05 : Kota Jogja 48.000 ft

61 13 3
                                    

Alula mengerjapkan matanya berulang kali saat sepasang kornea matanya menerima sorotan cahaya yang mendominasi kamarnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Alula mengerjapkan matanya berulang kali saat sepasang kornea matanya menerima sorotan cahaya yang mendominasi kamarnya. Alula menoleh ke kanan dimana jam dindingnya berada disana, dan waktu menunjukkan pukul 7.

Alula bangkit menatap pantulan wajahnya di cermin, benar-benar berantakan dan menyedihkan. Pantas saja seorang Daffa semudah itu mengakhiri hubungan yang terjalin cukup lama. Ucapan Daffa sore itu masih terasa membekas kuat dalam ingatan lalu menggores seluruh hatinya, padahal sudah satu minggu berlalu. Haruskah lelaki itu mengatakan semuanya di hari dimana kelulusan juga baru saja diumumkan.

Kenapa harus hari itu, apa Daffa tidak tau apa yang sebelumnya ia terima. Benar dengan berita keberangkatan Daffa untuk pendidikan lanjutannya di luar negeri, tentu berita soal itu datang padanya juga di hari yang sama. Tapi hasilnya tidak sama seperti Daffa, ia gagal bahkan sebelum memulai. Hari itu Alula berharap jika ia bisa mulai menerima kenyataannya jika ia gagal menjadi seorang mahasiswa, karena ia masih memilikinya tahun depan. Tapi sepertinya untuk mengambil tes pun, pikiran Alula sudah berantakan sejak awal.

Alula baru selesai membersihkan dirinya, lalu meneguk banyak air putih hangat sebab udara malam ini terasa cukup dingin. Pintu kamarnye diketuk membuat lamunan Alula terhadap Daffa terhentikan. Ia menyimpan mug kecil itu lalu beralih membuka pintu kamarnya,

"Kenapa bund?"

"Di bawah ada Daffa. Dia ngga ngehubungin kamu dulu sebelumnya?"

Alula terdiam. Ia baru saja ingat jika besok adalah keberangkatan Daffa untuk menghilang selamanya, benar-benar seorang Alula harus melepaskan sosok Daffa meski sejujurnya Alula tidak mengerti kenapa ia diberikan pilihan seperti itu.

"Iya bund, nanti Al turun." Setelah mengatakan itu Alula menutup pintu kamarnya. Menatap pantulan dirinya di cermin sebentar. Sebisa mungkin ia harus terlihat seperti seorang gadis itu gagal Daffa hancurkan. Jika Daffa melihat Alula yang hancur, bukankah sama saja memberi Daffa kemenangan.

Alula terdiam menatap lelaki itu yang tengah terduduk di ruang tamu, berbincang nyaman dengan kedua orang tuanya. Sejujurnya Alula tidak punya nyali untuk sekedar melihat wajahnya, hati Alula masih sangat sakit atas kenyataan yang sejujurnya Alula tidak tau kenapa bisa ada.

Daffa melirik ke atas dimana Alula berdiri disana dengan seluruh tatapan tersakitinya. Namun, Daffa segera mengalihkan pandangannya lalu membuang semua tatapan menyakitkan itu segera.

"Al kok kamu ngga ada bilang sih kalo Daffa mau  nerusin sekolahnya ke luar negeri." Todong Bunda Alula seketika saat Alula telah menghampiri keduanya. Alula menatap Daffa dingin lalu terduduk di sebelah bundanya.

"Al juga baru tau."

Daffa tersenyum tipis, "Tan, om—boleh tinggalin kita berdua dulu?"

Mau apalagi sih orang ini. Belum puas dengan semua kalimat yang keluar dari mulutnya sore itu?

Why I Meet You?Where stories live. Discover now