Paparazi

83 16 0
                                    

The Wizard

Present by Hopekies

.

.

.

Lelaki berusia duapuluh tahun itu mendapat amanat oleh orang tuanya untuk mendatangi suatu tempat yang bertuliskan di kertas yang ia bawa. Dia hanya cukup membawa tongkat sihir yang dia letakkan di samping setir. Cukup merapalkan mantera ringan mobil itu sudah membawanya menuju lokasi yang dituju.

Jeffrey tidak terbiasa bembawa ponselnya. Gadget itu lebih sering dirumah saat ini dibandingkan dibawa dikantong sakunya. Bersekolah di Hogwarts mengubahnya seratusdelapanpuluh derajat menjadi pemuda yang tidak ketergantungan terhadap benda elektronik apapun. Namun, terkadang itu menyebalkan karena jika dia sudah pulang dan pergi meninggalkan rumah. Tidak ada yang mengetahui keberadaan lelaki itu.

"Kenapa harus aku?" pekiknya ketika mendapat suruhan dari sang ayah.

"Kau ingin menyuruh Mama mu? Tentu saja dirimu Nak." ucap Daniel sang ayah.

Jeffrey hanya mendesah kecewa, tidak bisa menyuarakan protes.

Dia melajukan mobilnya dengan cepat hingga tak sadar sudah tiba dilokasi yang bertuliskan dialamat pada kertas notes yang dia bawa.

Jeffrey keluar dari mobilnya dengan menggunakan jaket, masker, topi, tak lupa kacamata jika perlu. Menunggu duduk di depan kap mobil memangku kedua tangan menyilang menunggu seseorang tiba.

Hingga sebuah pelukan ringan mendarat dari arah belakang. Seorang wanita memeluknya. Tersenyum samar dibalik masker miliknya.

"Sudah lama menunggu?" tanya wanita itu. Dia menghadap ke Jeffrey dan merapatkan jaket yang dikenakannya.

"Lumayan, aku selalu datang tepat waktu." Balasnya ketus. Ya, tentu saja. Dengan bantuan sihirnya dia datang tidak kurang atau tidak lebih sesuai perjanjian sejak awal.

Gadis itu tersenyum simpul, dia meraih lengan Jeffrey.

"Maaf, tadi sedikit mengobrol dengan fotografer ku." ucap wanita itu penuh penyesalan.

Lelaki itu sejenak menatap kearah sekitar. Terlihat sepi, lalu tangannya merangkul pinggang ramping wanita dihadapannya memeluknya erat.

"Hey, I miss you girl." ucapnya dengan suara lembut.

Munafik jika dia tidak merindukan gadis itu.

Hal itu berlangsung beberapa detik dan kemudian keduanya masuk kembali ke dalam mobil.

.

.

.


Jeffrey bahkan baru saja menutup kedua netranya karena semalam tidak bisa tidur entah ada apa. Dia menghabiskan waktu hanya menatap layar ponsel, enggan bermain, tidak membalas chat atau apapun. Pria itu hanya diam.

Sebuah ketukan pintu sukses membuat matanya yang baru saja tertutup beberapa menit menjadi terbuka. Wanita paruh baya menyambutnya sambil tersenyum.

"Ada apa Mom?" Jeffrey langsung bertanya pada ibunya.

Jessica tidak menjawab, dia hanya menyodorkan sebuah koran dengan dengan headline besar bertulis "Angelica Berkencan dengan Seorang Pria?"

Jeffrey memutar bola matanya malas, dia kembali menutup pintu kamarnya. Berbeda dengan ekspresi ibunya yang terlihat bahagia.

"Dasar, kenapa sih Jeff kamu sulit sekali berterus terang?" goda ibunya dari luar kamar. Hal ini membuat Jeffrey mengeratkan selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya.

.

.

.

"Jeffrey manis sekali." puji Angelica ketika sudah duduk dengan pakaian rapi di meja makan.

"Berhenti menggodanya. Nanti Kak Jeff marah haha." balas Justin sambil tertawa jenaka.

"Sstt.. dia sedang tidur. Jangan terlalu keras, kasihan." ini suara Jessica sedikit memelankan bicaranya.

Lalu ketiganya melanjutkan sarapan pagi itu dengan sesekali membuat lelucon hingga mereka semua tertawa terbahak.

Jeffrey sengaja melewatkan sarapan paginya karena dia begitu lelah, dia butuh mengistirahatkan matanya untuk beberapa jam.

.

.

.

"Mau diantar lagi?" tawar Jeffrey melihat Angelica sedang merias wajahnya di dalam kamarnya.

"Tidak usah, Aku akan menyuruh Sehun menjemputku." balas Angelica sekilas menatap kearah pemuda yang lebih muda dibelakangnya.

Belum sempat Jeffrey bertanya kembali, gadis itu seolah menjawab pertanyaan yang akan dilontarkannya.

"Dia kekasihku. Dan terima kasih untuk berita besar itu."

Jeffrey memutar bola matanya malas. Dia tidak masalah melihat berita di koran yang heboh pagi ini, toh dia adalah adik kandung Angelica. Dan dia benar-benar merindukan kakaknya. Wajar bukan memberikan pelukan pada saudaranya? Apalagi Jeffrey sangat jarang dirumah begitupun sang kakak. Hanya dapat menyempatkan waktu satu atau dua hari untuk bertemu. Itupun harus melalui negosiasi panjang dengan sang manager yang harus menunda seluruh jadwal gadis cantik itu. Angelica sudah mulai menggeluti dunia entertainment sejak keluarganya tinggal di Amerika.

Jeffrey beranjak meninggalkan kamar Angelica.

"Jeff, aku menyayangimu." ucap Angelica tulus ketika Jeffrey sudah berada di ujung pintu kamarnya dan hendak menutup pintu kayu bercat putih itu.

.

.

.

Eunwoo is calling. .

Jeffrey menyernyit ketika melihat nama salah satu sahabat dekatnya di Hogwarts menelepon melalui ponsel miliknya.

"Halo, ada apa Eunwoo?" tanya Jeffrey setelah menekan tombol hijau untuk menerima panggilan.

/Jeffrey? Maksudku Jaehyun. Itu kamu yang ada di koran?/

Astaga dikira ada apa. Jeffrey menghela nafas kesal.

"Kalau tidak penting kututup."

/Tunggu sebentar—/

"Apalagi?"

/Mintakan aku tanda tangan Angelica untuk adikku. Boleh ya?/ ucap Eunwoo dengan suara memohon membuat Jeffrey bergidik ngeri.

"Bye!"

Click.

Pemuda itu memutus sambungan sepihak  ditelepon. Ingin melanjutkan ke kamarnya, namun pikiran pemuda itu kembali bercabang. Dia mengetuk pintu kamar seseorang.

"Kenapa Jeff?" tanya Angelica ketika melihat sang adik masih mematung di depan kamarnya.

"—Hm, aku minta tanda tanganmu untuk adik temanku." jawab Jeffrey sedikit gugup.

Dia bukan gugup, hanya malu.

"Hahaha, kemarilah. Kau butuh berapa?" balas Angelica mempersilahkan adiknya masuk ke kamarnya lagi.



TBC

Terima kasih sudah mendukung cerita ini.

Tetap jaga kesehatan yaa💚

Ayo ssmangat, NCT 127 abis ini comeback 😻

The WizardOnde histórias criam vida. Descubra agora