~Empat~

25 6 0
                                    


Farid Pov

Aku tidak tahu mengapa seakan-akan Zahira menjauhiku.
Sejak kemarin dia menolak untuk ku jemput di stasiun dan sekarang dia menolak lagi untuk ku ajak diskusi mengenai lomba Essay yang lima hari lagi terlaksana.

Aku pun tidak tahu sejak kapan Aku mulai menaruh rasa suka padanya, yang pasti Aku selalu suka saat dia berbicara di depan umum,seperti saat dia menjadi moderator musyawarah organisasi BEM yang dilaksanakan satu bulan sekali.

Aku tahu, dia gadis yang berbeda dari gadis lain.
Dia sangat menjaga kehormatannya dengan tidak mudah berdua dengan laki-laki yang tidak mempunyai hubungan darah dan laki-laki yang belum halal untuknya.

Aku seringkali berpikir, apakah dia mencintai orang lain atau bahkan sudah dipinang (?)
Pertanyaan itu seringkali muncul di benakku dan belum pernah sekalipun Aku menemukan jawaban.

Tok tok tok!!

Terdengar suara pintu kamarku di ketok.

"Farid, boleh Bunda masuk?"

"Masuk aja Bun."
Jawabku singkat.

Bunda kemudian masuk dan berdiri di sampingku yang masih terpatung di depan jendela.

"Farid, kamu seharusnya ikhlas kalau memang pewaris perusahaan Ayah kamu itu kakak kamu ."
Ucap Bunda pelan sembari mengelus pundakku.

"Tidak adil."
Aku menjawab tanpa menoleh ke arah Bunda.

"Tidak adil bagaimana?"

"Dulu Ayah selalu saja menuntut agar aku kuliah di program studi manajemen kan, Bun.
Itu karena kak Fawwas kuliah di kedokteran, dia calon dokter Bun. Harusnya aku yang mewarisi perusahaan Ayah."
Tegasku ketika aku mulai emosi mengingat tentang pewaris tahta adalah kakakku bukan Aku.

"Ikhlaskan saja, kamu akan mendapat yang lebih baik dari itu jika kamu bisa mengikhlaskan."

"Bunda selalu berkata demikian, bagaimana Aku bisa ikhlas jika semuanya kak Fawwas yang mendapatkan.
Tidak Ayah, tidak Bunda sama saja.
Semuanya selalu menomer satukan kak Fawwas"

Aku selalu tak habis pikir apa istimewanya kak Fawwas sehingga dia selalu mendapatkan yang istimewa juga.
Sedangkan Aku dan Falah tidak pernah di
istimewakan seperti halnya kak Fawwas.

***

Aku sengaja berangkat ke kampus lebih awal karena Aku tak ingin berlama-lama di rumah.Aku mengabaikan mereka yang berkumpul di meja makan pagi ini.

"Farid, kamu tidak sarapan dulu."
Ucap Ayah, menghentikan langkahku yang sudah melewati meja makan.

"Tidak yah, Aku sarapan di kampus."
Jawabku singkat, Aku tahu mereka memandangku heran.
Tapi Aku tetap menghiraukan mereka.

***

"Ada apa dengan kakamu itu, Falah."

"Aku tidak tahu Ayah."
Jawab Falah yang masih fokus dengan sarapannya.

"Fawwas.Ada apa dengan adikmu Farid?"
Ayah kemudian bertanya kepada Fawwas, putra sulungnya.

"Sepertinya__"

"Mungkin dia ada tugas di kampus, Yah. Jadi dia berangkat lebih awal. "

Belum sempat Fawwas menjawab, Bunda memotong ucapan Fawwas.
Bunda tahu jika Fawwas akan mengucapkan perihal warisan itu, Fawwas mengetahui pembicaraan Bunda dan Farid tadi malam di saat dia melewati depan kamar Farid.

Fawwas mencoba mengingat ucapan Farid tadi malam.

~"Bunda selalu berkata demikian, bagaimana Aku bisa ikhlas jika semuanya kak Fawwas yang mendapatkan.
Tidak Ayah, tidak Bunda sama saja.
Semuanya selalu menomor satukan kak Fawwas"~

ILUSI dan MIMPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang