1 (part 2)

16 2 1
                                    

Aku berhasil menyelesaikan essay-ku sekitar jam setengah tujuh malam. Sam masih duduk manis di depanku waktu aku melepas kacamata dan aku taruh di meja.

Selama hampir dua setengah jam, dia terus saja fokus pada buku Shakespeare di tangannya.

Sam satu kali beranjak dari meja tanpa sepatah kata pun dia ucapkan padaku. Dia meninggalkan A Midsummer Night's Dream yang sejak tadi dibacanya, lalu menghilang di antara rak, dan kembali lagi membawa Antigone. Satu lagi buku dengan cover tebal dan kertas menguning yang dipelototinya. Aku cuma mengamati dari balik kacamata, tapi menyimpan komentar untuk diri sendiri.

"Kau sudah selesai?" tiba-tiba dia bertanya.

Aku mendongak. Sam menaruh bukunya dan menutup buku itu di bawah tindihan lengannya. Aku mengangguk bingung.

"Mau makan malam denganku? Hari ini ulang tahunku. Aku ingin makan Hollandse nieuwe haring. Sepertinya di dekat asrama ada stan yang menjualnya," dia nyerocos begitu saja.

Entah apa yang membuat lidahku kelu. Aku bingung harus merespons apa atau bagaimana. Mulutku sedikit membuka dan aku menatap kosong ke arahnya.

Dasar cowok aneh!

Baru aja kenalan, tapi dia sudah minta ditemani makan di hari ulang tahunnya.

"Selamat ulang tahun, tapi... aku kurang suka ikan herring. Apakah ada opsi lain?" tanyaku berbasa-basi sambil menutup laptop dan mulai merapikan buku di depanku.

Sam malah duduk bersandar di kursi, mengamatiku meraup buku-buku yang kupinjam, lalu ikut berdiri membawa buku yang tadi dibacanya.

Aku berjalan ke rak tempat aku mengambil buku-buku tadi. Sam terus mengekor di belakangku sambil berbisik. "Tapi ini ulang tahunku. Kita harus makan makanan yang kusuka," katanya. "Tidak ada orang lain yang bisa menemaniku. Aku tidak ingin sendirian di malam ulang tahunku."

Langkahku terhenti di depan rak buku-buku jurnalistik. Aku mengamati kode yang tertempel di punggung-punggung buku dan mulai mengurutkannya, mencari tempat buku yang kupinjam ini. Dan aku menemukannya di rak nomor lima, lalu mulai berjinjit.

"Biar aku saja," kata Sam, seketika mengambil buku itu dari tanganku.

Tubuhnya mendekat ke punggungku. Menempel tanpa ragu.

Tanpa perlu berjinjit, dia menyelipkan bukuku di sela yang tersedia.

Hangat.

Tinggi Sam mungkin sekitar 180 senti, dan tubuhnya bisa dibilang tergolong ramping untuk ukuran cowok. "Dank uw," ujarku.

Sepertinya pipiku menghangat.

Sam berdeham. "Jadi... Diana, kau mau makan malam bersamaku, kan?" tanyanya, kembali menaruh jarak di antara kami.

Aku berbalik menatapnya. Sekujur punggung rasanya masih berkedut-kedut sehabis merasakan hangat tubuhnya tadi.

Tanpa bisa kukendalikan, kepalaku mengangguk bingung. Pipiku pasti bersemu merah. Aku buru-buru menunduk, dan dengan tak acuh aku kembali berjalan ke rak lain, masih mendekap sisa buku yang kupinjam tadi.

***

To Kiss A StrangerWhere stories live. Discover now