Epilog

358 20 8
                                    

Jakarta, September 2019


Nara mengusak rambutnya kasar dengan handuk kecil di tangan kanannya. Jam dinding di kamarnya yang baru ia beli minggu lalu sudah menunjukan pukul 9 malam.

"Jadi telfon nggak ya?" Gumamnya sembari mengecek handphone. Ia membaringkan tubuhnya di atas kasur, dengan rambut yang masih basah—tentu saja ia tataki dengan handuk kecil tadi, kalau tidak mama bisa mengomel seharian.

Entah karena apa, tapi setelah pindah ke Jakarta bulan lalu, ia justru merasa sangat merindukan Jojo, ah sebut saja Gibran, karena Nara mulai tidak suka dengan panggilan Jojo. Nara semakin memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dulu ia yakin tidak akan pernah terjadi.

Algibran.

Akhir-akhir ini nama itu selalu terngiang di pikirannya, seakan semuanya penuh dengan nama Gibran sekarang.

Di lubuk hatinya, ia semakin menginginkan untuk bertemu Gibran. Nara bahkan tidak tahu kalau melupakan Gibran adalah hal paling sulit untuk dilakukan saat ini. Beberapa hari lalu, setelah lebih dari 5 bulan tidak berkirim pesan, akhirnya Nara memberanikan diri untuk mengirim pesan singkat pada Gibran. Sekedar "Gi..." saja, dan itu membuatnya gugup setengah mati. Tapi, tidak disangka, ternyata Gibran membalas pesannya 2 hari kemudian, karena itulah Nara dan Gibran jadi saling berkirim pesan lagi, hingga sore tadi Gibran mengajak Nara untuk telfonan malam ini.

Gibran tidak pernah berubah, ia selalu mengabari melalui pesan sebelum telfon, dan Nara suka itu, karena ia jadi dapat menyiapkan diri. Entah apa yang harus disiapkan, mental mungkin? Karena Nara masih tidak terbiasa dengan ditelfon tiba-tiba.

"Halo Assalamualaikum," Sapa Gibran setelah Nara mengangkat panggilan masuk darinya barusan.

Sudut bibirnya sedikit tertarik ke atas, "Iya Waalaikumsalam," Jawabnya.

"Udah lama ya?" Ujar Gibran.

"Iya, lo apa kabar?" Tanya Nara.

"Gue sehat, cuma agak stress aja."

"Kenapa?" Tanya Nara.

"Kayaknya gue salah jurusan Chu, gue strong alias stress tak tertolong di arsitek," Curhatnya.

"Nara, Gi"

Gibran sedikit mengernyitkan dahinya bingung, "Ha?"

"Jangan panggil gue Jichu lagi dong, panggil Nara, gue nggak mau dipanggil Jichu lagi," Ujar Nara. Entah kenapa sekarang ia tidak nyaman dengan panggilan Jichu yang dilontarkan Gibran, ia ingin Gibran mengenalnya sebagai Nara bukan lagi Jichu.

"Oke, Ra. Aneh nggak sih gue manggil lo Nara?" Tanya Gibran.

"Engga sih, biasa aja."

Gibran mengangguk, "Lo beneran pindah ke Jakarta?" Tanya Gibran.

"Ngga bisa dibilang pindah juga sih kayaknya, karena gue cuma berencana kerja sama kuliah aja di sini, nggak sampe yang menetap, tapi nggak tau nanti."

"Lo jadi kuliah?"

"Belum ada niatan sih tahun ini, mungkin tahun depan."

Hening beberapa saat, Nara hanya mendengar suara goresan alat tulis di atas kertas dari earphonenya. Gibran sedari tadi memang sedang mengerjakan tugas.

Nara menatap langit-langit kamarnya, terasa aneh karena baru satu bulan ia berada di rumah ini, "Gimana kuliah lo?" Tanya Nara.

"Stres, gue cape banget," Gibran menghela nafasnya kasar, "Gue kayaknya salah jurusan, udah gitu pake dipaksa join himpunan, kenapa gue ngotot masuk arsitek ya?" Tanya Gibran pada dirinya sendiri.

Roleplayer - Taehyung ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora