O1. HIM & HER

892 66 6
                                    

Di ruangan tertutup yang dindingnya penuh poster kata-kata motivasi tampak berantakan. Tak sedikit barang-barang pecah ataupun kertas berserakan. Di sana, seorang pria muda berumur 24 tahun terlihat tengah mengobati luka-luka yang ada di tangan, juga wajahnya.

Ceklek!

Terdengar suara pintu terbuka dan membuat sang empunya ruangan menoleh. Dari pintu yang baru saja terbuka itu memunculkan sosok pria lain yang tampak seumuran.

"pasien lo ngamuk lagi?"

Pria yang baru masuk, Devin Agustius bertanya pada sang kawan yang belum juga selesai membersihkan luka-lukanya.

Pria yang dilempar pertanyaan pun hanya berdeham. "hmm iya," jawab pria bernama Hans Philip Benaya.

Devin menghembuskan napas kasar dan merebahkan diri ke atas sofa empuk yang ada. "hati-hati makanya, lagian lo milih kerjaan yang susah gini sih," ujar Devin, mengomel.

"setiap pekerjaan punya resiko tersendiri," Hans membalas ujaran sang kawan sembari menyimpan kembali kotak obat-obatan ke tempat semula. "lagi pula gue udah sekolah psikologi dan kerjaan gue ya nggak jauh-jauh dari itu kan?"

Merasa kalah telak, Devin pun berdecak. "ya kalo begitu lo harus bisa jaga diri, banyak-banyak belajar keselamatan kerja deh!"

Hans tak berniat menanggapi lagi. Laki-laki itu tampak memikirkan hal lain sambil memandangi luka-luka di tangannya. "Mal, tangan aku banyak luka tapi nggak sebanyak di hati aku sih. Kalau seandainya kamu masih ada di sisi, reaksi kamu bakal kayak gimana ya pas lihat ini?" gumam Hans dalam hati.

"Malya apa kabar ya, Vin? Dia udah punya momongan belum? Omong-omong, dosa nggak sih kangen sama istri orang?"

Sekujur tubuh Devin terasa merinding, begitu mendengar omong kosong Hans yang sangat amat rancu. "Hans? Lo ngobatin orang yang punya gangguan mental, tapi lo sendiri aja gila!" ujar Devin, sedikit meninggikan suaranya.

 "Hans? Lo ngobatin orang yang punya gangguan mental, tapi lo sendiri aja gila!" ujar Devin, sedikit meninggikan suaranya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Di lain tempat. Seorang gadis tengah sibuk menggambar dengan asal. Bajunya lusuh, rambut panjangnya berantakan tak beraturan, kamarnya juga jauh dari kata rapih dan tertata.

Tok! Tok! Tok!

Pintu kamarnya terketuk.

"Yeri, makan dulu, Nak!"

Suara lembut nan tegas itu terdengar dari luar pintu kamar. Dengan lunglai, sang empunya kamar beranjak dari duduknya dan membuka pintu kamarnya.

Ia memandangi sebentar wanita paruh baya yang ada di hadapan.

Prang!!!

Tanpa aba-aba, Yeri melemparkan sepiring makanan yang dibawa oleh sang ibu. "nggak tertarik. Ma, aku nggak sebodoh itu dan mau aja berakhir mati konyol karena makan makanan yang diracun, seperti yang mama lakuin ke papa."

Setelah itu Yeri kembali menutup pintu kamarnya, meninggalkan sang ibu yang masih terkejut. Di dalam kamar, gadis itu terduduk dan bersandar pada daun pintu.

Semenjak tahu penyebab kematian sang ayah, Yeri tidak lagi menyantap masakan ibunya. Dirinya merasa takut, khawatir, dan cemas akan diracun juga oleh sang ibu.

"kamu harus bisa menjaga diri sendiri, karena yang kita punya hanya diri sendiri, pada akhirnya orang lain juga nggak bisa membantu kita."

Perkataan terakhir dari sang ayah masih tertanam kokoh di hati Yeri yang sudah beku dan seterusnya akan begitu.

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Notes :

Hello! Welcome to my story!

Thankew for reading <3

Love in Bipolar ( ✔ )  Where stories live. Discover now