BAB 1 - Patah Hati

153 9 4
                                    

Kesepian, kesendirian, kedinginan, kesakitan, kepedihan, kekecewaan, semua melekat padaku yang sedang menangis dalam diam di kamar kos sempitku ini.

Sayatan demi sayatan yang menggores hati, menciptakan luka perih tiada henti. Lagi-lagi soal hati, bersua tanpa beban lalu berpisah bagai hantaman. Selalu manis diawal lalu hambar sebagai selam selamat tinggal. Kini sudah ke-lima kalinya aku merasa seperti ini, seolah tak ada kata trauma akan yang dinamakan cinta.

Hal yang membuat hati seperti taman bunga, perlahan hangus oleh api yang membara, tapi ada juga yang mengatakan cinta adalah hal yang asik, dan berkesan dihati. Ooh.. itu hanya 1% dari peluang keberhasilan, selebihnya hanya kehancuran, dan beban yang perlahan datang.

"Tiara, lo didalam?"

Itu suara Luna, teman kos ku yang sedari aku menginjakkan kaki di kos-an ini sampai sekarang, selalu begitu perhatian dan memberiku senyuman kekuatan.

"Ya" jawabku dengan suara setengan bindeng, karena habis menangis.

"kenapa Lun?" lanjutku bertanya, karena tak ada sautan lagi setelah aku menjawab.

"gue boleh masuk?"

Haha, hal ini yang membuat aku merasa beruntung berteman dengan Luna, dia tidak akan masuk seenaknya ke dalam rumah, kos-kosan, tanpa seizin dari penghuninya. Saat aku tanya mengapa dia begitu menjaga sopan santun, bahkan dengan teman sekalipun, ia menjawab dengan senyuman dilanjut dengan kalimat yang sampai saat ini masih kuingat.

"setiap orang pasti punya privasi masing-masing, kalau gue langsung buka pintu dan ternyata si penghuni sedang melakukan hal yang sangat rahasia, itu sangat tidak beretika sekalipun ia saudara atau teman dekat gue, gue juga nggak mau orang lain mengorek privasi gue."

Hal sederhana tapi masih menjadi misteri mengapa orang-orang diluar sana tidak membiasakannya.

"masuk aja Lun, nggak dikunci kok." Kataku sambil merubah posisi tidur menjadi duduk.

Ceklek

"ya ampun, Tiara lo kenapa??!!!"
Kata Luna sebagai respon pertama kali melihatku setelah membuka pntu.

Aku terlihat seperti zombie mungkin baginya, rambut berantakan, hidung merah, mata sembab, muka kusut dan baju serta sprei kasur yang sudah tidak bisa dikatakan baik.

"haah.. gue nggak papa Lun, biasa kan lo liat gue gini?"

"kenapa? Revisi lagi?"

"bukan."

"keabisan uang bulanan?"

"bukan Luna"

"terus?", "ada yang bully lo dikampus?"

"ish, bukan Lunaaa"

"kalo gitu apa dong?", "soal cinta?"

"right" kataku sambil menjentikkan jari lalu merebahkan tubuhku kembali.

"emang kenapa?". Tanya Luna dengan nada sedikit khawatir, mungkin karena sudah berulang kali aku seperti ini, dan sangat sulit mengobati hatiku yang terluka.

AT A LOSSWhere stories live. Discover now