Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Libur telah usai, hiruk pikuk suasana siang ini dirasa. Beberapa pekikan heboh ciwi-ciwi sebab lama tak jumpa dengan satu sama lain yang sekalnya bertemu pasti tak lain tak bukan hanya untuk gibah; salah satu tindakan yang nyatanya mampu mempersatukan para umat.
Si mungil melirik sinis mereka, “di sekolahin bukannya siap belajar malah siap cari bahan.”
“Sirik amat bocah.”
Vokal cempreng yang khas ala Shasa membuat Arjun merespon dengan memutar bolamata jengah. Ia malas berbalik badan sebab tak perlu lagi ia memastikan siapa gerangan yang menyahuti gumamanya.
Tak perlu ditunggu lama, lengan gadis itu sudah bertengger sopan pada bahunya. Seraya menebar senyuman dan tatapan ramah, terlihat begitu kontras dengan dirinya yang nampak lusuh tak bertenaga.
“Lo berangkat sendiri?”
Yang hanya diberi anggukan oleh Arjun, merasa tak puas jika Arjun tenang, Shasa kembali nyeletuk, “ayang lo mane?”
Gelengan kecil Arjun lakoni, ia meraih ponselnya guna mengecek barangkali ada notifikasi pesan atau panggilan dari Nanda. Nyatanya nihil, tidak ada kabar apapun yang Nanda beri hari ini.
Shasa melirik ke sepenjuru arah, tatapannya yang teredar bak alat pendeteksi hantu. Namun tak kunjung di jumpai bentukan Nanda. Kasihan bocil ditinggal sendiri.
Lorong kelas yang ramai itu makin lama membuat Shasa kesal juga, capek tebar senyum. Deheman kecil Arjun dapati, spontanitas ia menoleh ke Shasa. Deheman bukan asal deheman soalnya, nadanya ngajak 'gibah'.
“Lo sama Nanda baik-baik aja kan?”
Entah apa makna yang terselip dari konversasi itu, nyatanya Arjun hanya memberi anggukan santai. Gadis itu menurunkan lengannya saat mereka mulai memasuki area kantin. Belum ada percakapan lebih sebab mereka sibuk mencari meja yang nyaman untuk ditempati.
Tepukan pada bahu ia rasakan, Shasa menunjuk ke arah Mark yang melambaikan tangannya ke arah mereka, “lo mending kesana dulu, gue yang pesen aja.”
“Babu gak lupa sama tugasnya ternyata.”
Wajah Shasa berubah datar, ia memutar bolamata malas dan mendorong Arjun untuk menghampiri Mark dulu. Sedangkan dirinya memulai aksi menjelajahi para pangan yang sudah melambai-lambai meminta untuk dibeli.
Langkah Arjun memelan, ia mendekati Mark yang nampak begitu sumringah siang ini sampai dirinya sudah mendudukkan diri tepat didepan lelaki itu.
“Gimana hari ini?” adalah sapaan yang pertama kali ia dapari dari Mark.
Melawan canggung, Arjun menyelipkan senyumnya, “belum ada tengah hari?”
Tawa renyah Mark meramaikan meja mereka, bahkan dapat Arjun rasakan beberapa pasang mata mulai menatapi ke arahnya.