1

1K 69 2
                                    

Oooh, here

Oooh, here

Oooh, here

"Hoy, Messy, diam dong! Suaramu mengganggu hafalanku nih!"

So pardon my manners

"Hoyt! Dengar tidak sih? Messy! Mau ngajak berantem yaa?!"

I'll be here

Oooh, here

Oooh, here

Oooh, here

"Woy dasar Messy!"

Pintu apartemen yang terbuat dari besi setebal 4 inci itu didobrak paksa oleh seorang pria berwajah lumayan rupawan dengan tahi lalat di sebelah mata kirinya. Pakaiannya berupa kemeja abu-abu kusam beserta pena yang diselipkan di sakunya agar terlihat pintar. Ia adalah George, tetangga yang tinggal di apartemen sebelah.

Nyanyian indah itu terhenti begitu George masuk. Seorang remaja berusia 18 tahun yang sedang berbaring telentang di sofa nyaman dengan buku manga kesukaannya bangkit dari sana dengan tidak rela.

"Apaan, sih, Kak George? Mengganggu orang bersenang-senang saja!" Keluhnya kesal, manga di tangannya di lemparkan ke atas meja kopi yang posisinya berada tepat di samping sofa panjang yang ia tiduri.

"Oy, Messy, pelankan suaramu sedikit, oke?" Pinta George sambil memijit pelan keningnya yang berkerut. Kelihatannya ia pusing benar dengan kondisi saat ini.

"Eh? Apa aku melewatkan sesuatu yang menarik? Kenapa pakaianmu rapi begini, Kak? Kamu ingin melamar pekerjaan lagi?" Pertanyaan bertubi-tubi datang dari mulut pemuda bernama Theos Dio Follia yang akrab dipanggil Messy itu.

"Jangan bilang kamu lupa ini hari apa?" George memandang anak laki-laki di depannya dengan tatapan tidak percaya. Dia sampai melupakan hari sepenting ini, bagaimana sebenarnya kehidupannya tanpa bantuan orang lain yang selalu mengingatkannya?

"Err, bukankah ini hari libur sedunia?" Theos menggaruk pipinya yang tidak gatal dengan terkekeh pelan.

Bukannya dia sengaja, tapi semua orang tahu dia tidak benar-benar mempedulikan hal lain kecuali manga, anime, perkelahian, senjata, permen, dan obat-obatan tersayangnya. Bahkan kehidupan sehari-hari nya begitu berantakan. Untunglah dia sudah menyelesaikan pendidikannya 3 tahun lalu sebelum terjun ke dunia mafia hingga saat ini. Rencananya dia akan pensiun ketika berusia 22 tahun.

Urat-urat kejengkelan muncul di wajah George, "dasar bocah ini! Ini hari pernikahan Seon dan Fynn tahu?!!"

Theos mengangkat bahunya santai, "tidak."

"Karena itu sekarang aku memberitahumu! Cepat ganti baju dengan pakaian yang sopan! Kita akan berangkat bersama ke lokasi pernikahan mereka."

"Bisakah aku tidak mengikuti acaranya? Aku belum selesai menamatkan volume terakhir dari manga Tokyo Revenger ini." Theos meraih manganya yang sempat terlupakan dan hendak membacanya tetapi dihalangi lagi oleh George.

"Tidak! Lagipula kau sudah menamatkan manga itu sejak 3 bulan lalu! Ayolah Messy, ini tidak akan memakan waktu lama."

Dengan terpaksa, Theos berdiri dan memasuki kamarnya untuk mengganti baju sambil bersungut-sungut. Dari dalam kamarnya, terdengar suaranya bertanya, "nee, Kak George, apa yang sedang kau hafalkan tadi? Suaramu berisik tahu."

Tidak ada jawaban dari orang yang sedang menunggu di luar. Theos memutar bola matanya yang berwarna ungu malas dan membuka pintu kamar dengan lesu. Matanya berkedip cepat, berusaha mengenyahkan kantuk yang tiba-tiba datang. Padahal semalam dia sudah tidur 2 jam lebih awal dari jam tidur biasanya.

Theos mengintip dari balik bahu George, pria yang lebih dewasa sedang memegang kertas lusuh yang kelihatan sudah dilipat berkali-kali. Mulutnya sibuk mengguna tidak jelas, seperti sedang merapal mantra.

"Nani kore?" Tanyanya sambil menunjuk kertas itu.

George tersentak dan membuat jarak selebar 4 meter di antara keduanya. "Messy! Sudah kubilang jangan melakukan hal-hal yang di larang kan?"

Theos nyengir tak bersalah, giginya yang bersinar putih terlihat menyilaukan bagi mata George.

"Mattake! Aku akan menjadi wali dari pihak mempelai perempuan di pernikahan kali ini. Tapi aku belum berpengalaman, jadi pendeta menyarankan untuk membuat catatan kecil ini agar aku lebih mudah menghafal." Jelasnya sembari melipat kembali kertas itu.

Setelah melirik ke arah Kouhai-nya yang kacau itu, sekedar memastikan dia memakai pakaian yang sopan, ia mengangguk setuju dan mendahului Theos membuka pintu keluar apartemennya yang hampir roboh akibat terjangan George di awal tadi.

"Ayo pergi sekarang, kita harus tiba sebelum acara dimulai."

Di luar apartemen, tiba-tiba saja mobil Porsche merah berhenti di hadapan mereka dan menembakkan 5 peluru berturut-turut ke arah Theos. Setelahnya sang pengemudi melarikan mobil dengan mengebut, meninggalkan George dengan tubuh Kouhai yang sudah ia anggap adiknya sendiri itu berlumuran darah.

"Theos!" George meneriakkan namanya dengan keras, ia bergegas mendekati pemuda itu namun dipaksa mundur oleh tangan pemuda itu.

"Haa-- jangan mendekat kesini, George, aku kotor tahu? Nanti kemeja resmi mu itu ikut kotor." Setelah menarik napas panjang, Theos berusaha menekan aliran darah yang makin merembes keluar.

Percuma, kelima peluru itu sudah tertanam di tubuhnya, mustahil untuk menghentikan pendarahan tanpa terlebih dahulu mengeluarkan peluru.

"Apa kau gila, sialan!" Bentak George kesal dan marah, ia hendak mengangkat tubuh Theos dan membawanya ke dalam lagi untuk kemudian mengobatinya. Karena di dalam apartemen keduanya sudah dilengkapi dengan fasilitas medis.

"Percuma, Kak George." Suara Theos melembut, nafasnya semakin tersendat akibat kesulitan menghirup oksigen. Tangannya yang berlumuran darah merogoh kantong celananya sebelum mengeluarkan kunci kecil berwarna emas itu.

"Ini--" perkataan Theos sempat terputus sejenak, ia mengambil napas sejenak sebelum melanjutkan. "Berikan ini pada Fynn, oke? Katakan padanya, ini adalah hadiah pernikahan dari orang yang paling mengaguminya sebagai seorang kakak, seorang wanita, dan seorang pembunuh."

George tercengang sebelum meraih kunci itu dan mengepalkan tangannya. Ia bukan orang bodoh, ia tahu mustahil untuk membawa pemuda itu ke dalam dan mengeluarkan kelima peluru dari tubuhnya tanpa membuatnya cedera lebih lanjut.

"Sial!! Padahal ini hari yang penting baginya. Kenapa--" "GEORGE!!!"

George tersadar dan memalingkan wajahnya yang ia tenggelam kan pada telapak tangannya.

"Dengar, sekarang pergilah ke gereja dan nikmati pernikahan mereka dengan tenang! Semua---" "MANA MUNGKIN AKU BISA MENIKMATI PESTA DI SAAT SEPERTI INI BODOH!!"

"Selain pernikahan mereka, semuanya tidak penting. Keadaan sekitar tidak penting. Aku--- aku tidak penting," pada akhir kalimat, ia gemetaran. " Pergilah sekarang sebelum acara dimulai."

Tiba-tiba, pandangan George berubah kosong. Ia berbalik meninggalkan Theos yang masih terbaring lemah di lantai dan menjauh. Theos memandangi punggung nya dengan sedih.

'Maafkan aku, George.'  Batin Theos lesu.

Itulah spesialisasinya selain berkelahi, ia mahir menghipnotis. Selama ini, ia menggunakannya untuk mempermudah urusannya. Dan sekarang, ia menggunakannya untuk mempermudah kematiannya.

'Yah, walaupun sayang sekali aku belum sempat menamatkan manga itu untuk keempat kalinya.' Gumam Theos sambil tersenyum sebelum matanya menutup, untuk selamanya.

Nah, gimana menurut para readers sekalian mengenai awal cerita ini?

Oh ya, buat yang nanya kenapa Mo bikin beberapa cerita dengan tema Tokyo Revenger, karena Mo lagi nge-fans berat ama filmnya, jadi maklumlah ya. Sampai bela-belain Hiatus di cerita lain cuma buat bikin cerita kayak gini.

At least, jangan lupa vote dan komen ya!( ꈍᴗꈍ)

SWEET CANDY 🍬 [TOKYO REVENGERS X MALE READER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang