2. Suatu Kesepakatan?

93K 10.5K 2.4K
                                    

Matahari menyelusup memasuki celah ventilasi kamar Altarel. Cowok itu masih bergelut dengan kegiatan tidurnya padahal jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Altarel masih terbungkus dengan selimut dan tidur dengan posisi telentang.

"Altarel!" teriak mama Hanin, mamanya.

Mama Hanin menggedor gedor pintu kamar Altarel. Akibat suara bising itu, Altarel menggeliat di ranjangnya. Nyawanya sepertinya belum muncul. Altarel membuka matanya karena sinar matahari mennerangi kamarnya, mamanya menarik selimut yang membungkus dirinya.

"Bangun, sayang. Udah siang Altarel!" teriak mama Hanin heboh.

Altarel merengek. Begitu menyadari hari ini adalah hari senin, Altarel langsung melotot dan memperhatikan jam. "Oh shit!" Altarel langsung bergegas menuju kamar mandi. Gara-gara pulang malam kemarin, membuatnya terlambat bangun.

Selang 10 menit membersihkan diri, Altarel bergerak kilat untuk mempersiapkan dirinya. Ia bahkan lupa memakai dasi serta ikat pinggang sekolahnya. Altarel menyembar tas hitam miliknya lalu berlari menuruni tangga dan mengambil sepatunya.

"Pelan-pelan, Rel," kata Papa Arya yang merupakan papanya. Laki-laki paruh baya itu tengah duduk dimeja makan sambil meminum kopi buatan sang istri.

"Makannya jangan pulang malem! Gak jelas! Gini kan jadinya-" kata Papa Arya menasehati. Namun seperti biasanya, Altarel selalu bandel.

"Bentar dulu marahnya, Pa, aku mau berangkat," Altarel mengambil tangan kedua orang tuanya dengan grasa grusu lalu berlari keluar rumah.

"Ehh? Makan dulu sayang!" teriak mama Hanin.

"Enggak sempet, Ma!"

Mama Hanin dan Papa Arya memandangi punggung anaknya yang telah menghilang dibalik pintu. Mereka menghela napasnya. "Gimana, Pa?" tanya mama Hanin.

"Kita harus rubah dia, sebelum dia makin bandel. Dia harus nemuin seseorang yang bisa buat dia ngeliat dirinya sendiri. Dia harus bisa bertanggung jawab," ujar Papa Arya.

Mama Hanin mengangguk setuju. "Kita bicarain dulu, anaknya mereka perempuan kan? kayaknya seumuran sama Altarel," gumam mamanya.

••🐊••

Aeris mengulat dasi sekolahnya sambil berjalan beriringan dengan teman temannya menuju lapangan sekolah untuk melakukan upacara. Para siswa siswi berhamburan keluar dari kelas begitu bel sekolah berbunyi. Aeris tak memperhatikan jalan karena ia sibuk dengan dasinya, hingga tak sengaja ia malah menyimpang menuju gerombolan laki laki yang duduk didepan kelas mereka. Zea segara menarik tangan Aeris sebelum gadis itu malu seumur hidupnya. Aeris langsung melotot ketika ia berdiri didepan kerumuman laki laki.

"Ehh, Ris," goda salah satunya.

Aeris memilih tak menjawab. Ia membalikkan badannya dan kembali pada teman temannya.

"APA LO?!" bentak Abel pada mereka yang masih saja tersenyum senyum. Sontak, kerumuman laki laki itu bersorak bermaksud mengejek Abel.

"Mulut doang lo semua! Banci!" bentak Abel.

Sebelum terjadi perkelahian, Luna lebih dulu menyeret Abel untuk kembali. Ia merangkul bahu temannya itu dan berusaha menenangkan.

"Jangan diladenin kali, Bel, yang gitu gitu biarain aja, Mereka cuma sibuk koar-koar," ujar Zea.

Aeris dan teman temannya mendapat barisan paling belakang dalam barisan kelasnya. Gadis itu memasang topi sekolahnya, ia membenarkan posisi topinya agar tidak miring. Persiapan upacara dimulai, para pengurus osis mulai mempersiapkan diri mereka.

ALTAREL versi 2Where stories live. Discover now