Yura, itu nama gadis kecil bermata hitam sejernih kolam yang tampak manis dalam gaun princess dan bando mini mouse yang menghiasi rambut indahnya.
Mata gadis itu berkaca-kaca saat Wanita cantik yang menggandeng tangannya memberitahukan satu hal yan...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Rara sudah ada ebooknya. Yang mau baca secara lengkap bisa langsung ke PlayStore ya. Tersedia dalam judul yang sama. Happy Reading, enjooyyy
Aku sedang menikmati segarnya juice yang sudah siap sembari menunggu pesanan untuk Nakula saat aku merasakan seseorang menyentuh bahuku, membuatku berbalik dan mendapati salah satu sosok yang tidak ingin aku lihat ada di depanku, menatapku dan perut buncitku dengan tidak percaya.
"Astaga, Rara. Kamu hamil?"
Terkejut? Tentu saja aku terkejut mendapati Irish berada di depanku sekarang, wanita seusia mantan suamiku ini bahkan membekap mulutnya kuat agar tidak histeris melihat perut buncitku yang sudah mendekati hari persalinan.
Tapi berbeda denganku yang melebar karena hamil, dia justru tampak masih sama langsingnya seperti yang aku ingat, dan jangan lupakan juga dia masih sama cantiknya. Yah, Rara dan Irish adalah dua hal yang berbeda, dia luar biasa cantik, sementara aku hanyalah wanita biasa yang tidak bisa di sandingkan dengan pemegang hati mantan suamiku ini.
Satu pertanyaan muncul di kepalaku. Dia ini langsing setelah melahirkan atau dia tidak hamil? Tapi bukankah seharusnya kehamilannya hanya depan belakang dengan jarak kehamilanku. Jika dia diet ketat pun dia tidak akan langsing secepat ini.
"Seperti Mbak Irish lihat, saya memang hamil." Ucapku tanpa mengelak, lagi pula apa yang harus aku elakkan, perutku tidak bisa aku kempiskan dan sembunyikan darinya.
"Anak siapa ini?" Alisku terangkat, tidak suka dan tersinggung dengan pertanyaannya, bukan hanya aku yang merasa jika pertanyaan ini tidak pantas, penjaga booth juice pun juga menaikkan alisnya tidak suka. "Apa dia anaknya Yudha?"
"Anak Mas Yudha atau bukan, bukan urusan Mbak Irish." Ujarku ketus, dengan cepat aku meraih juice yang di sodorkan oleh penjaga Booth bahkan tanpa meminta kembalian darinya, menyingkir dari Wanita bernama Irish Yulia ini adalah hal yang ingin segera aku lakukan.
Tapi wanita ini memang menyebalkan, dia justru menahan tanganku dan tidak membiarkanku pergi, entah apa yang dia inginkan, mungkin seorang Irish Yulia memang ditakdirkan untuk menggangguku.
"Kita perlu bicara, Rara. Penting!" Tekannya sembari menarikku, kesan manis dan innocent wanita ini lenyap, tidak ingin membuat keributan di tengah keramaian ini aku memilih menurut, mengikutinya mencari kursi di food court yang kosong.
Aku menatap dalam diam pada wanita yang sudah merusak rumah tanggaku ini, kebencian, rasa tidak sukaku padanya bahkan tidak bisa aku katakan dengan kata-kata, bahkan bisa di bilang aku nyaris mati rasa karena dia sudah secara tidak langsung menjadi penyebab hancurnya rumah tanggaku.
"Yudha tidak akan kembali padamu." Setelah lama aku menanti dia berbicara tentang hal penting hingga menyeretku, kalimat yang dia ucapkan membuatku berdecih sinis. "Sekalipun yang kamu kandung adalah anaknya. Dia mencintaiku dan tidak akan meninggalkanku."
Aku melihat wanita ini meremas tangannya, gelisah dan takut, dua hal ini tidak bisa di sembunyikan olehnya, sangat bertolak belakang dengan apa yang dia ucapkan. Melihat sikapnya yang kontras membuatku ingin sekali membalasnya. "Benarkah dia nggak peduli pada anaknya? Dia mungkin nggak peduli ke aku, tapi anaknya? Dia mungkin mencintaimu, tapi jika kamu tidak bisa memberikannya anak, bukan tidak mungkin kamu akan di depak seperti Mas Yudha mendepakku karena menganggapku mandul, Mbak Irish?"
Bola mata indah yang pasti sering kali membuat para laki-laki ini jatuh cinta tampak membulat tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Tidak menyangka jika sosok Rara yang beberapa bulan lalu hanya diam di saat dia datang bersama dengan Mas Yudha ke rumah Mama Yunida untuk meminta restu agar bisa bersama, kini bersuara mengejeknya.
"Kenapa syok sih, Mbak! Mbak Irish nggak usah takut kayak gini, Mbak Irish nggak mandul, kan? Hamilnya Mbak Irish tempo hari hingga nangis-nangis di depan Mertua saya itu bukan cuma sandiwara demi rebut Mas Yudha dari aku, kan? Kalau iya, hati-hati loh, Mbak. Sentilan Tuhan itu sakitnya nggak bisa di ukur."
Aku menyesap minumanku dengan santai, menikmati wajah merah padam dari dia yang sudah menyakitiku, mungkin kalimatku tadi memang keterlaluan menyakiti hati wanita, tapi untuk orang yang sudah merusak rumah tangga orang lain itu adalah hal yang pantas.
Aku hanya asal berbicara tentang kemungkinan dia hanya bersandiwara soal kehamilannya untuk menjebak Mas Yudha, dan jika sampai benar terjadi, fix, dia adalah wanita sakit jiwa yang tidak punya hati demi kepuasan dan ego dirinya sendiri.
"Menurutmu Yudha akan lebih percaya kamu di bandingkan aku? Yudha nggak akan percaya kalau itu anaknya, justru dia akan semakin membencimu, paling di matanya kamu hanyalah wanita murahan yang hamil tanpa suami setelah bercerai."
Sakit, jangan di tanya lagi, kalimat wanita ini begitu melukaiku, ingin sekali aku menamparnya, menjambak, dan memukul mulutnya yang sudah berkata lancang, tapi sayangnya aku bukan wanita buruk sepertinya, yang egois hanya demi ambisinya sendiri.
"Kalau seperti itu yang Mbak Irish yakini, kenapa harus sekhawatir ini tentang fakta ini anak Mas Yudha atau bukan? Memang benar ya yang di katakan orang, hidup seorang pelakor yang merebut sesuatu tidak akan tenang. Bahkan Mbak yang merasa di cintai oleh Mas Yudha pun takut pada mantan istri yang sudah di depak demi Anda. Mbak Irish takut hukum karma? Apa hujatan dan titel perusak rumah tangga orang bikin hidup Mbak nggak tenang?"
"..........."
"Mbak bisa rebut Mas Yudha, tapi hidup Mbak nggak akan tenang, selamanya Mbak akan di hantui rasa bersalah, Orang-orang di sekeliling Mbak akan terus ingat betapa buruknya Mbak yang sudah menghancurkan rumah tangga saya."
".......... "
"Mbak Irish nggak perlu repot-repot minta saya untuk tidak ganggu kalian berdua, saya juga nggak berminat buat ganggu orang yang sudah nyakitin saya, di mata Mbak mungkin saya orang ketiga di dalam persahabatan kalian, tapi di mata masyarakat, saya adalah istri yang Mas Yudha sakiti demi Mbak."
Wajah marah yang sebelumnya ingin melahapku kini mendadak terisak, benar-benar terisak dengan tangisan yang membawa air mata, perubahan sikapnya yang mendadak ini membuatku mengernyitkan dahi heran.
Kenapa dengan wanita ini? Dan tanyaku terjawab saat suara yang tidak aku ingin dengar lagi dalam hidupku kini bersuara di belakangku, "Irish, kenapa kamu menangis?" sentakan keras aku rasakan di bahuku dengan kasar, dan wajah terkejut terlihat di wajah tersebut saat melihat tersangka yang sudah membuatnya menangis adalah aku, dan sama seperti reaksi Irish beberapa saat lalu, Mas Yudha pun terbelalak melihat perutku yang membesar karena sudah mendekati persalinan. Terakhir kali dia melihat perutku yang hamil adalah dia mengira aku subur dan bahagia terlepas darinya, tidak tahu sama sekali jika ada buah hatinya yang sedang tumbuh saat dia menyakitiku dan menendangku dari hidupnya.
Hal buruk yang dia lakukan demi hal yang dia namakan cinta sejatinya terhadap Irish.