TT 6 - Kukira Pacar Terakhir (C)

21 10 0
                                    

Selama disini, Mas Prama bersikap biasa saja. Seolah tidak terjadi apapun kemarin-kemarin. Padahal sebelum kembali kesini, sikapnya sangat berubah, namun sekarang justru kembali normal. Tak ingin ambil pusing tentang itu, aku pun tidak mau bertanya soal perubahan kemarin, karena bagiku cukup dengan sikapnya yang biasa saja sekarang.

Saat dihari pertama lebaran Idul Fitri, baik aku maupun Mas Prama sama-sama sibuk dengan keluarga kami sehingga belum memutuskan untuk bertemu. Saking sibuknya dengan suasana lebaran yang banyak tamu berdatangan, kami samasekali tidak saling berkabar. Hanya pagi hari sesudah melaksanakan sholat Ied kami saling mengucapkan Minal Aidzin Wal fa'idzin dan bermaaf-maafan melalui WhatsApp. Hingga tengah malam menjelang, masih belum ada satu pesan pun datang dari Mas Prama, mungkin lelah pikirku saat itu. Jadi aku pun memutuskan untuk segera tidur dan bersiap menyambut hari esok.

Dan dihari lebaran kedua, masih sama saja. Tidak ada satu pesan pun yang masuk berasal dari Mas Prama. Masih tetap berpikir positif, mungkin keluarga besarnya sedang berkumpul sehingga tidak sempat untuk berkabar. Saat siang hari aku ingin mengirimkan chat melalui WhatsApp, aku menemukan bahwa foto profile nya tidak ada. Tentu saja aku bingung, padahal ia tidak pernah menghapus foto profile. Yasudahlah, kuputuskan untuk lanjut mengirimkan chat padanya. Namun lagi dan lagi aku merasa ada yang janggal karena hanya ada satu tanda ceklis dilayar handphoneku. Diblokir kah aku?

Masih kutunggu hingga langit menggelap. Sehabis melaksanakan sholat maghrib, aku mengambil handphoneku ditempat tidur. Foto profile Mas Prama sudah kembali, namun chat yang aku kirimkan siang tadi tetap ceklis satu dan tidak terkirim, sudah dapat disimpulkan bahwa benar sejak siang tadi Mas Prama memblokir nomor WhatsAppku. Entah kenapa, aku tidak tahu, yang jelas sesak saat itu aku rasakan. Pikiranku mulai berkelana, apakah ada yang disembunyikan dari Mas Prama?

"Adek, makan bareng-bareng sini" ucap Mamak dari arah dapur

"Masih kenyang, Mam. Nanti aja kalo Adek udah laper" kataku sambil tersenyum pada Mamak, karena aku tidak mau Mamak tahu perasaanku sedang berkecamuk

Setelah sholat Isya, handphoneku berbunyi tanda ada panggilan masuk. Kulihat nama Mas Prama tertera disana, langsung saja aku mengangkatnya.

"Assalamualaikum, hallo...."

"Waalaikumsalam, Dek"
"Sampean neng ndi? Mamas neng ngarep masjid, reneo"

"Loh, ngapain neng kono, Mas?"

"Kancani Mamas maem sedilit yok, Dek"

"La ngopo kok ora rene?"

"Engko wae balek e Mamas rono sisan ngeterke sampean"

"Oalah iyo, sek tak ngomong Mamak kambek Bapak, Mas"

"Iyo, Dek. Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam...."

Seperti yang aku katakan tadi pada Mas Prama. Aku meminta izin untuk keluar sebentar bersama Mas Prama. Setelah Mamak dan Bapak mengizinkan, langsung saja aku keluar rumah dan berjalan menuju depan Masjid. Benar saja, Mas Prama menunggu didalam mobil hitamnya. Saat tahu kedatanganku, ia menurunkan kaca dan memintaku untuk segera masuk.

"Mas sedinoan neng ndi wae?" tanyaku saat Mas Prama mulai melajukan mobilnya

"Mamas neng Rumbia, Sayang. Bodo gone konco" jawabnya pelan dengan pandangan yang fokus pada jalanan

TITIK TERAKHIR (On Going)Where stories live. Discover now