8. Tim Andalan Tersayang

33 21 8
                                    

Setelah tiga tahun berlalu dan Sirkus du Lumia mendapatkan pamornya kembali, Korporasi Arial membuka pintu gerbang khusus yang selalu terbuka setiap saat. Gerbang itu hanya memberikan akses kepada masyarakat untuk mengunjungi tenda sirkus yang teramat besar, Konservatori Arial yang terlampau megah dengan beribu jendela kaca berukiran, dan taman-taman yang dikelilingi oleh pagar tinggi. Saat mobil Caellan melewati gerbang kira-kira selepas jam makan siang, nampak beberapa keluarga kecil berjalan di tepi trotoar, membiarkan anak-anak mereka melangkah bahagia dengan suvenir sirkus di tangan. Di sudut lain, sebagian orang baru saja meninggalkan konservatori, dan kini tangga marmernya yang mengilap bermandikan cahaya matahari sedang dilap oleh sekumpulan Guru Muda.

Dan, "Woah," untuk kesekian kalinya, Jamen Pierce tak mampu menahan komentar saat melihat kemegahan gedung penantang langit Korporasi Arial dari kejauhan. Serta, "Wow, itu Konservatori?" komentarnya saat mencondongkan tubuh, memastikan bahwa rumah kaca raksasa yang dikelilingi oleh berbagai semak-semak bunga memang bukan sekadar hiasan saja.

Caellan sudah capek menanggapi wow-dan-woah Jamen yang terus ditelurkan sepanjang jalan, seolah-olah pria ini tak pernah berkeliling kota. Caellan pun memberi pertanyaan lain. "Kau tidak pernah kemari, Jamen?"

"Aku bahkan tidak pernah berkeliling Stentin, Tuanku," jawab Jamen malu. "Setibanya di sini beberapa tahun lalu, tempat yang kukunjungi sekadar Mansion Delikus, kantor polisi, dan rumah sakit jiwa saja."

Caellan mengatupkan bibir, memilih untuk tidak berkomentar. Lagipula mobil sudah mulai masuk ke pekarangan Sirkus du Lumia. Sirkus itu sekarang sudah dijaga oleh sejumlah tentara. Mobilnya dihentikan sejenak, dan setelah mengetahui pengemudinya tak lain adalah Caellan Caltine sendiri, maka para tentara pun membiarkannya lewat tanpa pemeriksaan lebih jauh.

Jamen tak bisa diam lebih lama lagi. "Bagaimana bisa mereka menempatkan tentara sekejam itu di gerbang depan sebuah sirkus?"

"Mereka bukan Lakar yang kau kenal lagi, Jamen," jawab Caellan. Kalau Rayford ada di sini, ekspresinya pasti sudah mengeruh mendengarnya. "Nama Lakar telah dikembalikan kepada pemilik seharusnya, dan sekarang mereka sekadar tentara berseragam hitam yang senjatanya diisi peluru karet."

"Sungguhan?"

"Tidak juga."

Senyum Jamen yang nyaris melebar seketika redup. Jadi, mana yang benar? Ia berharap Caellan akan ikut menyeringai karena baru saja membuatnya bingung, tetapi ekspresi sang tuan yang sama sekali tak berubah membuat Jamen ragu.

Dia memilih untuk ikut-ikutan mengatupkan bibir.

Mobil akhirnya diparkir. Sembari mengambil buket bunga besar dan sebuah kotak berpita emas, Caellan berkata bahwa dia memiliki urusan yang bakal memakan waktu cukup lama. Jamen boleh berkeliling sejenak, atau sekadar mendinginkan kepala di Konservatori, dan tidak boleh terlambat kembali ke mobil setelah dua jam. Jamen menyanggupi. Tak ada yang diinginkan pria itu selain kembali menghirup udara segar di tengah taman bunga sekarang, merasakan keramaian hidup kembali mengelilinginya secara perlahan.

Caellan menyusuri pekarangan menuju pintu belakang tenda raksasa sirkus. Selebaran yang sudah rusak dan sobek-sobek bekas terinjak belasan kaki masih menempel di jalan berpaving, sebagian berkelepak pasrah di tiang yang ditempeli berbagai selebaran. Tur sirkus yang dahulu dimulai bersamaan dengan pencarian Rayford telah resmi selesai beberapa bulan lalu. Caellan juga sudah lama melepaskan diri dari mereka, tetapi kabar terus berdatangan dari Elena melalui surat-suratnya yang manis. Kini, para anggota sirkus dibagi ke dalam beberapa kelompok, yang bergantian mengadakan penampilan akhir minggu. Memang sekadar penampilan kecil-kecilan saja, namun cukup menjadi alasan banyak bocah untuk menarik kedua orang tuanya menghabiskan malam minggu yang melelahkan di luar rumah.

ANTIMA: The Trial ✓Where stories live. Discover now