Dua

705 42 0
                                    


"Kasih pakaian, Pak Jalal! Kasihan dia kedinginan," titah Kapten Yunus.

Pria yang bertugas sebagai Babinkamtibmas itu segera melaksanakan perintah. Mengambil pakaian bekas di gudang.

Entah berapa jam pemuda kerontang dengan penuh luka dan darah itu tak memakai pakaian. Tubuhnya membiru. Menggigil kedinginan.

Tatapan lelaki yang sering berbincang dengan Yadi, juga sering mentraktir kopi dan gorengan di warung Ceu Isum itu lekat melihat lebam di badan pemuda tunawicara. Tak tega.

Lelaki berfostur tinggi dan tegap itu mengenal Yadi sebagai pribadi yang sangat baik. Sopan santun dan selalu
menolong sesama meski dengan keterbatasam yang ada.

Jangankan menyakiti manusia, menyakiti kucing kudisan juga tak bisa. Maka apa mungkin dia menodai gadis gila yang sering mengukur jalanan?

Jalal sering melihat pemuda desa itu memberi nasi bungkus pada Suci yang sering memungut makanan di jalanan yang dilalui.

Meski hanya dengan isyarat dia melarang perempuan yang lebih tua darinya 10 tahun itu memakan, makanan sisa yang dibuang orang.

Lantas, bagaimana bisa menjadi tersangka kasus pemerkosaan, bahkan percobaan pembunuhan karena ditemukan kekerasan pada korban.

"Kamu tak melakukannya, kan, Yadi?"

Lelaki muda penuh luka itu mengangguk. Tangannya memberi kode cepat seolah sedang menyangkal tuduhan.

Tangannya menunjuk ke atas. Telunjuk menunjuk lurus ke atas seolah tengah berkata jika Tuhan menjadi saksinya.

Jalal mengelus dada. Menarik napas yang mendadak sesak. Dia percaya jika pemuda itu bukan pelakunya. Apa hendak dikata bukti kuat mengarah padanya.

Harus bagaimana membuktikan kebenaran. Sedangkan korban perkosaan pun adalah seorang penderita sakit jiwa.

Kesaksian korban pun akan sulit didapatkan. Pembelaan Yadi susah diterima karena tak ada yang benar-benar bisa menjadi penerjemah. Bahasa isyarat yang digunakan tidak umum biasa dipelajari oleh orang tunawicara. Hanya ibunya yang mengerti betul maksud isyarat yang diberikan. Namun, karena ibunya adalah orang terdekat tersangka. Maka kesaksiannya akan diragukan.

Pemuda itu bahkan tak sekolah. Keterbatasan ekonomi dan fisik membuatnya tak bisa berbuat apa-apa.

"Aku percaya padamu, Di. Semoga kami bisa membuktikan jika kamu tak bersalah. Akan berat. Semoga bisa. Agar kamu tak membusuk di penjara meninggalkan ibumu yang renta," ujar Jalal.

Yadi hanya tersenyum dia meyakini jika Pak Jalal mempercayai ucapannya. Akan membuktikan jika dia tak bersalah. Dia percaya padanya.

***

Ubin dingin beralas tikar usang menjadi teman malam ini. Rasa panas dingin menjalar di sekujur badan. Sisa pukulan itu terasa kini.

Bayangan Suci yang terkapar berkelebat dalam bayangan. Siapa yang tega berbuat nista hingga menggauli gadis yang kesadarannya kadang datang dan pergi?

Suci tidak sepenuhnya gila. Kadang dia berprilaku seperti orang normal lainnya. Tak akan ada yang menyangka gadis cantik berusia 30 tahun itu menderita gangguan jiwa.

Apakah salah jika memberikan pakaian pada perempuan yang terlihat sekarat dengan tanpa sehelai benang?

Dosakah jika ingin membuatnya tak kedinginan dengan melucuti pakaian dan memberikan karena kasihan?

Apa salahnya menolong yang tengah kesulitan? Mengapa mereka memukuli hanya karena memberi pakaian pada perempuan yang terkapar?

Badan sakit tapi lebih sakit hati yang memikirkan ibu renta yang pasti banjir air mata menyaksikan kondisi dirinya.

Qonita(Terlahir Dari Perempuan Ternoda)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang