Bab 41

882 54 0
                                    

Keesokan harinya Naomi langsung memesan sarapan di kamar demi menghindari Alex. Baru hari pertama tapi Alex sudah membuat proyek penting ini terusik oleh pengakuan absurdnya. Sulit untuk bersikap prosfesional setelah mendengar pengakuan yang terang-terangan kemarin. Kenapa pria gila itu tidak bersikap sembunyi-sembunyi saja? Itu lebih baik sehingga Naomi mudah untuk berkelit.

Menikmati roti bakar dan segelas orange juice, Naomi memandang layar ponselnya yang menampilkan percakapannya dengan Daniel. Tidak bisa dibilang percakapan sebenarnya, karena tampilan pesan itu hanya satu arah. Sejak kemarin sampai hari ini, Daniel tidak membalas pesannya meskipun tanda centang dua biru sudah tertera. Panggilan telepon juga diabaikan. Hati Naomi gundah, dia ingin mendengar suara Daniel dan mengetahui keadaannya. Apalagi saat ini ada pria gila yang berusaha mendekatinya. Naomi butuh suaminya.

"Apa yang terjadi padamu? kuharap kau baik-baik saja" Naomi berguman kecil seraya memperhatikan layar ponselnya.

Ditengah kegalauannya, Naomi berusaha mengumpulkan tekad. Menghentikan spekulasi bergerak liar dalam kepalanya. Biarlah Daniel mengabaikannya, nanti dia pasti menghubungi Naomi. Yang penting Naomi tetap memberikan kabar dan menanyakan keadaannya. Dan mengenai pria gila yang menginap tepat di depan kamarnya sana, biarkan perasaannya menjadi urusannya sendiri. Naomi tetap menjaga hati untuk suaminya. 

Dia tidak mungkin bisa mengendalikan isi kepala baik Daniel maupun Alex. Yang bisa dia kendalikan adalah dirinya sendiri.


-----------

"Tidurmu nyenyak?" 

Saat ini mereka sudah tiba di lokasi wisata dengan pantai berwarna pink yang indah dan bersih. Alex mengamati wajah datar Naomi sambil memberikan sebotol air mineral. Cuaca laut memang panas.

Naomi hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan Alex. Berusaha menjaga jarak dengan terang-terangan. Alex yang menyadari itu tersenyum tipis dan semakin tertantang. Namun ditahannya dulu karena bagaimanapun saat ini mereka sedang bekerja.

"Akan ada 4 pulau yang akan di jadikan destinasi dalam satu tour nanti. Start dari hotel jam 5 subuh karena kapal akan berlayar di pagi hari. Dalam sekali persinggahan diberikan waktu minimal 2 jam. Bisa di kondisikan sesuai keinginan tamu. Dan pulau ini akan jadi destinasi pertama" 

Penjelasan Alex sangat detail dan berhasil memupus kecanggungan diantara mereka. Naomi pun bisa bernafas lega dan fokus bekerja.

"Apakah waktunya cukup? 4 destinasi rasanya terlalu banyak dalam satu hari. Bagaimana kalau tamu kurang puas?" Naomi berkalkulasi membayangkan jika berwisata dilakukan dengan terburu-buru pasti kurang menanamkan kesan yang mendalam.

"Kebetulan keempat objek wisata itu sangat potensial. Jika sehari hanya 2 kunjungan saja rasanya terlalu sedikit. Jika 3 kunjungan maka akan ada satu tempat yang seolah terabaikan. Masalah pembagian waktu, nanti bisa kita diskusikan lebih lanjut. Kita harus berkoordinasi dengan pihak penyedia kapal dan Pemda setempat agar di bukakan alurnya"

Naomi mengangguk menyetujui penjelasan Alex. Sesekali dia mengambil dokumentasi untuk membuat laporan perjalanan. Alex memandanginya dalam diam. Menikmati pemandangan indah dari siluet tubuh wanita itu.

"Kau benar.. dan sebaiknya kita melapor juga kepada Tetua setempat untuk meminta ijin.."

Alex memalingkan wajah saat Naomi meliriknya untuk meminta persetujuan yang kemudian dijawab dengan anggukan singkat. Alex enggan terpergok saat sedang memindai pujaan hatinya. Mereka pun beriringan menuju lokasi pemukiman warga dan kemudian menyelesaikan misi mereka berkunjung kesana.


---------

Hari sudah gelap saat akhirnya mereka tiba di hotel. Raut lelah terpantul di wajah keduanya. Meskipun begitu, tampaknya mereka sangat puas dengan hasilnya tadi. Hanya 2 dari 4 objek yang bisa mereka kunjungi karena mereka menghabiskan banyak waktu untuk mengeksplor dan beramah tamah dengan warga sekitar.

Saat tiba di depan pintu kamar, Alex berujar

"Lima belas menit lagi aku datang untuk mengajakmu makan malam. Mandilah dulu.."

Seharian ini Naomi cukup senang karena Alex sungguh sangat profesional dengan tidak mencampur adukkan masalah pribadi. Namun sekarang saat mereka sudah menyelesaikan pekerjaan, perasaan Naomi kembali disusupi kekhawatiran.

"Aku rasa sepertinya aku akan meminta layanan kamar saja. Badanku letih, aku ingin segera beristirahat" Naomi berkelit untuk menghindari berinteraksi dengan Alex. Pria itu menipiskan bibirnya sambil menatap jauh di kedalaman mata Naomi.

"Kau menghindariku?"

Pertanyaan dan tatapan nyalang itu membuat Naomi bergidik. Pria ini memiliki aura yang mendominasi dan sulit untuk di bantah. Tapi sekali lagi, Naomi bertekad untuk tidak memberikan celah sekecil apapun.

"Aku lelah dan ingin beristirahat. Bisakah kita tidak usah berdebat?" Mata Naomi balas memandang dengan ketegasan yang tidak bisa di abaikan. Sejenak mata mereka saling beradu menciptakan nuansa sengit. Seolah sedang bertarung mengunakan laser dari kedua bola mata.

Namun gelembung ketegangan itu segera terpecah saat Alex akhirnya mengalah dan menghembuskan nafas lelah. Dengan gerakan pelan, diambilnya keycard yang menggantung di tangan Naomi dan dibukanya pintu kamar wanita itu.

Dan dengan gerakan santai namun lihai, tangannya meraih bahu Naomi dan menuntunya untuk memasuki kamar.

"Malam ini aku tidak akan mendebatmu. Masuklah, bersihkan dirimu dan makan yang banyak. Aku akan memesankan untukmu selagi kau mandi. Kuharap besok kau sudah kembali bugar"

Naomi menyunggingkan senyum tipis tanpa terlihat oleh Alex. Cara pria itu memperlakukan dirinya sudah seperti Naomi adalah kepunyaannya saja. Tuan Pengatur ini benar-benar menganggap dirinya hak milik pria itu.

Tentu saja Naomi tidak mengutarakannya kepada Alex. Saat ini dia sudah selangkah di dalam kamarnya. Berbicara satu kata saja kepada Alex, sudah tentu akan menahan pria itu lebih lama.

"Selamat malam Alex, semoga tidurmu nyenyak" Naomi tersenyum tipis lalu menutup daun pintu tanpa menunggu jawaban pria itu.


----------

Di atas ranjang di dalam kamarnya sewaktu belum menikah, Daniel duduk dengan menyandarkan punggungnya. Senyum sumringah tersemat di wajahnya. Bayangan akan ciuman panas tadi dengan Intan kembali berputar. Hatinya berdebar gembira. Rasanya sudah lama dia tidak merasakan adrenalinnya terpacu seperti tadi. Perasaan ini sungguh membuatnya antusias. Belum pernah dia merasakan ketakutan tapi juga merasa penasaran disaat yang sama. Kombinasi itu menciptakan  rasa tertantang begitu kuat melingkupinya hatinya.

Kalau saja tadi orangtuanya tidak muncul, mungkin mereka akan berakhir dengan menikmati malam panas yang bergairah. Daniel kembali tersenyum membayangkan imajinasi liarnya. Intan, perempuan muda itu sepertinya membangkitkan insting berburu dalam jiwa Daniel. Memburu untuk menaklukan. Wajah polosnya yang membuat nadinya bergetar menimbukan tekad Daniel untuk merusak kepolosan itu dan mengajarkannya bagaimana cara bersenang-senang dengan liar.

Saat fikirannya membayangkan hal-hal mesum, ponselnya tiba-tiba berdering memecah lamunan. Nama istrinya muncul mengambang di permukaan layar. Daniel mengerjabkan mata. Dia sudah melupakan istrinya dan tidak pernah membalas pesan wanita itu. Dia ragu untuk menjawab karena fikirannya masih tersita untuk perempuan lain.

Seketika perasaan bersalah menggelayut dalam hatinya tapi belum cukup untuk membuatnya mengalah. Daniel lalu meraih ponsel dan menonaktikannya.

Lebih baik dia tidur saja. Biar saja Naomi diabaikan untuk sementara, karena sungguh Daniel tidak tau bagaiman untuk bersikap saat ini. Biarkan saja semuanya mengalir. Yang terjadi, terjadilah...

-----

Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang