27 | Exile

1.6K 275 80
                                    

27 | Exile


HINATA memutuskan untuk membuat kejadian itu seakan terlupakan atau menjadikan bagian intim itu sebagai plot yang harus di buang dari kepalanya. Ia menyadari kesalahannya untuk menarik Naruto karena keegoisannya semata, Hinata hanya tak pernah jatuh cinta sebelumnya, sehingga ia begitu merasa bahwa Naruto akan memenuhi segala keinginannya, semuanya anggap saja impas. Naruto pernah membayangkan dirinya sebagai replika masalalu lelaki itu dan Hinata membayangkan pada malam itu lelakinya mencintainya sangat tulus. Lelaki itu sudah amat berbeda dari lelaki gendut dan dingin di masa kecil, hanya saja Hinata baru sadar bahwa kekagumannya sampai sekarang masih ada. Bagaimanapun bentuk Naruto dulu dan sekarang tak ada bedanya, lelaki itu yang mampu membuat Hinata jatuh cinta sehingga ia yang merasa sudah sangat tak bergantung dengan lelaki, menjadi begitu haus validasi.

Semua projek sudah rampung dan Minggu depan adalah puncaknya pagelaran itu di mulai. Hinata tak ingin ada kecanggungan tak berarti yang harus ia jalani dengan Naruto. Ia harus belajar untuk biasa saja, memandang Naruto hanya sebagai rekan bisnis semata, meski sentuhan lembut lelaki itu masih sangat membekas di kepalanya. Bahwa, ternyata, jika boleh membayangkan, sangat indah jika benar-benar di cintai lelaki itu, karena Naruto memiliki sentuhan yang begitu lembut dalam bercinta.

"Moegi, belikan aku morning pill." Pernyataan dari Hinata membuat Moegi melongok dari depan komputernya yang berada tepat di dalam ruangan Hinata. Wanita berambut oranye itu mengangkat kedua alisnya, wajahnya tampak berantakan karena Moegi sedang tidak fit apalagi tugas mengatur line kantor selama Bossnya ada di Hokkaido seminggu.

Hinata kembali memutuskan mencegah kehamilannya karena ia sadar betul pada malam itu Naruto tak menggunakan pengaman dan kegiatan itu dilakukan secara fatal, entah kali keberapa Naruto membiarkan cairan milik lelaki itu di dalam tubuh Hinata. Wanita itu tak ingin ada skenario di luar naskah dan harus menangani lebih banyak masalah jika dirinya benar-benar hamil. Pernikahannya akan semakin rumit dan memiliki anak diluar kesepakatan bisnis seperti sesuatu yang jahat, apalagi pada masa depan anak itu kelak. Hinata tak bisa membayangkan jika ia punya anak dan akan sangat buruk jika anak itu harus tumbuh tanpa diinginkan. Kecuali Ibu mertuanya yang akan kegirangan.

"Cepat." Hinata memerintah, Moegi kontan beranjak dari meja kerjanya dengan tergesa lalu membungkuk untuk menuruti keinginan Bossnya. Moegi segera keluar untuk menuju apotek, kepalanya belakang hari ini sangat penuh dengan segala jenis tunggakan pembayaran apartemennya, Ibunya yang sedang sakit dan adiknya yang sebentar lagi perlu biaya lebih untuk masuk SMA. Pemikiran itu membuat Moegi tidak fokus, sehingga saat di apotek wanita itu terdiam beberapa saat.

"Tadi, Hinata-san menitip apa ya? Morning pill? Apa itu?" Ketahuilah bahwa Moegi bukan wanita yang benar-benar matang untuk mengetahui apa maksud dari obat itu. Sebelum memesan, ia kemudian mencari fungsi obat itu agar Bossnya tidak memarahinya jika salah. Setelah mencari kegunaannya, Moegi cukup terkejut jika itu obat yang manjur untuk menghentikan proses pembuahan setelah melakukan hubungan intim.

Moegi terdiam beberapa saat. "Tidak mungkin Hinata-san memintaku membeli obat ini." Moegi menggeleng-gelengkan kepalanya, pasti Bossnya itu mengharapkan seorang bayi hadir di tengah pernikahan yang sudah empat bulanan berlangsung. Moegi harus mengingat apa yang harus ia beli, ia kemudian mencari jenis obat yang bagus untuk mendatangkan kehamilan. Moegi mencari beberapa strip obat yang cocok, ia bahkan berkonsultasi dengan penjaga apotek, seorang apoteker itu menyarankan beberapa konsumsi obat yang manjur. Moegi memilih membelinya untuk sang Boss.

"Pasti, Hinata-san akan sangat berterima kasih padaku, karena berkat diriku, usaha untuk mendapatkan bayi jadi lebih mudah." Moegi terkikik senang dan berjalan riang, ia kemudian memberikan obat yang dibelinya pada Hinata. Wanita berambut indigo itu tampak sedang menelepon, Moegi pun langsung menyediakan segelas air agar Hinata bisa langsung meminum obatnya.

SUPERNOVA [END]Where stories live. Discover now