Bag 9

95 8 0
                                    

"I'm Not Yusuf AS." Bag 9 | Menikmati sesak

***

Don't forget to vote yaaa.

Ohya, btw ... kalau cebe ini lebih dari 10 Bag gapapa?

Kayaknya butuh lebih dari 10, sih.

Tapi gaakan banyak-banyak, kok. Paling mentok 16 udah END.

Happy Reading ❤

***

"(Namakamu), lo gapapa?"

Manik mata (Namakamu) tidak juga berkedip, atau sedetik saja memejam dari keterpanaannya pada Iqbaal yang tampak khawatir.

Bagaimana cara laki-laki itu bernapas dengan memburu, kerutan di dahinya, atau ... bola matanya yang hitam, tajam, bergerak berirama. Semuanya membuat (Namakamu) terhipnotis. Bagaimana bisa Tuhan mengukir wajah setampan ini? Maha karya yang ... yang sia-sia sekali kalau diabaikan. (Namakamu) meneguk ludahnya susah payah, melihat Iqbaal menaikkan sebelah alisnya membuat kepala (Namakamu) perlahan mengangguk.

"Gue ... gapapa."

"(NAMAKAMU)!"

Lengan (Namakamu) ditarik oleh Steffi sehingga otomatis, (Namakamu) tidak lagi duduk di atas pangkuan Iqbaal.

Masih belum sadar, (Namakamu) hanya bisa melongo ketika Dianty berdiri, menepuk kedua telapak tangannya, lalu pergi dengan raut wajah yang terlihat ... menahan kesal.

"DANT! TUNGGU!" teriak Steffi.

"Eh, kaki lo gapapa kan? Sorry tadi gue sengaja." Bastian berucap seraya menelisik kaki kanan Steffi.

Steffi memelototi Bastian. Lalu, memelototi Iqbaal. "Kenapa lo harus tarik tangan (Namakamu)?!"

(Namakamu) mengusap-usap lengan Steffi. "Puy ... tadi itu--"

"Kenapa nggak lo tangkis aja kakinya kayak Bastian ke gue atau lo dorong aja sekalian!" Steffi berujar marah. "Lo tuh, argh. Tau ah!" Steffi melempar tatapan memicingnya pada (Namakamu). "Kita kejar Dianty!"

(Namakamu) mengangguk. Sebelum pergi, (Namakamu) tentu saja bisa melihat garis kebingungan di wajah Iqbaal. Iqbaal barusan dimarahi Steffi tanpa tahu apa kesalahan yang telah dia perbuat.

"Gu ... gue, pergi."

Iqbaal mengangkat sebelah tangannya, melambai pada (Namakamu) yang sama sekali tidak berbalik karena sibuk mengekor langkah cepat Steffi.

"Aneh banget tuh cewek. Masa lo yang nolongin temennya sendiri, malah dimarahin?" Bastian menggeleng heran sambil menggaruk dagunya.

Iqbaal tidak membalas perkataan Bastian. Namun, apa yang dibilang Bastian ... ada benarnya.

Iqbaal tidak tahu kalau menolong orang ternyata bukan hal yang bagus, mungkin pada kondisi tertentu berlaku demikian.

"Baal ...."

"Hm?"

"Kayaknya banyak yang kretek-kretek liat lo nolongin (Namakamu)." Bastian menepuk punggung Iqbaal. "Sejak kapan lo punya fangirl syariah, Baal?" tanya Bastian.

Iqbaal memutar lehernya ke arah tribun. Sumber dari suara berisik yang mengganggu telinga dan penyumbang polusi suara itu berada. "Ck, gue salah ternyata Bas." Iqbaal mengacak rambutnya frustasi.

"Maksud lo? Apanya yang salah?"

Iqbaal mengurut dahi. "Teknik gue yang salah. Harusnya gue nggak ikut sarannya Bang Kiki." Iqbaal sedikit menghela. Sebenarnya, setelah (Namakamu) mau pun setelah Dianty, Iqbaal sudah sering membalas senyum yang dilemparkan santriwati lain. Entah saat berpas-pasan di depan pintu kelas, di kantin, atau di perpustakaan. Iqbaal pikir, ramah sedikit tidak akan masalah. Namun ternyata ... dampaknya sekarang begitu terasa. Iqbaal selalu jadi objek perhatian dan itu membuatnya merasa tidak nyaman karena ruang gerak miliknya seolah terengut.

I'm Not Yusuf AS [IqNam Series]✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant