11. Aku Dijadikan Tema dalam Teater Kelas

129 53 6
                                    

"Kana! Aku khawatir karena Janti menyeretmu, dan rambutmu―rambutmu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kana! Aku khawatir karena Janti menyeretmu, dan rambutmu―rambutmu?"

Kusentuh rambutku yang sekarang menjadi pendek, bahkan tidak sampai menyentuh bahu. Aku memutuskan untuk memotongnya karena permen karet itu susah untuk dihilangkan. Bu Riska bilang, jika permennya tidak menyebar, itu bisa dihilangkan dengan minyak. Maliqa memang sengaja melakukannya.

Seraya tersenyum, aku berkata, "Ini keren. Iya, 'kan?"

Alif dan Azul masih terpaku akan perubahanku. Kekhawatiran terlihat jelas dari wajah mereka, dan warna biru itu semakin membuatku teringat akan rambut panjangku.

"Sudahlah. Aku, kan, belum makan siang." Aku menyeret mereka berdua, meninggalkan pintu ruang BK dan berusaha mengalihkan perhatian dengan waktu istirahat yang tinggal sepuluh menit.

Janti masih berada di dalam ruang BK bersama Bu Riska. Dia mengakui semuanya, bahkan kejahatannya di waktu SMP. Aku tidak menyangka dia akan melakukannya. Cewek yang menyebarkan gosip bahwa aku bisa membaca pikiran, menyerahkan diri begitu saja, bahkan meminta maaf dengan mata basah. Masalah Maliqa dan kawanannya, Bu Riska akan mengurusnya bersama Bu Yanti.

"Kenapa bisa seperti ini? Kana? Aku memaksa!" Alif berkata tegas saat kami menduduki bangku panjang di kantin. Azul hanya terdiam, menatapku dengan wajah sedihnya. Seharusnya aku yang sedih, tetapi kenapa dia juga?

"Itu ...." Ini bukan termasuk mengadu, 'kan? Mereka berdua temanku. Aku khawatir saat menceritakan semuanya, emosi Alif bisa membeludak. Ini di kantin. Aku tidak mau menjadi pusat perhatian karena seorang cowok marah-marah. "Maliqa menempelkan permen karet―"

"Si cewek itu?!" Alif hampir menggebrak meja jika Azul tidak menahannya.

"Jangan berlebihan! Ini di kantin." Azul bahkan lebih masuk akal daripada Alif.

"Terus, di dalam BK, apa itu mereka?"

Aku menggeleng. Namun, yang pasti Maliqa dan kawanannya akan mendapat hukuman serta bentakan dari Bu Riska. Secepatnya.

Lantaran Alif masih marah, aku menceritakan semuanya dari awal. Detail, sampai pengakuan Janti.

"Syukurlah ...." Azul mengembuskan napas panjang seraya menyugar rambutnya sampai klimis.

Sama halnya dengan Alif dan Azul, teman-teman sekelasku―terutama cowok―begitu terkejut mendapati rambutku hanya seukuran penggaris patah milik Yusril dalam waktu tidak sampai satu jam. Farrel yang duduk di belakangku bertanya, "Kamu potong di sekolah? Atau kamu pergi ke salon?" Kemudian aku akan menjawab, "Tadi ada razia rambut. Sekalian saja aku minta tolong Pak Yani." Mendengar itu, Farrel langsung ketakutan, merapikan rambutnya agar poninya tidak menyentuh mata.

Namun, sepertinya Maliqa dan kawanannya belum juga mendapat panggilan dari BK. Mereka memasuki kelas dengan senyum lebar saat mengetahui rambutku. Alif marah kala melihat mereka, untuk itu aku menahannya agar tidak berlari dan mengacak-acak wajah para cewek yang sekarang ketakutan, aku bahkan bisa mendengar cibiran mereka. "Dasar pengadu!"

Incandescent #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang