#1 [Takdir Yang Mendekat]

3.7K 203 4
                                    

Boleh yuk, pencet Vote bintangnya sebelum memulai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Boleh yuk, pencet Vote bintangnya sebelum memulai. Lalu, Comment cerita saat membaca. Bismillah...

.

.

.

1 Tahun sebelumnya [Istanbul, Turki]

Nampak dua sosok lelaki paruh baya menikmati suasana sore di sebuah teras kafe yang mengarah ke sungai di hadapannya. Angin lembut ditemani langit jingga bersama biru terus memanjakan para insan yang berada di sekitarnya. Daerah itu sudah menjadi ikonik bagi orang lokal maupun turis untuk menikmati waktu sore yang tepat, khususnya ketika sedang mencari udara segar ketika lelah.

Kemeja hitam dan celana formal menambah kesan tegas pada lelaki yang beberapa kali terus menyesap kopi susu di cangkirnya. Nyatanya meski terlihat tegas dan berwibawa lelaki paruh baya itu tidak suka hal yang pahit dan sangat suka manis, apalagi kukis buatan sang istri.

"Asker," panggil lelaki sederhana berbalut pakaian rajut disertai kaos hitam di dalamnya.

Lelaki yang baru saja menyelesaikan hisapan terakhir kopinya menengok pada sosok di sebrangnya. "Ya?"

"Kita sudah sepakat, kan? Untuk menjodohkan putriku dengan putramu," tutur lelaki itu tanpa mengalihkan pandangan di depannya.

"Hh. Tentu, Ahmad," cetus Asker pada lelaki paruh baya bernama, Ahmad. "Kita akan segera menyelesaikan pekerjaan kita disini. Lalu, saya akan bertemu dengan calon menantu saya bersama anak saya," tambahnya seraya tersenyum karena tak ingin membuat sang sahabat khawatir akan rencana yang mereka putuskan.

"Calon menantu..?"

Tubuh Asker sedikit mendekat kearah Ahmad sambil mengucapkan kata yang berhasil mengundang tawa geli antara keduanya. "Iya, calon menantu."

"Saya hanya bisa berharap semoga semuanya lancar," imbuh Asker.

"Aamiin," balas Ahmad dengan menutup kedua matanya sejenak.

Selama lima tahun Ahmad dan Asker selalu bersama di Turki, keduanya merupakan sahabat sejak bangku SMP hingga takdir rasanya tak ingin memisahkan keduanya dengan rencana Tuhan agar Asker dan Ahmad dapat pergi ke Turki untuk bekerja, hanya saja keluarga mereka tidak dapat ikut karena satu dan lain hal.

Asker dan Ahmad kembali pada posisi semula, menikmati pemandangan sungai dan langit sore ditemani resapan segelas kopi. Suara semilir angin dan riuh manusia menyatu dalam keheningan kedua sosok paruh baya itu. Matahari di atas sana perlahan turun dari singgasana langit, memberikan warna gelap pada hamparan langit.

"Oh iya, Ahmad. Putrimu sekarang kesibukannya apa?" Asker kembali mebuka percakapan tanpa merubah posisi duduk.

"Putriku?" Asker membalas dengan anggukan. "Alhamdulillah, dia sekarang sedang mengajar di salah satu Pesatren," jawab Ahmad.

Di Luar Rencana Sang MurobbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang