First impression

1.3K 188 10
                                        

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Jejeran buku yang tersusun apik menjadi fokus Arjun saat ini. Ia sedang mencari referensi bacaan untuk memenuhi tugas rumah miliknya. Mengerjakan di perpustakaan saat jam istirahat menjadi opsinya kali ini. Alasan lainnya sih untuk menghindari gosip tentangnya yang masih merebak sampai hari kedua ini.

Arjun sesekali menghembuskan nafas dengan kasar. Ia meraih salah satu buku yang sekiranya cocok dengan materi yang sedang ia cari. Pikirannya berkelana kalut, antara fokus atau harus memikirkan orang-orang yang sedang menggunjing nikmat dengan sepiring nasi dan segelas es teh di kantin. Nikmat bukan main, Arjun berdecih ditengah bacaannya.

Tidak membaca, hanya melihat.

Ia memilih berbalik, tanpa sengaja menabrak lengan pemuda yang memiliki porsi tubuh lebih tinggi darinya. Ia menengadah, wajahnya tertekuk mendapati lelaki itu menampilkan raut terkejut namun hanya beberapa saat dan telah tergantikan oleh lengkungan bulan sabit khas dari matanya.

“Shasa mana?”

Arjun mendedahkan konversasi. Ia menggeram kesal mendapati lawan bicaranya yang masih tersenyum. Arjun menghela nafas pasrah, “kali ini setan perpus makin kenceng.”

Jeno terkekeh kecil, ia mengikuti langkah Arjun yang mulai menjauh, merangkul bahu sohibnya dengan enteng, “nanyain Shasa doang nih?”

“Nanyain lo yang jelas-jelas ada didepan mata buat apaan, anjir?” dengusan malas pun Arjun beri setelahnya.

Jeno masih mempertahankan senyumnya, Arjun sewaktu-waktu sempat mengira jika senyum Jeno adalah manifes dari kesawanan setan sekitar kan manatahu.

“Lo makin manis kalo keselan gini.” langkah Arjun terhenti. Ia menatap tajam Jeno yang mengerling jahil kearahnya.

Arjun lagi-lagi mendengus, bibirnya terkatup rapat. Ia memilih melepas lengan kekar Jeno dari pundaknya, memilih kembali menelusuri rak-rak perpustakaan. Ia kembali diserang pikiran.

Piawainya seorang Arjun dalam mengabaikan seseorang membuat Jeno sedikit gemas. Ia meraih gawainya yang bergetar pada saku celana. Senyumnya mengembang mendapati satu nama yang tengah menunggu jawaban atas panggilan telponnya kini.

Diliriknya kembali Arjun yang masih terfokus dengan buku-buku tebal, memilih beranjak pergi meninggalkan ruangan yang terkenal akan larangan berisik itu masih dengan mempertahankan senyumnya.

Arjun berbalik, menatapi punggung Jeno seraya bergumam, “manis katanya?”


















________________

“Gue udah nelpon kembaran gue, lo tunggu aja.” sang lawan bicara mengangguk singkat, mengedarkan pandangannya guna menghempas canggung yang melingkupi keadaan koridor sekolah.

Mahia - Jaemren [End]Where stories live. Discover now