12. Buku Harian

37 13 0
                                    

Aku berjalan dalam keadaan murung. Menendang kerikil yang kulihat. Pertama kalinya aku tak pergi ke rumah Ratu untuk menenangkan diri. Saat ini aku ingin melihat jalanan dan keadaan luar. Besok kuliah lagi, melihat Arabelle dan Elvan bercanda ria lagi. Sepertinya aku sudah kehilangan semangat hidup. Hari libur yang harusnya beristirahat, malah tertekan dengan kehidupan.

"Huft ...." Aku menghela napas panjang.

Aku melewati sebuah toko yang terpencil. Aku baru sadar jika ada toko yang menjual kebutuhan menulis di sini. Padahal hampir setiap hari aku melewati jalan ini. Aku tak mempedulikannya, mungkin ini toko baru, makanya aku baru melihatnya. Tapi, kenapa keadaannya usang, ya?

Aku kembali berjalan. Namun, ada suatu benda yang menarik perhatianku. Aku mendekati jendela yang membuat aku melihat isi toko.

"Mesin tik? Wah, ternyata masih ada mesin tik di zaman ini, ya! Barang antik, nih," gumamku.

Aku memasuki toko ini secara tak sadar. Kakiku melangkah begitu saja karena melihat banyak barang-barang antik yang dijual di toko ini.

"Hmm, gue baru tau kalo ada toko beginian. Mata gue yang bermasalah atau toko ini yang baru buka?" Aku berbicara sendiri, seraya melihat-lihat isi toko.

"Ada yang bisa saya bantu?"

"Eh, kodok terbang! Kaget!" Aku terperanjat karena seorang perempuan entah dari mana berdiri di belakangku.

Aku berbalik, tersenyum canggung padanya. Sepertinya ia penjaga toko, model pakaiannya seperti zaman dulu, sama seperti barang-barang di toko ini. Riasan wajahnya tak tebal, ia cantik dengan riasan seperti itu.

"Maaf mengagetkan. Apa kamu ingin membeli sesuatu? Atau mencari sesuatu? Saya bisa membantu," ujarnya ramah.

"Ahahaha, aku cuma lagi lewat aja. Terus ada toko ini, aku baru sadar kalo ada toko yang jual barang antik gini," jawabku canggung.

"Toko kami memang terpencil, jarang ada yang lihat," ucapnya.

Aku mengangguk. Aku sudah masuk ke toko ini, masa' tak beli apa pun, malu sekali. Aku melihat-lihat, hingga terdapat buku harian yang cantik. Di bagian sampul, terdapat seorang gadis yang sedang bercermin. Namun, kaki gadis tersebut diikat. Ilustrasinya aneh untuk buku harian, tetapi gradasi warnanya sangat kusuka. Aku memegangnya, sepertinya aku akan membeli ini. Tak peduli sampulnya seperti apa, ini hanya buku harian.

"Ini berapa?" tanyaku.

"Itu hanya seribu." Aku terbelalak, menatap heran buku harian ini.

"Seribu? Gak salah?" Aku menatap heran penjaga toko. Apa ini tak salah? Buku harian yang cantik ini seribu? Lebih mahal sosis bakar daripada ini. Atau telingaku yang bermasalah? Sepertinya aku harus membersihkan telinga.

Regretted Hope [Tamat]Where stories live. Discover now