Hari Kedua Puluh Empat Tanpamu: Buku Harian Ibadah

171 24 0
                                    

Momen haji tahun 2018 bagiku merupakan titik balik dari semua kisah perjalanan kehidupan suamiku. Sebagai orang yang paling dekat, aku bisa merasakan banyak sekali perubahan dirinya setelah pulang dari haji.

Salah satunya adalah dalam beribadah. Aku melihat setelah pulang dari tanah suci dia terlihat lebih khusyuk. Setiap salat wajib selalu berusaha untuk salat berjemaah di masjid. Bahkan keinginan untuk bisa selalu salat wajib berjemaah di masjid membuat tekadnya untuk keluar dari pekerjaan sangat besar. Dia ingin berwiraswasta di dunia pertanian yang jam kerjanya fleksibel sesuai dengan kebutuhannya. Namun sayang, sampai dengan meninggalnya keinginan tersebut belum sempat terwujud.

Selain keinginannya selalu salat wajib berjemaah di masjid, dia juga berusaha untuk selalu bisa salat empat puluh raka'at dalam satu harinya.

"Menurut Bunda, apa hikmah salat arbain di masjid Nabawi ketika haji?" tanyanya padaku suatu ketika setelah dia melakukan tadarus paginya.

Salat Arbain adalah salah satu ibadah yang dilakukan jemaah haji di Kota Madinah al Munawarah, yaitu salat fardu berjamaah di masjid Nabawi selama empat puluh kali berturut-turut bersama Imam Masjid.

"Menurutku hikmahnya adalah bahwa kita bisa mencontoh salat arbain di masjid Nabawi tersebut dengan melakukan salat empat puluh rakaat dalam kehidupan kita sehari-hari. Yaitu salat wajib tujuh belas rakaat. Salat tahajud dan witir sebelas rakaat. Salat duha dua rakaat . Salat rawatib sepuluh rakaat. Dua rakaat sebelum salat Subuh dan Zuhur. Dua rakaat setelah salat Zuhur, Magrib, dan Isya," lanjutnya panjang lebar.

"Kalau bisa minimal itu kita lakukan setiap hari, Nda," katanya lagi

Diskusi seperti itu sering kami lakukan di waktu pagi setelah dia melakukan tadarus. Pada saat itulah aku banyak menimba ilmu agama darinya.

Saat di Mekah, suamiku ikut pengajian di masjid sebelah hotel tempat kami menginap. Pengajian yang diselenggarakan oleh orang Indonesia yang menetap di sana. Di pengajian tersebut setiap jemaah diberi semacam buku harian untuk memandu kegiatan ibadah mereka selama melaksanakan ibadah haji. Suamiku pun memberiku satu buku harian ibadah tersebut. Di situ kita menulis setiap ibadah yang dilakukan. Sudah ada poin-poin yang tertulis. Kita tinggal menjawab ya atau tidak. Misalnya apakah salat Subuh kita berjemaah atau tidak. Kita melaksanakan salat Dhuha atau tidak. Hari ini kita bersedekah atau tidak. Kalau bersedekah berapa nominalnya? Apakah hari ini kita sudah tadarus? Berapa juz? Begitu seterusnya sehingga kita bisa mereviu kembali ibadah kita pada akhir pecan atau akhir bulan. Bagian mana yang harus ditingkatkan lagi.

Awalnya aku pun menulis setiap kegiatan ibadahku di buku tersebut. Namun, lama-lama aku bosan sendiri. Mungkin hanya bertahan satu minggu. Begitulah aku yang gampang bosan, padahal sebetulnya hal tersebut sangat baik agar ibadah kita bisa terpantau sendiri. Untuk suamiku tidak perlu diragukan lagi. Bukunya penuh catatan dan rapi.

Masyaallah, di sinilah aku merasakan besarnya tekad suami untuk bisa khusyuk dalam beribadah. Buku harian ibadah dari Mekah itu dia bawa pulang. Kemudian dicetak dan diperbanyak sendiri. Dia tetap konsisten mengisi kegiatan ibadah hariannya di buku tersebut.

Sebetulnya dia juga mengajakku untuk melakukan hal yang sama, tetapi aku berkilah tidak perlu dan malas untuk menulis. Namun, meskipun tidak menulisnya, aku berjanji untuk mengikuti semua ajakannya dalam rangka meningkatkan kualitas ibadah. Seperti salat, tadarus, sedekah, dan lain lain.

Sebetulnya alasan utamanya adalah aku khawatir kalau semua kegiatan ibadahku ditulis di buku harian tersebut akan ketahuan banyak yang bolong karena aku kerap melewatkan ibadah yang tidak wajib. Semoga tidak ditiru anak-anakku nanti.

Hari ini aku merapikan buku-buku harian ibadah miliknya. Aku menjadikan satu dan menyimpannya di lemari. Akan aku kenang dan kujadikan cambuk untuk bisa beribadah dengan lebih baik lagi.

#Selasa, 29 Desember 2020

Tiga Puluh Hari TanpamuWhere stories live. Discover now