Bab 13 Menjadi Korban

492 17 0
                                    

Pagi yang harus disambut senyuman ini malah disambut sebuah kebisuan. Bagai orang asing yang hidup bersama. Tak ada rasa cinta maupun sayang, hanya ada rasa hampa yang menyapa.

Walau hatinya belum terobati, lukanya masih begitu menganga, dan kecewanya masih ada, tak membuat Aisyah melalaikan tugasnya sebagai seorang istri, dan juga menantu. Semua itu ia pendam hingga ke dasar hatinya yang paling dalam. Walau menyakitkan sekali, tapi ia harus lakukan itu demi menutupi aib suaminya sendiri.

"Hati-hati Mas," pesannya tulus.

Laki-laki itu hanya bergumam. "Nanti siang kamu nggak usah antar makanan untuk saya. Saya bisa cari di kantin kantor!"

Aisyah mengangguk mengerti. Dalam hatinya terbesit sebuah rasa curiga. Yang namanya istri, akan selalu memiliki feeling dengan apa yang suaminya tutupi. Aisyah yakin mengapa Alkaf melarangnya ke kantor, sebab ia tidak mau waktu berdua dengan kekasihnya bernama ratu itu terganggu. Tak menampik, Aisyah cemburu. Sekarang begini, bayangkan Istri mana yang tak merasakan sakit setelah mengetahui suaminya bermain api secara terang-terangan seperti ini? Tetapi, Aisyah mencoba kuat. Ia tutupi segala kepedihan itu dengan sebuah lukisan tawa.

"Aku akan bertahan, Mas. Walau hatiku harus merasakan sakit. Walau aku harus meneguk kepedihan atas kenyataan bahwa suamiku mencintai wanita lain. Semua akan aku pendam dan coba lalui dengan sebuah kesabaran. Demi menjaga rumah tangga kita agar tidak berakhir di sebuah peristiwa bernama perceraian!" batin Aisyah seraya memandang mobil hitam Alphard suaminya.

^^^

Setibanya di kantor, Alkaf langsung berjalan menuju ruangannya berada. Saat di buka, di ruangan itu tampak Ratu sedang berduduk manis di atas sofa.

"Alkaf, kemana kamu saat aku telpon dan sms meminta penjelasan kenapa wanita kemarin itu memanggil kamu Mas?" cecar Ratu to the point.

Alkaf diam membisu, mendadak bibirnya kelu. Dan bingung untuk menjelaskannya kepada kekasihnya itu.

"Jawab Alkaf!" desis Ratu seraya memukul dada bidang Alkaf.

"Dia ... Dia .... Dia adalah istri aku, tapi aku terpaksa menikahi dia sayang," jelas Alkaf sambil memegang tangan Ratu.

Ratu menatap Alkaf dengan amarah. "Kamu tega! Kenapa kamu nggak bilang soal ini? Bahkan kamu kasih tahu ke aku setelah kamu menikahi dia?!"

"Kamu ini anggap aku apa Kaf?!" pekik Ratu, ia benar-benar begitu kecewa pada Alkaf.

"Nggak gitu Ratu, aku anggap kamu kok! Aku hanya menikahi dia tapi aku nggak mencintai dia. Cinta aku hanya untuk kamu, tolong percaya sama aku!" jelas Alkaf dengan nada lirih.

"Kamu yakin nggak ada rasa cinta untuk wanita itu? Kami yakin nggak akan ninggalin aku?"

"Iya aku janji, sayang!" ujar Alkaf seraya membawa Ratu ke dalam pelukannya. Ia benar-benar tertutup matanya akan rasa cinta yang sementara. Akan rasa cinta yang tertipu. Andai dia tahu sebenarnya Ratu seperti apa, mungkin sikapnya tak demikian. Melainkan dingin seperti ke Aisyah. Tetapi kenyataan itu belum terungkap, sehingga Aisyah lah yang menjadi korbannya. Dan seolah-olah karena kehadirannya Ratu dan Alkaf kehilangan waktu berdua untuk merasakan kebahagiaan.

Di luar ruangan, banyak karyawan yang membicarakan kisah rumah tangganya. Simpang siur ia telah menikah namun masih menyimpan kekasihnya itu sudah terdengar hampir ke semua telinga karyawannya. Namun, qAlkaf tidak menyadari itu. Bagaimana kalau sampai di telinga kedua orangtuanya, sudah pasti Alkaf kehilangan semua harta warisannya.

^^^

"Syah, begini, ibukan sudah berumur, ibu ingin merasakan kehadiran seorang cucu di kehidupan ibu sebelum ibu tiada. Kira-kira kapan kamu bisa kasih ibu cucu?" tutur sang ibu mertua membuat Aisyah sontak menelan ludahnya.a

"Em ibu jangan ngomong begitu, insyaallah umur ibu panjang, Ais berusaha secepatnya memberikan ibu cucu,"

Tari tersenyum lebar, "makasih nak!" Aisyah mengangguk seraya tersenyum.

"Bagaimana aku bisa mempunyai anak sedangkan suamiku tak mau tidur bersamaku. Dan bagaimana itu semua cepat terjadi, suamiku sendiri saja belum ada rasa cinta untukku." batin Aisyah sedih.

"Em bu, aku pamit ya, ke kamar?"

"Iya silahkan sayang," ujar Tari dengan senyuman.

Setelah sampai di kamar, Aisyah langsung membuka handphonenya. Ada pesan dari sang umi untuknya.

[ Assalamualaikum Ais anak umi ... Bagaimana kehidupan baru kamu Nak? Kamu bahagia 'kan? ]

Ada rasa sedih untuk membalas pesan sang umi. "Apa aku harus berbohong lagi? Demi menutupi aib rumah tanggaku? Apa aku yang harus berkorban sendiri? aku juga seorang wanita, yang seharusnya dijaga bukan di sakitin dengan teganya." batin Aisyah.

Aisyah mencoba memberanikan diri untuk membalas pesan sang umi dengan air mata yang sudah meluncur di ujung retinanya. Namun segera ia hapus lalu mengetik balasan untuk sang umi.

[ Waalaikumsalam umi, alhamdulilah Ais bahagia disini. Semuanya sayang sama Ais. Oh ya, bagaimana kabar Umi sama Abi? Mohon maaf Ais dan Mas Alkaf belum bisa nengokin Abi sama Umi, ]

Terlihat uminya tidak on, setelah mengirim balasan pesan itu Aisyah mulai membereskan kamar Alkaf yang menjadi kamar mereka berdua.

^^^

Makan malam begitu sunyi, hanya ada sahutan sendok dan garpu. Memang sudah menjadi tradisi di keluarga itu untuk kalau sedang makan tidak ada yang berbicara.

Seusai makan malam, Adi meminta semuanya untuk berkumpul di ruang keluarga.

"Kaf, kamu 'kan sekarang sudah menikah ada satu rumah besar yang berada di puncak. Rumah itu masih asri, dan cocok untuk Kelian tempati, kami berdua sepakat untuk memberikan rumah itu kepada kalian, tolong terima ya!" tutur Adi dengan senyuman ramahnya kepada anak dan menantunya.

"Tapi Pah, semua berkas-berkasnya gimana? Semua sudah di urus?"

"Sudah, kalian kalau setuju tinggal langsung tempati."

"Baik pah, nanti kita pindah sekitar lima hari lagi," sahut Alkaf.

Dalam hatinya, sejujurnya dia ingin di disini saja. Tetapi sang papah mau mereka tinggal di puncak. Sehingga segela semuanya pun ikut pindah. Mulai dari kantornya, ia akan meninggalkan kantor yang ada di Jakarta. Dan mulai menempati kantor cabang yang berada di puncak. Sehingga ia tidak perlu bolak-balik ke Jakarta hanya karena pekerjaan.

Dan untuk Ratu, dalam hatinya ia sempat kesal. Bagaimana ia bisa bertemu Ratu kalau begitu? Alkaf berpikir keras, "aku harus bawa Ratu juga sepertinya!" tekadnya.

"Mas, sebelum kita berangkat ke puncak nanti, aku ingin menginap satu atau dua hari di rumah abi. Boleh nggak?"

Alkaf rasanya ingin menyueki wanita yang berada disebelahnya ini. Namun ia tahu dihadapannya ada kedua orangtuanya.

"Boleh, nanti Mas yang antar kamu, ya!" ujarnya begitu lembut.

Aisyah sampai terheran, "kamu? Bahkan Mas Alkaf menyebutnya Mas, sesuai dengan panggilan dariku? Apa mas Alkaf sudah berubah? Atau hanya karena ada kedua orang tuanya disini?" batin Aisyah.

***

Siapa yg gedek sama Alkaf? Komen di bawah!☺️ Kasian sama Aisyah!:(
Support Aisyah yuk menyemen.🥺 Dengan cara vote dan komen, maaci! ♡ see you next part guys!🤗

Keteguhan Hati Seorang Bidadari [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang