Bab 18 Kemurkaan

1K 27 0
                                    

Alkaf Pov

Aku terbangun dengan rasa pusing yang amat sakit di kepalaku. Dan ... Aku lupa apa yang terjadi semalam? Aku lihat ada ratu di sini, dan aku melakukan itu bersamanya. Namun, sekarang? Dia tak ada. Apa itu semua hanya khayalan gilaku saja? Atau ... Itu Aisyah? Ah, rasanya tidak mungkin jika Aisyah.

Saat aku kibaskan selimut, aku terkejut kalau aku tidak memakai sehelai kain pun di tubuhku. Aku mengernyit bingung. Mencoba mengingat kejadian tadi malam. Namun, rasanya tidak bisa. Rasa sakit di kepala masih menyergapku.

Aku lantas ambil handuk dan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan seluruh badanku. Dan mencoba mendinginkan kepalaku dengan kucuran air. Semoga dengan itu bisa mengembalikan ingatanku apa yang terjadi di malam tadi.

Setelah berpakaian rapih. Aku akan bersiap ke kantor. Namun, sedari tadi tak aku dengar suara aktivitas dari Aisyah. Dimana wanita itu? Pikirku seraya turun ke lantai bawah.

"Aisyah," panggilku memenuhi ruang tamu. Namun yang di cari tak ada. Aku lantas mencari ke tempat lain, ke dapur, ke kamar mandi kamar, tidak ada. Kemana dia?

Aku coba telpon, dan ... "Maaf, nomor yang anda telpon salah!"

Aku mengernyit, heran. Pasalnya aku yakin itu nomor Aisyah. Tapi kenapa salah? Ah. Sudahlah! Mungkin dia tadi pagi ke supermarket. Nanti juga pulang. Sekarang waktunya .... kulihat jam di tanganku menunjukkan pukul 07:25, aku lantas langsung berangkat dengan mobil pribadiku.

^^^

Sesampainya di kantor, ia langsung dihadang oleh sekretarisnya yang bernama Vira.

"Pak Alkaf, anda sudah ditunggu oleh seseorang di ruangan Bapak!"

"Siapa yang bertamu sepagi ini di kantorku?" batinku.

"Baik Vera. Saya akan temui sekarang," jawabku seraya beranjak dari lobi kantor.

Sesampainya di ruanganku, aku dikejutkan dengan pemandangan kedua orang tuaku. Rupanya mereka yang menjadi tamuku sepagi ini. Tidak heran lagi si, kalau begitu.

Aku lantas menyampiri mereka. Kulihat papah maju satu langkah mendekatiku, dan ...

Plakk!

Tamparan keras yang aku dapatkan, aku menatap dengan tatapan tanya sekaligus marah kepada papah.

"Kamu stres atau apa Alkaf?! Istri sebaik Aisyah, sesholeha Aisyah, kamu sia-siakan dan kamu sakiti dia tanpa ampun? Gila, kamu! Dimana letak perasaan kamu?! Coba seandainya kamu yang berada di posisi Aisyah, dan Aisyah yang berada di posisi kamu. Apa sanggup kamu menahan semua itu? Tapi Aisyah sanggup! Menantu pilihan papah dan mamah tidak salah! Tetapi yang salah adalah anak yang tidak tahu diri!" jelas papah dengan penuh emosi. Kulihat mamah memegang lengan papah dan mencoba menenangkannya.

"Maksud papah apa? Aku nggak ngerti?"

"Kamu sekarang memang bodoh Kaf! Kamu bodoh! Kamu bodoh telah membiarkan wanita yang begitu baik hatinya seperti seorang bidadari pergi begitu saja dari kehidupan kamu!"

Deg!

"Aisyah pergi? Jadi ... Dia bukan ke supermarket, melainkan dia...? Pergi!" batinku terkejut.

"Tadi pagi, selepas subuh Abi Aisyah menelpon papah. Dia begitu kecewa sama papah karena kamu Kaf. Papah dana Mamah malu! Dan Pak Riyan, bilang kalau dia sudah tidak sudi lagi menjadi besan! Dan terakhir dia bilang, dia yang akan urus perceraian kamu dengan Aisyah!"

Aku masih terpaku, aku masih memikirkan kenapa Aisyah pergi? Apa yang aku lakukan tadi malam? Apa aku melakukan itu saat aku sedang mabuk?

Sungguh, dalam hatiku, ada perasaan tidak enak. Ada perasaan sesak membayangkan perasaan Aisyah bagaimana. Dan ... Apa yang aku lakukan, ucapkan, dan lain-lainnya sama sekali aku tidak ingat. Rasanya semua aktivitas kemarin tidak terekam dalam memori di kepalaku.

Keteguhan Hati Seorang Bidadari [ TAMAT ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora