4 | Protagonist

249 65 9
                                    

"We are the protagonist in our own story."

___oOo___

Maven menyetir mobil dengan tegang. Cewek disebelahnya sudah berkali-kali menghela napas dan terdiam dalam renungannya sendiri. Untuk memecah kecanggungan, Maven menyalakan radio, dan musik pun terdengar mengalun sepanjang perjalanan mereka.

Maven mulai bersenandung mengikuti irama musik barat yang didengarnya.

"Ngomong-ngomong..." Edith membuka suara.

"Hmm?" Maven menghentikan senandungnya.

"Sorry atas semua kekacauan yang gue kasih hari ini." Ungkap Edith. "Gue pikir kepala gue mengalami sedikit disorientasi atau semacamnya lah... makanya gue sempet kena panic attack juga tadi..."

"No worries. I hope you are feeling better now," balas Maven.

"Tapi Lo beneran gak kenal gue siapa?"

Maven hanya terkekeh geli. "Edith 'kan? Lo ngigau nyebutin nama lo berkali-kali pas lo pingsan tadi."

"Iya bener, nama gue Edith." Edith ikut mengulum tersenyum. Dia lega, tidak semua orang mengeyam gosip buruk tentang Athena, tidak semua orang juga kenal dengan wajahnya yang sudah dicap buruk. Cowok disebelahnya ini salah satunya.

"Walaupun suatu saat nanti, Lo ngeliat gue dengan nama lain... gue harap lo tetep mengenal gue sebagai Edith."

"Maksudnya?" Maven heran.

"Paling nggak di dunia ini ada satu orang yang tahu kalo nama gue Lisara Edith, meski kita mungkin gak akan pernah ketemu lagi." Sekarang Edith menatap lurus dan tatapannya sayu. Dia menoleh ke luar jendela, melihat sepanjang jalan yang belum dianggapnya begitu nyata.

"Gue emang aneh ya, pasti lo anggap gue kayak orang gila..." Edith bergumam sendiri.

"Gue gak mikir begitu." Maven melirik kemudian berdehem pelan. "Lo pernah denger istilah depersonalisasi?"

Edith menggeleng.

"Gangguan depersonalisasi mungkin yang kayak lo alami tadi... its like a feeling... or a belief... that... everything arounds you isn't real. Kalo ngalamin itu, lo bakal ngerasa dunia yang lo tinggali itu seolah gak nyata..." Jelas Maven.

"Like living inside a novel?" Tanya Edith.

"Like living inside a novel," ulang Maven.

"Kalo gitu gue mau tanya sesuatu hal yang absurd banget. Boleh?"

"Go on." Saut Maven.

"Seandainya lo transmigrasi ke dalam novel jadi antagonis terus terjerat sesuatu hal yang bener-bener buruk sama protagonisnya apa yang bakal lo lakuin?"

"Itu yang lo alami?"

"Maybe." Jawab Edith sambil mengedikkan bahunya.

Maven terlihat diam beberapa saat sebelum menjawab, "hmmmm.... Tergantung kalo begitu. Si antagonis ini siapa dan si protagonis ini siapa."

Rambu hijau berubah merah. Dalam perhentian mereka, tiba-tiba Edith menatap nanar sebuah layar iklan biskuit di depan mereka. Jari telunjuknya terangkat mengarah kesana. "itu protagonisnya."

Maven sedikit membungkukan badan untuk melihat layar besar yang ditunjukan Edith.

Seorang gadis dengan pahatan sempurna, bibir merah merona dan mata yang indah tersenyum riang menjadi bintang utama iklan tersebut. Pertama melihat wajahnya, Edith akui pesonanya tidak terbantahkan.

Epilogue For The AntagonistHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin