5 - Y & J

126 28 10
                                    

Keharmonisan dalam sebuah keluarga memang sudah seharusnya ada. Contoh kecilnya keharmonisan saat makan bersama, atau sekadar nonton TV bersama. Hal itu selalu dilakukan keluarga Suro menjelang malam saat sang ayah dan anak-anaknya itu tidak memiliki kesibukan.

Tidak ada seorang ibu bukan berarti sebuah keluarga itu hancur. Tidak. Bahkan keluarga Suro, bisa dibilang baik-baik saja bahkan kelewat romantis hubungan ayah dengan sang anak tersebut.

Yeri dan Jeno baru saja turun setelah mengganti pakaian dengan lebih formal. Sena tidak ikut acara malam ini dikarenakan harus pergi mengurus data tertentu di rumah teman. Mereka berdua menghampiri sang ayah yang sedang sibuk menyiapkan berbagai makanan di dapur.

"Yah, biar Yeri bantu."

"Duh cantik anak Ayah." Pak Suro memandang putrinya kagum. Meski penampilannya biasa- tidak berdandan ala party-party, tetap saja dimatanya begitu cantik. Pak Suro melirik anak satunya lagi yang sedang menyiapkan alat makan di meja makan.

"Si ganteng juga makin ganteng deh. Mirip ayah banget nggak sih, Nak?"

Jeno berdeham panjang, "kayaknya ayah udah kesalip deh sama Jeno. Jeno udah upgrade nih, pakai bedak sama liptin," katanya diakhiri kekehan.

"Make up siapa tuh? Gue ya?" Yeri meletakan semangkuk sup bening dan satu piring ayam goreng pada meja. Dia melirik sang adik tajam.

"Enak aja lu, Kak. Gue beli pake uang sendiri nih, ya meski seperempatnya uang milik bang Sena. Beli sendirian juga gue."

"Beli sendirian, atau sama pacar, Nak?"

Yeri bersitatap dengan sang ayah yang berhasil meledek Jeno. Mereka kompak tersenyum kala si anak bungsu hanya diam, dan menunduk.

"Nggak usah malu. Ayah 'kan santai orangnya. Jeno bilang aja siapa cewek itu, Ayah setujuin kok kalau emang oke."

Itulah yang buat Yeri dan Jeno, serta Sena, bersyukur memiliki ayah Suro. Sosok ibu yang mereka inginkan sudah terwakilkan oleh sang ayah, meski tentu, mereka tetap kangen mama.

Obrolan mereka terus berlanjut sampai akhirnya keluarga Jae datang kerumah. Pak Jae adalah pemilik yayasan sekolah menengah pertama yang kebetulan akrab dengan pak Suro, akibat pak Suro yang pernah berdonasi besar disana. Kebetulannya pula, anak pak Jae adalah murid berprestasi kesayangan Suro.

"Nak Yeri, gimana kuliahnya?"

"Baik kok, Pak Jae. Diajar sama ayah sendiri lumayan oke lah." Yeri terkekeh, membuat lelaki disamping pak Jae, Jun, itu tersenyum.

"Jun sering bareng sama kamu nggak? Jangan-jangan dia jalan sama cewek lain ya." Pak Jae masih bercerita soal anaknya itu. Yeri menjawab dengan santai dan jujur. Bahwa Jun, jarang sekali mengajak Yeri makan bersama, jalan bersama, bahkan ngobrol berdua. Jun akan datang apabila ada sesuatu yang diinginkan, semisal meminta bantuan tentang makalah, atau dalam UKM-nya meminta ditemani kesana kemari.

Tapi meski begitu, Yeri tetap mengagumi bahkan menyukai lelaki bernama Jun Jaelani. Yeri juga tahu, lelaki itu memang sangat sibuk dan aktif di kampus, jadi tidak ada waktu luang yang lama untuk mereka berdua.

"Ya udah sana ngobrol berdua. Om sama ayahmu juga mau bicara. Sekalian Jeno ya, tolong keluar sebentar." Pak Jae menatap Jeno yang sedari tadi sudah kehilangan mood. Tangan laki-laki tua itu terangkat seperti halnya mengusir seseorang secara paksa.

"Keluar sebentar ya, Nak."

Jeno baru menurut kala sang ayah berbicara. Dia melirik sang kakak malas, hingga membuat Yeri merasa ada sesuatu dalam diri sang adik.

Yeri berpamit dan menyusul Jeno di kamar. Lelaki itu sudah terbaring dengan hp landscape ditangannya. Yeri masuk dan duduk di tepi ranjang. "Jen,"

Tale Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang