V - Memori Arjuna

2.4K 322 6
                                    

---
Taman belakang itu jarang dikunjungi, selain tempatnya yang paling jauh dan tertutup antara dinding kelas dan pagar, tidak ada yang bisa dilihat selain rumput hijau dan sebuah pohon mahoni.

Tidak seperti taman yang lain, hanya ada sebuah bangku taman yang sudah karatan disana. Menghadap lurus kearah tembok sekolah yang menjulang tinggi. Benar-benar tidak ada pemandangan apa-apa disana.

Jadi ketika Juna mendengar langkah kaki mendekat, ia menoleh kaget. Hampir tidak pernah ada yang mendatangi tempat ini. Dan ketika matanya menemukan seorang gadis berdiri canggung menatapnya, Juna hanya memalingkan wajah.

Gadis itu ternyata tidak pergi, justru mendekat dan ikut duduk disampingnya.

"Kamu--ngerokok?"

Juna hanya diam. Menyesap panjang benda itu sebelum mematikannya dengan ujung sepatu.

Ia bangkit, menepuk seragamnya pelan sebelum melangkah dari sana. Namun sebuah tangan memegang lengannya.

"Jangan lari lagi, Ju."

Juna terdiam beberapa saat. Lantas melepaskan pegangan itu dengan pelan. Helaan napasnya terdengar lelah.

"Ayo pulang,"

Ucapan itu nyaris seperti bisikan. Permintaan itu diucap dengan sangat pelan. Sampai Juna tidak merasa harus menanggapinya.

"Ada aku, Juna. Ada aku,"

Juna menggeleng pelan. "Gak cukup!"

Kalimat itu singat, tandas dan menggetarkan. Juna tidak lagi menahan langkah, tanpa menatap gadis itu ia menjauh dari sana. Meninggalkan gadis yang tadi memegang lengannya. Meninggalkan gadis yang kini terduduk dan mulai menangis tanpa suara.

Gadis itu hanya tidak tahu, Juna masih berdiri disana. Dibalik tembok kelas hanya untuk menemani gadis itu meratapi dirinya. Dalam diam. Dalam keheningan yang pekat.

---

Sagara sudah dijemput oleh sebuah mobil mewah dan dua orang laki-laki berseragam serba hitam, menarik perhatian banyak orang disana didepan gerbang sekolahan. Berbisik menebak siapa cowok itu sebenarnya.

Sagara yang saat itu berjalan beriringan bersama Juna, tentu langsung masuk mobil langsung, berpamitan pada Juna dengan tergesa. Tidak ingin menarik perhatian orang-orang semakin lama.

Juna tidak begitu mengenal keluarga Sagara sebenarnya, tapi ia tahu anak itu juga berasal dari keluarga terpandang dengan prestasi yang tidak main-main sebelum memutuskan untuk kembali ke Indonesia.

Siapa yang mengira Sagara sianak pendiam itu adalah atlet internasional yang amat terkenal, bagaimana mungkin ia dan semua orang di Aseelah tidak mengenalinya selama ini?

Juna menyadari, selain Raka, Sagara juga sama berbahayanya. Satu persatu mulai muncul kepermukaan. Jika Raka terang-terangan, Sagara justru sangat diam. Diam yang menenggelamkan.

Juna sudah sampai ditempat tujuannya,  berganti seragam dan memakai sarung tangan. Ia meregangkan badan sebentar sebelum naik keatas ring.

"Baru pulang?"

Juna hanya mengangguk. Bersiap-siap untuk sesi latihannya di ring boxing. Laki-laki berumur tiga puluhan diseberangnya tertawa pelan.

"Bentar lagi lo lulus. Gak mau belajar aja pulang sekolah?"

Juna mendengus. "Ini gue juga lagi belajar,"

Laki-laki itu kembali tertawa. Lalu mendekat ketengah ring. Mulai sesi latihannya dengan anak laki-laki itu.

Senja Yang Redup [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang