Luka Yang Terakhir

8.8K 1K 55
                                    

"Bagaimana jika jodohmu memang bukan Masku, Ra? Bagaimana jika jodohmu itu orang lain, atau bahkan aku?"

Aku hanya menggeleng pelan mendengar kalimat absurd dari mantan adik iparku ini, bisa-bisa dia berbicara seperti ini pada mantan Kakak iparnya yang seminggu ini mendapatkan surat cerai.

Aku meraih buku yang di bawa Tama, menepuk pipinya pelan agar dia tersadar dari kalimatnya yang melantur. "Kalau kamu jodohku dan menginginkanku, kenapa kamu diam saja saat Mamamu menjodohkanku dengan Masmu, Tama! Itu sama saja dengan perkataan jika kamu pengecut."

Raut wajahnya berubah, tidak ada raut bercanda di wajah laki-laki ini saat berbicara, seolah menunjukkan jika setiap kalimatnya adalah keseriusan. Dan cemoohanku barusan terlihat sama sekali tidak mengganggu atau menyinggungnya.

"Karena aku sadar aku bukan siapa-siapa dan apa-apa di bandingkan dengan Mas Yudha, Rara. Masku menjadi Perwira Akpol, dan saat dia lulus dia langsung mendapatkan penempatan yang bagus, belum lagi dengan bisnis yang di rintisnya sebagai sampingan tapi semuanya berhasil dengan sukses, sementara aku? Aku hanya seorang mahasiswa akhirnya yang waktunya habis aku gunakan untuk bisnis kecil-kecilan yang tidak terlihat potensinya."

Tidak tahu keberapa kalinya aku menggeleng tidak habis pikir dengan ulah dua orang Wirawan ini, yang satu menyakitiku dengan ulahnya, dan satu lagi membuatku pening dengan pernyataan perasaannya yang tiba-tiba terhadapku.

Aku tidak mau memikirkan semua hal tentang perasaan sekarang ini, hatiku masih sakit serta kecewa dengan Mas Yudha, dan aku tidak mau menambah lukaku lagi untuk saat ini. Yang terpenting untukku adalah merawat janin yang ada di kandunganku dengan sebaiknya, harta berharga yang aku miliki dan akan menemaniku di dunia yang kedepannya mungkin akan terasa sepi.

Suasana canggung kini terasa antara aku dan Tama, mendadak aku tidak nyaman dengan keberadaan adik iparku yang sebelumnya bukan masalah untukku ini, dan sepertinya masalah tidak berhenti sampai di sini.

Di tengah kesibukanku untuk packing buku-buku dan segala hal yang aku beli dari hasil jerih payahku, suara mobil 4WD yang biasanya berasal dari kendaraan patroli Polisi terdengar memasuki halaman rumah.

Tidak tahu aku harus lega atau bagaimana karena menyelamatkanku pembicaraan canggung dengan Tama, tapi aku bersyukur akhirnya aku memiliki alasan untuk menghindarinya dengan beranjak keluar.

Tapi memang buah simalakama, di dalam ada Tama Wirawan, dan di luar ada Yudha Wirawan, mendapati dua orang ini di hadapanku adalah kombo perfect yang sukses membuatku sakit kepala.

Aku bersandar di depan pintu, menatap mantan suamiku yang tampak lesu dan kantung mata tebal pertanda jika dia begitu lelah.

"Apa ada sesuatu milikmu yang tertinggal di rumah ini, Mas Yudha?"

Tanpa berbasa-basi sama sekali aku menanyakan langsung hal tersebut padanya, saat kami masih suami istri saja dia jarang pulang ke rumah, baginya rumah ini hanya tempatnya untuk menyalurkan nafsunya padaku, dan sekarang saat kami sudah resmi berpisah sungguh aneh rasanya melihat dia ada di rumah ini.

Pandangan dari laki-laki dengan yang sering kali mengenakan kemeja saat bertugas ini terarah padaku, memperhatikanku dengan seksama sebelum membuka suara, "kamu kayaknya bahagia banget sekarang, agak gemukan dari pada terakhir kali aku ingat, tulang selangkamu yang biasanya menonjol sekarang nggak kelihatan."

Tangan itu hendak terulur, menyentuh tulang di bawah leherku yang kebetulan terbuka karena kerah leherku yang rendah, yang membuatku reflek langsung beranjak mundur. "Tentu saja aku lebih berisi, aku sudah tidak mempunyai kewajiban memikirkan suamiku yang tidak mau pulang."

RARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang