Bagian 3

458 51 1
                                    

"Li, lo kok kenal sama Mas yang tadi?"

"Kenapa lo gak pernah cerita sama gue?"

Sepulangnya dari Indomaret, gue ditodong dengan berbagai pertanyaan oleh Mae. Hingga sampai di pintu rumah gue pun, dia masih saja mengoceh.

Gue menatap tajam Mae. "Pulang lo sana, gara-gara lo gue harus menanggung malu berkali-kali!"

"Loh, kok gue?" Mae mengernyit.

"Ya iyalah, gue kan udah bilang gak mau diajak ke tempat itu!" ketus gue.

"Jadi, karena Mas itu lo nolak gue ajak ke Indomaret?" tanya Mae.

"Menurut, lo?" tanya gue sembari memutar bola mata malas.

Gue menjatuhkan tubuh ini di atas sofa, diikuti oleh Mae.

Setiap ngeliat wajah Mae, mengingatkan gue dengan kejadian di mana saat gue gak sengaja nabrak pintu Indomaret tadi.

Ketika gue hendak berlari meninggalkan Indomaret, Mae mengejar gue sembari memanggil nama gue.

Gue menoleh ke belakang menatap Mae. Namun, kaki tetap gue gerakkan untuk berjalan.

"Li, awas di depan lo!" teriak Mae.

'Gubrak!'

Tepat saat gue menoleh ke depan, dahi ini menabrak pintu kaca tersebut. Gue meringis kesakitan. Sejenak gue lupa cara untuk bernapas.

Gue membalikkan badan, kemudian menatap Mae dengan tajam, setajam pisau dapur Bunda.

"Ih, gara-gara lo, tau gak?" Gue berbicara sembari berjalan cepat ke arah Mae. Karena mata gak gue gunain untuk melihat jalan, akhirnya kaki gue tersandung oleh kaki seorang pembeli.

Alhasil, gue jatuh tengkurap tepat di depan Mae. Kesannya udah kaya Prajurit yang meminta ampun kepada Ratunya.

Gue bangkit perlahan. Menahan malu yang udah setinggi gunung dan sedalam lautan. Lagi dan lagi gue harus dijadiin sebagai objek perhatian oleh para Pembeli di sini.

Orang-orang cekikikan melihat gue. Namun, berbeda dengan Mas Indomaret yang lebih memasang mimik khawatir.

***

"Assalamualaikum." Terlihat Lio yang masih memakai seragam sekolah.

"Waalaikum salam," jawab Gue dan Mae.

"Dari mana, lo?" tanya gue.

"Sekolah," jawabnya singkat.

"Kok baru pulang? Gue aja udah pulang dari tadi. Jawab yang jujur, dari mana, lo?" tanya gue lagi.

"Dari sekolah, Kak. Ada kelas tambahan tadi," jawab Lio dengan nada lembut.

"Awas aja kalo lo bo ...." Ucapan ini terhenti saat Lio mencium pipi gue.

"Gue, gak pernah bohong sama, lo," ucap Lio kemudian. Ia berjalan menaiki anak tangga.

Aw! Sweet banget sih adik gue.

Mae yang berada di samping kiri gue terlihat melongo dengan mata melotot.

"Gak usah lebay! Gue sama Lio Kakak-adik, wajar aja kalo dia cium gue," jelas gue.

Mae mengangguk-angguk. "Iya juga sih."

Gue dengan Lio memang satu sekolah, tapi kita beda kelas. Setiap pergi sekolah juga kita gak pernah bareng. Gue yang lebih memilih diantar oleh Supir pribadi, sedangkan Lio memilih membawa mobil sendiri.

Terlihat Bunda yang baru saja keluar dari kamar. Ia berjalan menghampiri gue dan Mae.

"Kalian dari mana?" tanya Bunda.

Cinta Dalam Indomaret (Tamat)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ