Bintang mengingat Eri. Padahal dia telah melupakan hanya saja lupa melupakan kisah dari orang itu. Rasanya benar-benar geram terasa meledak di lubuk hati saat bertemu dengan orang yang paling benci di muka bumi. Berangsur meredup namun mencuat lagi.
Lupakan. Itu kisah lama. Kisah pelik dan sekarang sudah berlalu tamat dengan ending pelik dan berujung sekuel yang baru. Dia patut menikmati sequel barunya.
Gilang membawanya ke UKS duduk berhadapan dengannya menghalau sendu di wajah pria itu. Yang enggan mendongak menatapnya dengan pupil ketenangan. Dia meninggalkan Bintang saat ada urusan ke organisasian untuk bahan acuan dengan sekolah Raga.
"Pulang ...," Pinta Bintang, Gilang menggandeng tangannya menuruni tangga dan menaiki motor. Sesak rasanya, ketika orang yang kita sayang bermuka sendu.
Dia pasangkan helm itu di kepalanya dengan terus memandanginya. Lalu mulai memacu motor ninja itu ke jalan.
Seusai tiba, Bintang pelit bicara padanya. Bicara soal perjalanan atau apa hanya diam tak murung dengan kebetahan sendu mewakili pembicaraan.
Bintang melepas kancing kemejanya—menggantinya dengan kaus. Dia tutup pintu kamarnya dan menyuruh Gilang di luar.
"Maafin aku, ya, aku ud-"
"Lupain. Jangan khawatir tadi aku cuma akting buat drama nanti," Ucap Bintang memberikan persepsi dengan nada cerianya dan membuka pintunya lagi menampakan wajah riang itu di depan Gilang.
Sakit dalam batin. Wajah berbinar penuh keceriaan dibuat-buat oleh Bintang. Gilang tak senyum terjelengar sesekali tatap dia yang manisnya gata.
"Kita mau ke mana?" Tanya Gilang.
"Kita ke jerami, kita lihat sunset," Jawab Bintang riang mengembangkan senyum ceria.
"Baru jam dua. Yang ada terik bukan senja,"
"Kita ke batu tiduran dan ... minum kelapa lagi,"
Gilang merangkul sayang pergelangan tangannya lalu mendekapnya hangat.
Lina menonton dari sana saat ketibaan kendati ketinggalan orderan lain. Beliau menyelingar saat melihat putranya didekap Gilang. Punggungnya diusap dan pucuk kepalanya dikecup.
Lina jalan mundur lalu berdesis pada Deri yang mau memesan sawi. Keduanya melangkah tenang keluar teras.
"Ibu pulang?" Ucap Bintang menghentikan langkah Lina sela keluar.
Ibunya senyum lalu mendekati putranya. Sebisa mungkin mengubah ekspresi keterkejutan tadi dengan biasa. Senyum dan seperti pagi tadi.
"Mau ngambil sawi. Kamu sama siapa di sini?" Tanya ibunya.
"Gilang, Bu."
"Mana Gilangnya?"
Gilang muncul dari balik gorden memberi senyum.
"Ibu mau titip Bintang, ya, sampai malam. Kamu mau dibawain apa dari ibu?" Ucap Lina pada Gilang.
Gilang menggeleng.
"Nanti Ibu pulang malam. Nanti Ibu pesan makanan dari kurir. Assalamualaikum," Pamit Lina buru-buru kendati dilakson oleh Deri dari motor.
"Waalaikum salam," Sahut Bintang lalu menatap Gilang dengan menyenggol pinggangnya dibarengi kedipan mata.
Pintu depan dikunci oleh Gilang lalu jalan senang ke kamarnya. Dia sedang duduk dengan badan tak berbusana hanya celana levis selutut.
Gilang duduk berhadapan dengannya. Lalu melepas kemeja sekolahnya dengan saling tatap dan melempar senyum merekah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Sunset In Skyline [BL]
Teen FictionBINTANG Antares Rifki Pradana, dulu pernah pernah menjadi salah satu korban perundung SMP. Kisahnya terlupakan kendati berteman dengan salah satu gadis bernama Agnes sejak kelas tiga SMP. Ia sudah mengira perbedaan dalam dirinya seringkali dijadikan...