9 | Wedding Day

1.9K 320 94
                                    

9| Wedding Day



TERNYATA hari ini tiba juga.

Hinata menatap cermin di depannya, riasan pengantin yang tampak flawless membuat ia berkedip mencoba untuk percaya jika hari pernikahannya telah tiba. Hinata juga meraba kalung pemberian Kushina, sebuah perhiasan yang sangat ia sukai desainnya. Tidak terlihat kuno, bahkan tampak sangat elegan bersanding dengan gaun putihnya yang sederhana. Hinata masih tidak mampu mempercayainya ketika orang-orang berlalu lalang menyiapkan pernikahannya, begitupun sang Ibu yang menatapnya dari arah cermin. Hikari tersenyum dan mengusap kedua bahu Hinata, tampak kagum dengan kecantikan Putri Sulungnya. Sedangkan, jantung Hinata berdetak cepat sedari tadi, kebohongan semacam pernikahan benar-benar membuatnya sedikit tremor. Tentu saja, kehadiran para tamu membuatnya benar-benar tak habis pikir jika ia dan Naruto sanggup melakukan ini.

Dua minggu sebelum pernikahan, Naruto resmi membuat kesepakatan di atas materai tentang pernikahan mereka.

Diantaranya;

1). Kamar adalah ruang privasi yang tak boleh di jamah oleh kedua belah pihak.
2). Tidak ikut campur masalah pribadi.
3). Memberikan kebebasan seperti saat sebelum menikah.
4). Memiliki ruang kerja pribadi.
5). Tidak ada anak di dalam pernikahan.
6). Melakukan perceraian setelah enam bulan pernikahan.
7). Jika memiliki seseorang yang di cintai, pernikahan bisa berakhir kapan saja.
8). Kerja-sama antar perusahaan akan berlangsung permanen jika hasilnya kompeten.
9). Saling mengabari.
10). Tidak mengatur pola hidup.

P. S ketentuan semacam itu permanen, namun sifatnya minor. Jika kedua keluarga mendesak memiliki anak, kedua belah pihak bisa mengalihkannya hingga enam bulan masa pernikahan berakhir.

Perjanjian itu di sepakati oleh Hinata karena ia merasa semua peraturan sesuai keinginannya, entah jenis lelaki seperti apa sosok Namikaze Naruto hingga memiliki perempuan di hidupnya sangat mustahil. Naruto serupa kaul selibat, mengapa lelaki itu tidak sekalian saja menjadi biksu? Untuk apa repot-repot menjalani kehidupan modern yang tidak jauh-jauh dari wanita dan harta.

"Kau harus pindah ke ruang pengantin sayang." Tutur Hikari, Hinata mengangguk menurut. Ia berdiri dan Ibunya menuntun langkahnya untuk ke ruang khusus pengantin, dimana ada sofa berhias dengan rangkaian bunga. Teman-teman terdekat Hinata atau anggota keluarga, bisa berkunjung ke ruang pengantin untuk melihat mempelai perempuan, biasanya mereka penasaran dengan wajah mempelai dan memberikan semangat untuk tidak gugup.

Hinata sudah duduk di sofa, para pelayan di sana bergerak merapihkan gaun Hinata dan memeriksa riasan apakah ada yang luntur atau perlu tambahan. Pelayanan pergi setelah memeriksa, kini Hikari berdiri di hadapan putrinya, kembali menatap Hinata dan rasa tidak percaya ketika putrinya sampai ke tahap ini. Hikari tersenyum.

"Pernikahan adalah kehidupan tidak tertebak yang akan mengubahmu secara perlahan. Kau tidak perlu ragu mengatakan kegelisahanmu pada Naruto suatu saat nanti, jika kalian dilanda pertengkaran yang harus kau lakukan adalah intropeksi diri, mendiskusikan dan mencari jalan keluarnya. Seorang perempuan selalu butuh perhatian, sedangkan lelaki lebih butuh pengakuan. Berikan pujian ketika ia berhasil menjalankan proyek besar, berikan keyakinan ketika ia di landa keresahan. Kau.. Mengerti 'kan?"

Hinata mematung. Tetapi kemudian ia mengangguk kaku. "Baiklah, jangan gugup. Ibu akan keluar, katanya Hanabi ingin bertemu denganmu."

"Hanabi?"

Hikari mengangguk, Ibunya itu kemudian keluar dan tak lama pintu kembali terbuka menampilkan Hanabi.

"Hinata-nee."

SUPERNOVA [END]Where stories live. Discover now