5.0. Removing Traces

1.4K 130 4
                                    

Kayrani menggenggam erat tangan Devon di bawah meja, obrolan teman kelas mereka tentang babak baru pencarian Stevi dan Mawar sangat membuatnya panik.

Kabarnya pulang sekolah nanti polisi akan mengerahkan anjing pelacak untuk mengendus jejak Mawar dan Stevi, itu artinya, nanti jejak Devon akan ketahuan.

“Dev,” lirih Kayrani.

“Tenang.” Devon mengelus tangan Kayrani yang mendingin.

Bagaimana bisa tenang! Kalau pacarnya adalah seorang sosiopat yang membunuh temannya sendiri.

“Kalian tahu? Kalau orang tua Stevi ditangkap polisi karena kasus penggelapan uang perusahaan. Sedangkan orang tua Mawar menghilang tanpa jejak. Kabarnya nanti itu investigasi terakhir, soalnya karena minim bukti. Jadi kalau anjing pelacak gak bisa lacak jejak mereka, kasus akan selesai.”

Kayrani menajamkan pendengarannya, “kamu tahu soal itu? Mangkanya dulu kamu bilang kalau orang tua mereka gak akan memperpanjang kasus ini?”

Devon mengangguk, kerjaannya sebagai mata-mata mendadak itu ada hasilnya. Investigasi pastinya tidak hanya akan dilakukan di sekolah, pasti polisi juga akan menggeledah rumah mereka untuk menemukan suatu bukti. Mungkin, orang tua Stevi takut kalau bukti kejahatan mereka terbongkar, oleh sebab itu, mereka tidak terlalu memperdulikan kasus anaknya. Karena hal itulah, mengapa Devon menghabisi dua teman kelasnya itu.

Garis polisi masih melintang di parkiran murid kelas dua belas, akibatnya untuk sementara waktu kendaraan siswa di parkirkan dahulu di parkiran adik kelas, halaman sekolah, dan ada beberapa yang nyelip di parkiran guru.

Ketika pulang sekolah tiba, para murid berbondong-bondong melihat proses penyelidikan.

Kayrani dan Devon menatap dari kejauhan saat anjing pelacak itu bergerak kesana-kemari sembari mengendus tanah dan sekitarnya.

Jantung Kayrani serasa berhenti, anjing pelacak itu menuju ke arahnya, mengendus beberapa kali lalu pergi melewatinya dan Devon.

Aneh! Harusnya anjing itu menggonggong kala menemukan bau badan Devon.

“Nanti aku ceritain,” bisik Devon.

Kayrani mengangguk dan tak sengaja matanya bertatapan dengan Jovan yang juga menonton proses investigasi dengan tegang.

Devon membawa Kayrani masuk ke mobilnya.

“Aku hilangin semua jejak,” ucap cowok itu.

“Ck.”

Jovan mendengkus keras ketika membantu sahabatnya menggali lubang, dibantu petugas penggali kubur dua orang. Untuk apa? Tentunya untuk mengubur jasad Mawar dan Stevi dengan layak.

“Ini kalian dari mana, ya? Kami gak pernah lihat kalian,” tanya salah satu tukang gali.

“Dari daerah Merpati, Pak. Tempat penguburan di sana udah penuh, belum dibuka lahan baru. Akhirnya ketemu kuburan sini,” jelas Jovan penuh kebohongan.

“Kalau boleh tahu, jenazahnya keluarga kalian?”

“Bukan, Pak. Itu korban pembunuhan dan gak ada keluarga yang datang, karena dari investigasi Polisi, emang keluarganya lagi ada masalah.”

“Kasihan ya....”

Dua peti jenazah akhirnya di kubur oleh empat orang itu, mereka sengaja menyewa tukang gali kubur dari daerah setempat agar saat ada orang yang berziarah tidak kaget ketika terdapat kuburan baru lalu dibongkar paksa.

“Kalau ada warga tanya tentang korban ini, tolong dijawab ya, Pak.”

“Loh, Mas-nya belum tahu?”

“Apa, Pak?” tanya Devon yang dari tadi diam.

“Kuburan ini sering jadi tempatnya penguburan jenazah tidak di kenal, korban kejahatan, dan lainnya, Mas. Soalnya tempat ini jauh dari pemukiman, jadi warga memilih tempat penguburan lain yang lebih dekat dari rumah mereka.”

“O, soalnya Polisi gak ada jelasin itu, Pak.” Jovan merutuki sahabatnya yang seperti mendapatkan jalan mulus dalam beraksi.

“Tapi kenapa anjing pelacak gak bisa ngendus bau kamu?”

“Karena aku ganti parfum sehabis bunuh mereka, otomatis bau terakhir yang aku tinggalin diparkiran gak bisa diendus lagi.”

Cerdas! Batin Kayrani, ia juga baru sadar kalau mobil pacarnya juga ganti.

“Dev, apa mobil ini juga....”

“Sengaja aku ganti, mobil lama juga pasti ninggalin bau Stevi sama Mawar.” Dari mulai sampo, sabun, seragam, tas, kaus kaki, ikat pinggang, sepatu, dan detail lainnya yang sering ia pakai ke sekolah dirinya ganti.

“Sosiopat profesional emang,” gumam Kayrani.

Devon tersenyum mendengarnya.

“Tapi kalau kamu sering bunuh orang, nanti lama-lama bangkai kamu juga pasti ketahuan, Dev.” Kayrani berubah khawatir.

“Kamu jangan pikirin itu, nikmati aja setiap waktu yang ada, seperti air yang mengalir.”



TBC.

WANTED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang