Bab 11

1.1K 77 0
                                    

Alarm ponsel Naomi berbunyi dan membuat dua orang yang tertidur pulas itu menggeliatkan tubuhnya. Naomi segera membuka mata, menggeser perlahan lengan kekar yang melilit di pinggang dan meraih ponsel untuk mematikan deringnya. Dengan malas Naomi terduduk di tepi tempat tidur. Sesekali mulutnya terbuka menguap pertanda kesadaran belum sepenuhnya berada dalam dirinya. Diliriknya sang suami yang masih terlelap tapi dahinya sedikit berkerut.

Mungkin dia merasa terganggu karena Naomi sudah tidak ada lagi dalam pelukannya. Naomi terseyum dan mengelus sayang helaian rambut. Daniel yang lebat. Segera Naomi bangkit setelah melabuhkan sebuah kecupan kecil di rambut, kening, pipi dan hidung.

Naomi mencuci muka dan menggosok giginya sebelum menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Memandang wajahnya di cermin dan bertekad hari ini akan dimulai dengan baik. Lupakan semua masalah yang mendera rumah tangganya. Sejak kemarin, begitu kakinya berpijak di rumah ini, Naomi sudah mulai mengibarkan bendera putih. Disiapkan semua pakain Daniel ketika pria itu mandi. Dan segera turun menyiapkan makanan untuk suaminya karena Daniel tidak makan waktu di pesawat.

Saat Daniel selesai mandi dan melihat pakaian yang disiapkan Naomi, kemarahannya sedikit mereda. Begitu pula saat dia turun dan melihat makanan yang tersedia, kemarahannya sudah hilang sepenuhnya. Dia makan dengan tenang tapi tetap menampilkan wajah datarnya. Gengsi kalau harus mengakui dia tidak marah lagi.

Memang tadi saat beranjak tidur, Daniel tidak bisa lagi menahan harga dirinya untuk tetap bersikap acuh. Ditariknya tubuh Naomi yang sudah terlelap dan di usapnya dengan sayang punggung wanita itu, sambil sesekali disematkannya ciuman mesra ke pelipis dan pucuk kepala istrinya. Lalu menyusul Naomi ke alam mimpi.

"Kamu masak apa?"

Naomi berjengkit kaget saat lengan Daniel melingkar di perutnya. Dagunya menyender di pundak Naomi dan hembusan nafasnya menggelitik di telinga Naomi. Hampir saja dia menjatuhkan sebutir telur yang hendak dia goreng.

"Daniel, kamu mengejutkanku" Naomi mengelus dadanya dan mematikan api. Daniel hanya terkekeh dengan tingkah Naomi. Kembali ditanamkannya ciuman-ciuman ke wajah samping sang istri.

"Aku punya hal yang lebih mengejutkan lagi selain ini"

Seringai Daniel muncul tak bisa di tahan. Dia semakin mengeratkan pelukannya.

"Aku siap dengan kejutanmu Daniel, tapi sebelumnya kita harus sarapan dulu. Aku hanya memasak nasi goreng karena kulihat masih ada sisa nasi kemarin. Kamu mau pakai telur atau sosis?"

Naomi melangkah terseok mendekati lemari es, sementara Daniel masih menempel seperti gurita ditubuhnya.

"Aku mau telur setengah matang dan sosis supaya aku kuat memberikan kejutanku"

Daniel menjawab dengan pasti dan semakin mengetatkan pelukannya. Tidak sedikitpun ada niat menutupi maksudnya. Naomi sudah tahu kebiasaan suaminya ini. Gairahnya memang tinggi, pun amarahnya juga tinggi. Kedua hal yang sulit dia kendalikan.

"Supaya kejutanmu segera terealisasi, kau bisa duduk manis di situ sambil menungguku menyiapkan pesananmu" Naomi menunjuk ke arah kursi pantry yang menghadap ke dapur. Berusaha menyiapkan sarapan sambil mengikuti permainan yang dilancarkan suaminya.

"Baiklah Nyonya. Lima menit cukup untuk menyiapkan semuanya"

Daniel beranjak dari istrinya setelah melabuhkan kecupan panas yang tercetak jelas di leher Naomi. Lima menit lebih dari cukup untuk memasak telur dan sosis. Nasi goreng sudah matang sedari tadi. Lagipula Daniel tidak tahan bila menunggu lebih lama lagi.

Daniel duduk dalam diam sambil menatap intens pergerakan Naomi. Bagaimana caranya memecahkan telur, membalik sosis dan menggerakkan wajan. Lekukan pinggangnya yang ramping semakin jelas karena tali ikatan celemek mempertegas penampakannya. Rambutnya yang digulung tinggi yang semakin menonjolkan leher jenjangnya, semakin memikat karena bulir-bulir keringat membasahi kulitnya.

Tersamar sebuah tanda merah yang baru saja Daniel buat terlihat sebagai bukti hasratnya yang menyala pagi ini. Penampakan itu semakin membangkitkan gejolak dalam tubuh Daniel. Rasa nyeri seketika merambat dalam setiap pembuluh darahnya. Terhubung sampai ke ujung sana.

"Ahhh.. aww.." Tiba-tiba Naomi menjerit tertahan saat cipratan minyak panas mengenai pergelangan tangannya. Daniel yang terkejut dengan kesakitan Naomi segera menegakkan tubuhnya. Namun bukan kesakitan Naomi yang menjadi fokus Daniel, melainkan desah yang keluar dari mulut perempuan itu yang sambil sekilas menutup mata. Sinyal keinginan kuat bertekanan tinggi mengambil alih kesadaran Daniel.

"Cukup!! Kita tak butuh sarapan sialan itu untuk menikmati kejutanku. Lupakan sosis dan telur itu. Itu bisa menunggu. Yang ini tidak bisa ditunda lagi"

Daniel bergerak cepat dengan sedikit membungkuk di depan Naomi, lalu dengan kecepatan yang mencengangkan memikul tubuh wanita itu. Membawanya sambil setengah berlari menuju kamar mereka.

Untunglah Naomi masih sempat mematikan kompor sebelum tadi Daniel memanggulnya. Suaminya itu begitu tergesa-gesa. Saat tiba di kamar, Daniel langsung mengungkung tubuh Naomi dan memulai perburuannya. Dirinya sudah seperti singa kelaparan yang baru saja mendapatkan daging segar. Tak berjeda dan tak terhentikan. Naomi sendiri sudah memasrahkan sepenuhnya dirinya kepada suaminya itu. Siap memulai hari dengan adrenalin yang berpacu cepat.

----

Daniel dan Naomi bisa sampai di kantor masing-masing tepat pada. Meski akhirnya sarapan yang disiapkan Naomi berakhir dengan sia-sia. Tak ada kesempatan lagi bahkan hanya untuk memasukkan ke wadah agar bisa mereka bawa ke kantor. Suaminya itu benar-benar buas dan tak kenal lelah. Naomi bahkan masih kesulitan untuk berlama-lama berdiri, apalagi tadi mereka melewatkan sarapan. Namun berbanding terbalik dengan penampilannya, Daniel sangat bugar, senyum berbinar tidak pernah lepas dari wajahnya.

Setelah mengantar Naomi, Daniel melaju menuju kantornya. Daniel memiliki perusahaan yang bergerak di bidang jasa akuntan publik independen. Perusahaannya sering diminta oleh perusahaan lain untuk melakukan audit investigasi mengenai aliran dana dalam perusahaan yang menyewa jasanya. Usaha Daniel terbilang cukup sukses. Dia pertama mendirikan perusahaan dengan suntikan modal dari orangtuanya.

Dan sekarang perusahaan Daniel adalah salah satu perusahaan yang sangat diperhitungkan integritasnya dalam bidang tersebut. Daniel dan kedua orangtuanya sudah meminta Naomi meninggalkan pekerjaannya dan bergabung ke perusahaan Daniel. Namun Naomi menolak secara halus. Naomi ingin mandiri tanpa campur tangan siapapun.

Naomi merasa malu kalau harus bergantung kepada orang lain padahal sebenarnya dia masih muda dan merasa amat sangat mampu untuk meraih cita-citanya sendiri. Naomi paham dan sangat menghargai dengan tulus niat baik mertuanya, namun Naomi merasa jika dirinya terbiasa dengan bantuan, maka potensinya akan perlahan hilang sebelum berkembang. 

Dengan alasan tersebut, kedua mertuanya bisa memaklumi pandangan Naomi. Mereka juga mempertimbangkan jika perusahaan yang Daniel rintis mengalami masalah, setidaknya Naomi tidak ikut terdampak. Danielpun akhirnya mengikuti anjuran kedua orangtuanya.

Walaupun demikian, yang tidak mereka ketahui bahwa sebenarnya Naomi menutupi alasan utama atas keengganannya bergabung dengan Daniel. Alasan yang paling besar adalah sifat pria itu. Daniel akan menjadikan itu sebagai senjata untuk menyakitinya saat dia marah. Menghina dan menjatuhkan mentalnya sebagai pengemis yang menadahkan tangan untuk dikasihani. Ya, Naomi memahami karakter suaminya itu. Karenanya, Naomi selalu berusaha membentengi diri sebelum semuanya terjadi.

--------

Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang