t a e h y u n g

389 63 7
                                    

Tubuhnya berdiri kaku di taman rumah sakit jiwa dengan pandangan mata sendu melihat seorang lelaki yang beberapa minggu ini menjadi temannya. Sedang memeluk tubuh ringkih seorang paruh baya yang tengah berontak.

'Taehyung ... hanya hidup berdua dengan ayahnya. Ayahnya keras. Taehyung tidak pernah diberi kesempatan untuk memilih. Hidupnya harus memenuhi ekspektasi sang ayah. Rumahnya penuh penjaga, kemana-mana diawasi. Dia tidak bisa bebas.'

'Ibunya?'

'Sakit. Ibunya sakit jiwa sejak tiga tahun lalu. Belum sembuh. Depresinya sulit disembuhkan. Sejak menjalin hubungan, Tuan Kim selalu berlaku kasar. Bahkan sampai mereka menikah tidak pernah berubah. Ingin sekali lepas, tapi tidak bisa. Seolah ada borgol permanen yang dikunci di pergelangan tangannya. Masalah pada umumnya. Keluarga Ibu Taehyung terikat kontrak dengan perusahaan Kim Corp.'

'Kenapa tidak melapor ke polisi saja, hyung?'

'Suga-ya ... memang orang  kecil bisa apa jika dihadapkan dengan penguasa? Tuan Kim punya akses ke semua lembaga. Bahkan ketika ia dilaporkan dengan tuduhan kekerasan dalam rumah tangga, ia dengan mudah lepas. Kau tau sendiri, kan potensi keberadaan uang di dunia ini? Seakan-akan uang di atas segalanya. Keadilan seolah-olah tertutup bagi orang yang tidak punya kuasa.'

"Yoongi? Sudah kubilang jangan keluar rumah, kan?"

Itu Taehyung. Beberapa menit lalu matanya tidak sengaja melihat keberadaan 'Yoongi' saat ia masih menenangkan sang Ibu. Lalu, meminta tolong perawat agar mengantarkan ibunya kembali ke kamar untuk istirahat.

"Brengsek!"

Kepalan tangannya mendarat kasar di rahang kiri Taehyung. Membuat empunya terkejut dan meringis ngilu.

"Yoongi!"

"Kau! Apa yang kau lakukan sampai Yoongi dipanggil polisi?!"

Taehyung merengut bingung. 'Yoongi' di depannya menyebut nama Yoongi sendiri. Otaknya seketika lambat memproses. Apa maksudnya?

Suga mengerang frustasi. Tidak ada waktu untuk menjelaskan semuanya pada Taehyung. Ia hanya ingin tau bagaimana bisa polisi menemukan Yoongi dan menyeretnya dalam kasus kematian Park Jimin.

"Kau bilang semua bukti sudah kau singkirkan. Tapi, kenapa hyungku bisa tertangkap, sialan?!"

"Kau ini bicara apa, sih. Kau Yoongi dan siapa yang kau sebut hyung?"

Suga mengusap wajah kasar, "Aku bukan Yoongi. Namaku Suga. Dan yang terpenting sekarang adalah, Yoongi di kantor polisi. Polisi menemukan ponsel Jimin. Dan kau bilang kau sudah menyingkarkan semua bukti?! Omong kosong!"

Maniknya melebar. Penjelasan singkat yang mampu membuat jantungnya berdetak abnormal. Fokusnya bukan pada pengakuan Suga, tapi lebih merasa khawatir karena orang yang membuat hidupnya lebih berwarna kini telah tertangkap polisi.

"B-bagaimana bisa?"

"Tanyakan itu pada dirimu sendiri, Kim Taehyung!—

—oh ... atau kau sengaja ingin memberitahu polisi kalau Yoongi yang membunuh Park Jimin, ya?"

"TIDAK! Jaga bicaramu, brengsek!"

"Apapun itu, Kim Taehyung. Kau harus jadi saksi dan buat alibi selogis mungkin!"

Yoongi memang belum jadi tersangka. Tapi, melihatnya dipanggil polisi pagi ini untuk diperiksa membuatnya panik dan gelisah. Suga sudah berjanji dengan dirinya sendiri bahwa ia akan menjaga Yoongi dari apapun yang menghalangi kebahagiaannya.

***

Kepala Taehyung berdenyut nyeri setelah mendengar semua penjelasan Suga. Mulai dari sikap yang kerap berubah-ubah sampai alasan kenapa Suga mau menggantikan Yoongi di sekolah.

"Jadi, bagaimana kau tau kalau kau ternyata punya kembaran?"

"Tidak sengaja bertemu waktu Yoongi kerja paruh waktu. Sejak saat itu aku selalu mengikutinya dan mengetahui bahwa ia tinggal di panti."

"Kau tau dan tidak berusaha mengajaknya tinggal bersama?"

"Saat itu, aku masih belum punya nyali. Aku masih punya masalah yang harus aku selesaikan dan kau tidak perlu tau. Intinya, hidupku dengan hidup Yoongi tidak jauh berbeda. Kami menderita. Bahkan kata orang kalau panti adalah tempat asuh yang baik, ternyata tidak untuk Yoongi. Dia selalu dapat bullyan, bahkan pengurus panti tidak menyukainya karena Yoongi sakit-sakitan."

Suga terkekeh miris, "Apa Tuhan sebenci itu sampai tidak ingin kebahagiaan datang pada kami?"

Taehyung tersenyun tipis. Hatinya  mendecih ikut mengiyakan kalimat seseorang yang duduk di sampingnya sembari dongakkan kepala ke atas. Langit begitu cerah hari ini, tapi tidak dengan keadaan yang sedang terjadi.

***

"Min Yoongi, benar?"

"Ya."

"Kami menemukan ponsel korban di tumpukan daun kering belakang sekolah kalian. Dan kami menemukan bahwa anda di daftar telepon terakhir yang dihubungi korban."

Yoongi hanya bisa diam di tempatnya duduk. Atmosfer tegang membuatnya begitu tidak nyaman dan ingin sekali keluar dari tempat sempit itu.

"Sekitar pukul 9 pagi. Apa benar kau bersama Park Jimin?"

"Ya."

"Apa yang kalian lakukan?"

"Aku ... dibully. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di sekolah itu. Dan kalian pikir seseorang yang selalu dirisak tidak sakit hati? Seseorang yang dirisak bukan hanya sakit fisik, tapi juga mental dan hati! Dan pada akhirnya, orang yang selalu menerima penindasan ini benar-benar lelah—


—dan tidak sengaja membuatnya mati."






To be continued...

d e r n [COMPLETE]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora