TT 1 - First Love?

118 20 0
                                    

Kisah ini terjadi sudah sangat lama, sekitar Lima belas tahun yang lalu. Apa benar perasaan cinta untuk lawan jenis sudah bisa dirasakan oleh anak kecil berusia tujuh tahun? Itu yang membuat ku berpikir keras hingga saat ini. Timbul nya rasa iri karena sebuah mainan baru yang dimiliki teman itu hal biasa bagi anak-anak. Tapi jika yang timbul justru perasaan tidak suka ketika melihat seseorang bermain dengan teman lainnya bagaimana?

Sebut saja dia Arya, kami hanya beda usia satu tahun dan tentunya aku yang lebih muda. Hampir setiap hari kami bermain bersama, tidak hanya berdua karena Arya memiliki adik perempuan yang sangat manis. Nisa namanya, usianya satu tahun dibawahku. Itu adalah masa yang paling menyenangkan sekaligus menyebalkan bagiku. Kenapa menyebalkan? Pasalnya, jika Arya bermain dengan Virgo, Andra, Lukman, dan Aziz, aku biasa saja. Tidak ada seperti perasaan was-was atau bagaimana. Tetapi saat Felya salah satu teman kami ikut bergabung, entah kenapa saat itu mood bermainku hancur, rasanya seperti ingin pulang saja.

"Kak Shaila kenapa? ayo main bareng-bareng" Nisa ternyata memperhatikan perubahanku saat itu. Lalu Arya dan Felya turut melihat kearahku.

"Kenapa, La?" aku hanya menjawab dengan gelengan atas pertanyaan Nisa dan Arya.

Entahlah.. dalam pikiranku hanya terlintas rumah, rumah, dan rumah. Aku ingin segera pulang, tapi disisi lain seperti enggan meninggalkan Arya dan Nisa bersama Felya disana. Ingatan itu terputar jelas hingga saat ini, membuat aku bertanya-tanya perasaan macam apa itu. Kalau iri, seharusnya tidak hanya dengan Felya saja bukan? Cemburu karena aku menyukai Arya? Astaga.. yang benar saja.

~oOo~

Di hari yang lain, kembali lagi kami main bersama. Saat itu sehabis hujan lebat, karena jalanan di desa ku banyak yang rusak, jadi mengakibatkan genangan air di mana-mana. Pernahkah kalian melihat anak kecil membawa mobil-mobilan yang di tarik menggunakan tali rafia? Seperti itu lah Aku, Arya dan Nisa di hari itu. Tiga anak kecil berjalan iring-iringan sambil menarik mobil-mobilan truk. Di genangan itu kami bermain dengan riang nya. Seolah-olah mobil mainan itu adalah mobil sungguhan yang sedang melawan arus banjir dengan bermuatan tanah lumpur.

Sungguh, bermain dengan lepas tanpa harus memikirkan urusan orang-orang dewasa itu sangat menyenangkan. Seperti ingin kembali ke masa itu, mengulang kembali kenangan-kenangan manis saat kecil. Karena sekarang kami sudah seperti orang asing, yang tidak saling mengenal satu sama lain. Wajar, sudah sekitar Sepuluh tahunan kami berpisah karena Arya dan Nisa harus melanjut kan pendidikan di kota yang berbeda.

Lagi, kenangan lain nya terputar jelas di ingatan ku. Seperti saat itu, Arya sedang bermain game di komputer milik Ayah nya. Nisa dan Aku duduk tepat di belakang tubuh Arya, melihat seberapa lihai nya ia memainkan game itu. Aku tidak tahu apa nama dari game tersebut, yang jelas permainan itu menampilkan sebuah mobil pribadi yang melaju membelah jalanan dengan rute yang sudah di tentukan. Melewati bangunan-bangunan megah seperti pusat perbelanjaan, rumah, hotel, masjid, gereja, dan bangunan-bangunan lain nya.

"Kemana sih tujuan nya, Bang?" Nisa yang duduk di sampingku bertanya kepada Arya dengan memeluk boneka kucing berwarna abu-abu.

"Rumah sakit, Dek Nis." jawab Arya yang masih terus fokus menatap monitor di depan nya.

"Main yuk.. Abang jadi Ayah nya, Kak Shaila jadi Mama nya, Nisa jadi anak nya, ceritanya Mama mau ngelahirin adek nya Nisa, kan cocok sama tujuan mobil nya yang mau ke Rumah sakit" ucap Nisa dengan lucu.

Hebat. Dapat ide dari mana si Nisa hingga terpikirkan cerita semacam itu. Jujur saja, saat itu aku pun langsung membayang kan bagaimana kalau seandainya saat sudah dewasa dan aku hidup bersama Arya. Konyol memang.

"Yaudah, yuk" oke, jawaban Arya sukses membuatku terkejut dan membuat jantung ku bekerja secara tidak normal. Terdengar sangat berlebihan, tapi benar seperti itu kejadian nya. Maka dari itu kembali lagi, sampai saat ini masih bertanya-tanya perasaan macam apa yang pernah aku rasakan pada Arya?

Terjadilah, kami asik bermain hingga lupa waktu. Ternyata hari sudah sore, dan Bapak menjemputku di depan rumah Arya dengan menaiki sepeda merah yang biasanya ku pakai untuk pergi mengaji. Sesudah berpamitan dengan Ayah dan Mama nya Arya dan Nisa, aku langsung duduk di boncengan sepeda. Di perjalanan pulang yang melewati kebun milik Nenek Indah, aku melihat pohon besar yang di bawahnya terdapat tumbuhan menjalar dengan buah yang banyak.

"Bapak.. Adek, Arya sama Nisa suka buah itu. Kecut rasanya, tapi enak" ucapku sambil menunjuk buah di tumbuhan menjalar itu. Adek adalah panggilan untukku dari Bapak dan Mamak, jadi aku ikut terbiasa menyebut diriku seperti itu saat bicara dengan mereka.

"Markisa nama nya. Adek kalau mau buah itu, harus izin dulu sama yang punya kebun, paham?" Markisa, ternyata itu nama buah nya. Karena saat aku bertanya pada Arya dan Nisa, mereka pun tidak tahu pasti apa nama buah tersebut.

"Iya paham, Pak"

Begitulah orang tua saat mewanti-wanti anak nya agar tidak melakukan kesalahan fatal, aku yakin orangtua kalian pun akan mengajarkan hal itu. Karena mencuri itu tidak baik, dan tentu nya akan berdosa.

  ~oOo~

Esok harinya disekolah, aku duduk di depan kelas sembari menunggu Arya dan Nisa datang. Saat masih menunggu, tiba-tiba Felya datang dan duduk di samping ku. Aku hanya tersenyum untuk menyapa nya.

"Nunggu Arya sama Nisa, La?" pertanyaan itu hanya ku balas dengan anggukan singkat. Entah, aku masih merasa aneh saja saat mengingat Felya bermain dengan Arya.

"Kak Shailaaaa...." suara cempreng yang begitu aku kenal itu ku tangkap dengan baik. Nisa berjalan ke arahku dari gerbang di ikuti Arya dan Mama nya di belakang.

"Eh Shaila sama Felya udah datang.."

"Iya, Bu.. Bapak antar Shaila nya kepagian" jawabku dengan tawa kecil

"Bagus dong daripada telat, La. Abang, Nisa nya dijagain. Mama langsung pulang ya." Nisa dan Arya langsung mengambil tangan Mama nya dan menyalimi, aku dan Felya pun ikut menyalimi.

"Iya, Ma. Hati-hati" Arya dan Nisa melambaikan tangannya.

"Hati-hati, Bu" ucapku dan Felya berbarengan. Sepeninggal nya Mama Arya dan Nisa, kami mengantar Nisa sampai di kelas nya.

"Kak Shaila nanti pulang sekolah ambil buah lagi yuk? udah banyak banget buah nya" aku mengangguk antusias mendengar ajakan Nisa.

"Iya nanti kita ambil ya" ucapku pada Nisa, dan ia tersenyum lima jari.

"Kak Felya gak di ajak, Dek?" pertanyaan Arya sukses membuat aku terdiam. Perasaan tidak suka itu datang lagi.

"Terserah Kak Felya aja, Bang. Yaudah adek mau masuk kelas, dadaaaaahh.." setelah memastikan Nisa duduk di kursi nya, Arya, Felya dan aku berjalan menuju kelas kami bersama.

Sekali lagi, aku masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi antara aku dan Arya dulu. Baru pertama kali aku merasakan hal seperti itu, saat dewasa inilah aku mulai menerka-nerka tentang rasa itu. Namun pada kenyataannya, masih belum aku temukan jawabannya. Masih banyak kenangan-kenangan lain nya yang ku ingat dengan jelas sebelum kami berpisah. Akan sangat panjang jika aku ceritakan semuanya. Tapi sudahlah.. biar aku saja yang menyimpan nya. Dan persoalan rasa, aku memilih untuk menyudahi rasa penasaranku mulai detik ini.

~~~~~

Part pertama selesai~

Gimana menurut kalian tentang Titik Terakhir di part awal ini?

Membingungkan? sama, aku juga bingung:))
Kritik dan Saran nya ditunggu.
Terimakasih ♥️

#ParadeCakraBatch1
by : 03zacci_

TITIK TERAKHIR (On Going)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon