satu

5.6K 568 42
                                    

Actaea University—Kampus besar yang berada di Indonesia

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Actaea University—Kampus besar yang berada di Indonesia. Terpandang mahal, karena harga bayaran masuk yang tidak bisa dijangkau oleh kelas bawah. Serta julukan Jenius untuk para mahasiswa dan mahasiswi yang mencari ilmu di sana. Dengan pelayanan yang bagus, Kampus tersebut menyediakan suatu bangunan Apartemen khusus murid-murid yang belajar di Actaea. Tujuannya agar para mahasiswa/i tidak kelelahan karena harus pergi dan pulang ke rumah yang letaknya jauh dari Kampus.

Oleh sebab itu, Apartemen dibangun tepat di sebelah gedung Kampus Actaea.

Memudahkan semua mu—tidak semua sih, hanya delapan puluh persen dari seratus jika dipersentasikan. Ada yang ingin tinggal, ada juga yang tidak. Pihak Kampus tak bisa memaksa. Setiap apartemen, diisi oleh empat orang. Dan dari delapan puluh persen itu, terdapat empat gadis dan empat pemuda yang tinggal di sana. Di Apartemen nomor 8, dan nomor 13.

7 AM, NO. 13, Indonesia.

"Males banget pergi Kuliah. Gue masih malu sama itu cewek." tutur Bryan Ethan dengan tatapan lesu. Ia malu, karena semalam dirinya ditolak setelah mengatakan cinta kepada seorang gadis yang ada di Kampus. Jujur, ini pertama kalinya bagi Bryan ditolak. Biasanya, gadis-gadis yang ia dekati akan meminta dirinya untuk menembak, lalu mereka terima. Dan berakhir pacaran seperti sebelum-sebelumnya. Lalu tak lama Bryan putuskan jika dirinya merasa bosan.

Namun kali ini, berbeda. Sehingga merusak buku ex-note alias catatan nama-nama gadis yang harus Bryan jadikan sebagai mantan.

Di hadapan Bryan, Agrata Sean membuang napas. "Lagian, nembak cewek kok ga liat muka sendiri sih."

"Maksud lo, gue ga ganteng?" Bryan nyaris tersulut emosi jika Sean tidak cepat-cepat menggeleng. Sembari mengunyah roti, Sean berucap, "Bukan gitu. Lo ganteng, kok. Tapi.. kegantengan lo itu ketimbun, sama muka lo yang nyeremin abis."

"Anj—" ucapan Bryan dipotong lebih dulu oleh pria yang baru datang dari kamarnya.

"Dilarang mengumpat. Ini tempat suci." ucap Varrel Nathan, pemuda yang paling soft diantara mereka berempat. Datang dengan menenteng tasnya di pundak. Pakaiannya sudah rapi siap berangkat Kuliah dibanding kedua temannya yang tengah duduk di meja makan dengan keadaan belum mandi seperti gembel di pinggir jalan.

Mata Sean menatap Varrel dari atas sampai bawah. "Rajin amat, dah. Siap berangkat jam segini padahal Mata Kuliah jam delapan." herannya yang tidak Varrel gubris.

"Sean.. Sean. Lo kaya yang gatau aja, si Varrel kan mau pacaran dulu. Makanya pergi jam segini. Bener ga?" sebagai jawaban, Varrel mengangguk singkat. Ia tak bisa menyangkal karena yang dikatakan Bryan memang benar. Matanya fokus pada ponsel yang ia genggam, menampilkan beranda chat dengan kekasihnya. Sementara Bryan hanya terkikik geli, temannya ini super bucin melebihi dirinya.

"Eh, satu cucunguk lagi mana?"

Bryan kembali bertanya saat menyadari bahwa mereka hanya bertiga—seharusnya berempat, di meja makan. "Cucunguk, cucunguk. Lo kira si Deon Kecoa, hah?"

𝐋𝐎𝐂𝐀𝐓𝐈𝐎𝐍Où les histoires vivent. Découvrez maintenant