🍂
Awal ; dia sederhana, meskipun perangkai nya tak pernah mampu dipahami, dia punya cerita sendiri.
______________
"Kenapa suka liatin bintang?"
"Kenapa?" Chika—gadis itu terdiam beberapa saat, matanya tak pernah memberikan jeda untuk memandanginya lebih dekat. Bintang dengan Chika seolah mempunyai banyak cerita yang tak pernah mampu diungkapkan oleh siapapun dengan penggambaran yang detail, sekalipun orangnya Vito sendiri, sebab benar-benar tak ada yang mampu, Chika mempunyai dunia nya sendiri dengan bintang-bintang. Bibir mungilnya kerap kali menggumamkan banyak hal yang random mengenai benda astronomi satu itu, dan tentu telinga Vito akan terus siap dengan banyak kata yang keluar dari mulut Chika mengenai bintang, sekalipun ia barangkali lebih banyak tak memberikan respon apapun, Vito suka memperhatikan dan mendengarkan bagaimana Chika bercerita dengan sangat bahagia.
Mungkin, sepanjang seorang Alvito Adrian mengenal gadisnya ini, malam ini barangkali menjadi yang pertama kalinya ia mempertanyakan soal kegemaran gadis jangkung dengan parasnya yang sempurna. "Dia jauh banget, tapi tetap aja selalu indah buat ditatap." Ucapnya, Vito—laki-laki yang sedari tadi lebih tertarik untuk menatap wajah samping Chika kini mengubah pandangannya menjadi mengadah keatas. Malam ini langit gelap terasa begitu cerah dipenuhi oleh bintang-bintang.
Ah, alam begitu tau bagaimana menyenangkan hati seorang Yessica Tamara yang kerap membuatnya sedikit iri.
"Enggak ada yang spesial, bahkan jaraknya terlampau jauh buat digapai kan? Tapi—ya, ya itu kaya—bintang selalu punya banyak cerita dan penggambaran yang baik." Jelas Chika dengan senyum yang terpatri di wajahnya yang elok. Vito mengamati bagaimana langit memberikan tempatnya yang megah pada cahaya yang berkumpul membentak titik-titik yang indah. "Kalau di kasih kesempatan banyak untuk hidup, aku pengen menghabiskan waktu buat liat bintang-bintang tiap malem." Deg—ada perasaan ngilu yang menyapa hati seorang Alvito kala telinganya didobrak dengan gumaman kecil penuh harapan yang besar.
"Nanti gue temenin yah."
Chika menatap Vito dengan gummy smiley nya tanpa sadar apa yang diungkapkannya berhasil membuat lelaki itu merasakan perih. Namun, bagaimana sederet kalimat sederhana yang Vito keluarkan Chika mengyukainya, sungguh. Entah, sekalipun nada bicaranya terdengar begitu dingin, di telinga Chika selalu saja terlampau manis dan hangat. Ia mendekatkan dirinya pada Vito, menjadikan tangan lelaki itu untuk menjadi bantalan kepalanya. Sedikit meringsek pada tubuhnya yang selalu menjadi tempat ternyaman untuk sekedar menumpu beban beratnya.
Ya, Chika suka bagaimana Vito menerimanya dengan baik, tentu dengan caranya sendiri. Jari-jari ia biarkan bermain di dagu lancip Vito tanpa protes dari lelaki itu. Senyumnya terus mengembang sebagaimana dia yang merasa begitu bahagia hanya karena cukup bersama dengan Vito. "Emang enggak akan bosen abisin tiap malam begini?"
"Enggak."
"Haha,"
Konon ; tak ada yang lebih menarik selain kisah yang selalu dibuat oleh dua kepala yang saling menaruh perasaan yang besar. Mereka, barangkali mempunyai banyak cara mengungkapkannya, namun sulit baginya guna mempraktekkan dengan cukup baik.
Entah kisah yang seperti apa yang tengah bersama-sama dibangun keduanya, mereka—Vito dan Chika barangkali terlalu awam soal percintaan-percintaan yang menguras banyak waktu. Ya, maklum—kehidupannya terlampau kaku, pun dengan Chika yang lebih memilih memfokuskan apa yang kerap menjadi impiannya, hingga seolah tak mempunyai celah untuk sekedar mengatakan 'i miss you Vit' atau 'i still need you Vit,' ah, rasanya sulit. Apalagi seolah ada banyak batasan-batasan yang cukup besar membumbung tinggi diantara keterbatasan mereka sendiri.
Hah, juga mengingat bagaimana perwatakkan Vito uang kurang menyukai menye-menye. sebab, sebenarnya mereka bermain lewat tindakan-tindakan kecil yang berkesan.
