23.Kumat

1.6K 202 3
                                    

FYI, quote di part ini terinspirasi dari kardus paketan minyak telon yang kemarin baru nyampek.🤣


Fragile, handle with care like you handle the heart!
_Thor.ngedangdut

"Makasih Lian."
"Buat?"

Kini Lian mengarahkan mobilnya ke basement gedung apartement gue. Katanya lebih enak kalau puter balik di basement dari pada di halaman apartment dan dengan songongnya dia bilang "halaman apartment Lo kan cuma seupil.". Terlihat kerutan di dahi Lian meski basement gak terang lampunya. Mungkin dia heran gue ngucapin terima kasih, secara tadi nota tetep full gue yang bayar. Emang laknat itu orang.

"Makasih udah muji gue. Hari ini Lo juga ganteng."

Hening.

Lian gak lagi tidur kan habis gue puji?

Gue bukan orang yang jaim buat mengakui kelebihan orang lain. Secara kegantengan Lian terpampang nyata di samping gue, ya kali gue pura-pura buta, kuker banget.

"Btw, besok gue boleh nebeng ya Yan?"
"Gue udah mikir, pasti Lo ada mau nya tetiba muji gue."
"Kan motor gue di basement RS Yan."
"G bisa. Shift kita beda. Gue males."
"Kebanyakan alesan Lo."

Jujur, gue tulus muji Lian tadi tapi karena tuduhan "ada maunya" dari Lian jadinya ikutan males buat konfirm. Segera gue turun karena mpunya mobil  mulai rese kalau udah kenyang.

Bergegas gue naik lift menuju lantai 7. Tetiba lampu lift berubah jadi lampu disko. Perbedaan mencoloknya adalah lampu disko nyalanya warna warni silih berganti sedang lampu lift yang gue gunakan item-putih bergantian alias kadang nyala kadang mati.

Alamat perasaan gue gak enak nih. Segera gue tekan tombol emergency call yang ada di lift. Biasanya tombol itu kehubung sama security atau ruang CCTV.

Kalau ada yang nanya apakah gue takut? Sebenernya gue santai aja sebelum ingatan-ingatan tak terduga berputar di kepala.

"Hai teman, masih baik keadaannya?"

Gue meringkuk di lantai dengan kesadaran yang masih penuh namun nihil tenaga memperhatikan derap langkah yang semakin mendekat ke arah orang yang terikat tidak jauh dari gue. Sapaan itu ditanggapi dengan senyum meremehkan.

"Berhentilah menyusahkan keluargamu Bung! Lihatlah, dia sudah seperti gembel penampilannya."

Dagu orang itu mengarah ke gue. Jadi, yang dimaksud gembel itu gue?

Potongan-potongan film itu masih bergulir di otak membuat keseimbangan gue goyah sehingga gue harus berpegang pada besi pegangan.

"Kau seperti beo yang baru makan pisang Pak Tua. Mengoceh tanpa koma dan tanpa makna."

Pakaiannya rapi. Berseragam TNI dengan banyak bintang di pundaknya. Dia menoleh ke arahku dan dengan nada yang dibuat-buat dia mengejek.

"Huhuhu...aku terharu sekali dengan pujianmu anak muda. Aku akan memberimu imbalan sebagai tanda terima kasih."

"Tidak perlu. Terima kasih."
"Naif sekali... Sama sepertimu, Pras."

Pak Tua tadi melemparkan pistolnya ke lantai dan berhenti tepat di kaki orang yang duduk lemas di lantai tak jauh dari gue, yang dia panggil dengan nama Pras.

"Tenang nak...akan kupastikan jika ayahmu akan memberikanmu kenangan tak terlupakan."

Badan gue merosot ke lantai lift dengan dada naik turun mengatur nafas. Ini seperti terapi syok dan gue gak siap.

Spesialis ObgynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang