan tentu saja terkejut karenanya. Insiden kemarin hanya terjadi sekian detik dan saat itu ia bahkan tidak melirikmu sama sekali ....

Musim Dingin ChifuyuWhere stories live. Discover now