BAB 4: BENIH-BENIH JATUH CINTA

71.6K 6.1K 58
                                    

SELAMAT MEMBACA 

*** 

Malam harinya, Arjuna dan Rinjani tengah duduk bersama di ruang tamu sambil menonton TV. Mereka baru saja selesai menghubungi Utari yang sudah rewel sejak siang karena tidak mendengar kabar anak-anaknya.

"Abang masih mau berapa lama tinggal disini?" tanya Rinjani tiba-tiba.

"Harusnya Abang yang bertanya seperti itu pada Jani. Jani kapan mau pulang?" tanya Arjuna balik. Dia menatap wajah adiknya dengan serius.

Rinjani yang mendengar pertanyaan Arjuna yang sarat akan sebuah usiran merasa kesal. Dia baru saja tiba di sana sore tadi dan sekarang sudah di usir pulang. Apa saudaranya itu tidak tau kalau perjalanan dari Jakarta ke kampung itu sangat jauh dan melelahkan.

"Jani masih mau di sini. Masih mau jalan-jalan menikmati suasana kampung. Bosan sama polusi di Jakarta. Pokoknya Jani mau satu minggu disini," ucap Rinjani dengan santainya.

"Kalau Jani lama-lama disini, nanti Bunda bisa marah. Mendingan cepat pulang kan sudah ketemu Abang. Abang juga baik-baik saja dan sehat, nanti juga pulang." Arjuna tau jika Bundanya sedikit berlebihan terhadap saudarinya itu. Apa yang akan di lakukan bundanya nanti jika tau putri kesayangannya hilang dari pandangan matanya selama berhari-hari.

"Kalau begitu ayo kita pulang sama-sama, ngapain juga Abang di sini. Mending kerja di rumah sakit, gajinya besar. Disini Abang dapat apa, jauh dari keluarga juga. Ayolah pulang..."

Arjuna menatap Rinjani dengan lekat, sepertinya saudarinya itu salah faham dengan tujuannya datang.

"Abang belum mau pulang. Abang masih suka disini. Kalau Abang tidak ada di rumah sakit, masih banyak dokter yang akan menggantikan Abang disana. Tapi kalau disini, jarang ada dokter yang bertahan untuk tinggal lama disini. Abang tidak mencari uang, untuk apa. Uang Abang sudah banyak, Abang benar-benar ingin merasakan menjadi dokter yang mengabdi. Rasanya begitu senang saat kehadirian kita begitu di butuhkan, ada rasa kepuasan tersendiri yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata." Rinjani mendengarkan penjelasan Abangnya dengan seksama. Kemudian mengangguk faham.

"Kalau begitu Jani ikut, Jani juga mau menjadi dokter disini." Ucap Rinjani lagi.

"Kalau jani tidak bisa, Bunda pasti tidak akan izinkan."

"Terus mau sampai kapan Abang tinggal disini? Selamanya?"

"Ya tidak, setidaknya sampai Abang puas ada disini. Atau sampai ada dokter lain yang menggantikan Abang. Kalau Abang kan laki-laki pergi lama tidak papa, kalau Jani perempuan Bunda pasti khawatir kalau Jani pergi lama-lama. Jadi Jani harus segera pulang."

"Ada Ayah yang bisa mengatasi Bunda, Abang Juna santai saja." Rinjani sama sekali tidak khawatir, dia justru melahap kue kering dan minum teh nya dengan santai.

"Yasudah terserah Jani saja," ucap Arjuna pada akhirnya. Tidak ada gunanya memaksa Rinjani, tidak akan merubah apapun. Jadi mengalah lebih baik.

***

Di tempat yang berbeda, seorang laki-laki tengah tidur di atas ranjang. Namun sejak tadi matanya tidak bisa di pejamkan. Pandangannya lurus menatap langit-langit kamar di atasnya. Tangannya dia lipat di jadikan bantal untuknya berbaring. Setiap kali matanya terpejam, wajah seorang gadis selalu menari-nari dipikirannya.

Dia adalah Rama, sejak tadi senyuman tidak pernah luntur dari wajahnya. Pikirannya berkelana entah kemana.

"Rinjani..." Guman Rama pelan.

Entah apa yang terjadi dengan dirinya, sejak pertemuan pertamanya dengan seorang gadis dari kota yang baru datang kekampungnya sore tadi pikirannya tidak pernah berhenti memikirkan gadis itu. Wajah cantiknya selalu terbayang-bayang. Suara lembutnya selalu terngiang-ngiang terus di telinganya. Apa mungkin dia jatuh cinta pada pandangan pertama pada seorang gadis asing yang bahkan dia hanya tau rupa dan namanya. Apa itu mungkin. Apa bisa secepat itu?

JODOH PAK LURAH  (SELESAI & PROSES TERBIT)Where stories live. Discover now