Kita dan Sepatu

41 24 56
                                    

Gadis itu berlari sekuat tenaga melewati tanah yang becek di tempat pemakaman. Hujan deras membuat penglihatannya mengabur. Jatuh terpeleset hingga baju putih yang dikenakan berubah warna menjadi coklat. Namun, gadis itu sudah tidak peduli dan terus mencari.

Ia terduduk lemas kala menemukan makam yang bertuliskan nama pasangan sepatunya. Dengan perlahan, ia mengusap nisan itu. Seketika tangisnya pecah. Ia memeluk nisan itu seakan nisan adalah pasangan sepatunya.

Hanya sedikit orang yang berada di tempat pemakaman, hingga satu persatu dari mereka meninggalkan tempat pemakaman dan menyisakan gadis itu yang masih menangis.

Padahal ia sudah berjanji tidak akan menangis. Namun, kenyataannya menjadi tegar sangatlah sulit. Tiga tahun bersama bukanlah waktu yang singkat. Terlalu banyak kenangan manis dan pahit yang sudah mereka lewati bersama.

Hari ini adalah hari yang sama saat pertama kali mereka bertemu. Tepatnya, tiga tahun yang lalu. Keduanya dipertemukan oleh sebuah kejadian yang tidak terduga.

Bel istirahat telah berbunyi. Ruhi adalah orang pertama yang keluar kelas karena merasa bosan mengikuti MPLS. Ia langsung memakai sepatu tanpa peduli seseorang memperhatikannya.

Ruhi berjalan sambil mendengarkan musik melalu earphone. Sedang asyik bersenandung, seseorang menepuk bahunya. Spontan Ruhi menoleh sambil melepas earphone-nya. "Iya?"

"Sepatu gue," jawab lelaki itu yang membuat Ruhi mengerenyitkan dahinya.

"Maksudnya?"

"Yang lo pake sepatu gue. Nih, sepatu lo bau permen karet, kalau sepatu gue bau sabun colek." Lelaki itu memberikan sepatu yang berada di tangannya.

Ruhi mengamati sepatu itu dan sepatu yang dipakainya. Aroma permen karet menguak dari sepatu yang dipegang lelaki itu. Ternyata benar, itu memang sepatu Ruhi. Kebiasaan Ruhi adalah selalu memakaikan minyak wangi pada sepatunya. Pantas saja saat memakai sepatu tadi, Ruhi merasa asing. Ruhi meminta maaf dan melepas sepatu yang ia kenakan.

"Lain kali perhatikan dulu sepatunya biar enggak ketukar. Oh ya, gue Soul dari kelas 10 IPS 1 kalau lo mau tahu." Ruhi hanya balas mengangguk.

Seminggu berlalu sejak MPLS berakhir. Ruhi sudah resmi menjadi siswi kelas 10 IPS 2. Mendapatkan jadwal masuk siang, membuat Ruhi pulang sore. Ia harus menunggu angkutan umum yang lama sekali datangnya. Sambil menunggu, Ruhi memainkan ponselnya.

Tiba-tiba saja, angin berembus kencang yang disusul dengan rintik-rintik hujan. Ruhi yang tak membawa jas hujan memilih berteduh di depan ruko.

Di sana, Ruhi melihat sosok yang tidak asing sedang memakai jas hujan. Ia pun memanggilnya. "Soul?"

Soul menoleh. "Oh si sepatu ya? Cie inget nama gue," kata Soul dengan mata berbinar.

"Aku lihat name tag kamu." Ruhi beralibi.

Soul balas tersenyum dan kembali memakai jas hujannya. Sedangkan Ruhi, hanya terdiam sambil menunggu angkutan umum datang dan hujan reda.

Selesai memakai jas hujan, Soul menghampiri Ruhi. "Lagi nunggu angkot ya? Kayaknya bakal lama deh. Rumah lo dimana?"

"Jauh, di gang kosong." Ruhi menjawab tanpa melihat ke arah Soul.

"Deket tuh. Bareng gue aja yuk! Gue bawa jas hujan dua nih," tawar Soul sambil menunjukkan jas hujannya itu.

Ruhi menoleh dan menjauhi Soul. "Maaf, aku enggak boleh pulang sama orang asing."

"Abang angkot 'kan orang asing. Tuh lo boleh pulang sama dia." Soul mengerucutkan bibirnya. Sontak saja membuat Ruhi tertawa. "Ya enggak gitu konsepnya, Soul."

"Kita 'kan bukan orang asing. Kita satu sekolah. Lo tahu gue Soul dan gue tahu lo Ruhi. Kita 'kan temenan. Percaya sama gue, bakal lama nunggu angkot. Udah mau magrib rawan loh. Tenang, gue bukan anak nakal. Gue anak baik dan berprestasi. Enggak percaya? Tanya aja sama guru-guru."

Awalnya Ruhi ragu, tetapi ia memilih untuk percaya. Soul tersenyum dan memberikan jas hujannya pada Ruhi. Tak lama kemudian, motor Soul melaju melewati jalanan yang sedang dibasahi oleh hujan. Selama perjalanan mereka saling diam. Hanya suara klakson yang saling bersahutan dan sambaran petir yang terdengar samar-samar.

20 menit kemudian, mereka sampai di rumah Ruhi. Ruhi mempersilakan Soul untuk masuk, tetapi Soul menolak dengan alasan ia sedang terburu-buru. Ruhi pun mengangguk dan berterima kasih padanya.

Semenjak kejadian sepatu, Ruhi dan Soul selalu dipertemukan. Akhirnya mereka memutuskan untuk lebih mengenal dengan menyimpan kontak satu sama lain, berangkat sekolah dan bermain bersama.

Banyak yang mengira Ruhi dan Soul berpacaran karena mereka selalu bersama sampai Ruhi dan Soul dijuluki sebagai sepasang sepatu oleh teman-temannya karena dimana ada Ruhi di sana pasti ada Soul. Padahal mereka hanya bersahabat. Ruhi dan Soul tertawa mendengar julukan itu. Ruhi dan Soul sudah berjanji kalau mereka tidak akan saling suka. Namun, perasaan seseorang tidak ada yang tahu.

Waktu terus berjalan, mereka pun lulus. Ruhi berinisiatif mengajak Soul ke taman untuk merayakan kelulusan mereka. Walau hanya duduk di atas rumput sambil menikmati es kelapa dan ketoprak yang mereka beli saat perjalanan ke taman, mereka tetap bahagia.

"Bahagia itu enggak perlu yang mahal-mahal." Begitu kata Soul.

Angin berembus membuat rambut panjang Ruhi berterbangan. Soul yang melihatnya langsung terkesima.

"Cantik," batin Soul.

Ia berinisiatif mengikat rambut Ruhi dengan gelangnya. Jantung Ruhi berdetak kencang. Ia tidak menyangka sentuhan Soul membuatnya seperti ini.

"Oh ya, kita pasti bakal jarang ketemu. Gue kerja, lo kuliah. Jaga diri lo baik-baik ya. Semoga kuliah lo lancar. Bersosialisasi sama orang. Jangan cuek jadi orang. Jangan polos-polos banget, nanti gampang dibegoin orang."

Ruhi mengangguk mendengar pesan dari Soul. "Kamu juga, Soul. Jangan lost contact sama aku."

Soul langsung memeluk Ruhi dan berkata, "Gue senang bisa kenal sama lo. Tiga tahun bukan waktu yang singkat. Berawal dari sepatu yang tertukar sampai kita dijuluki sepasang sepatu. Jujur aja gue enggak risih sama sekali. Gue malah senang banget. Thanks lo udah mau jadi sahabat gue dan bisa nerima gue apa adanya. Gue berharap persahabatan kita terus berlanjut. Jangan lupain gue. Gue sayang sama lo. Lebih dari teman."

Kata-kata terakhirnya membuat Ruhi tercengang. Ruhi membalas pelukan itu. "Sama Ruhi juga."

Mereka tidak tahu kalau itu adalah percakapan sekaligus pelukan terakhir. Karena sebulan kemudian, saat Ruhi sedang sibuk dengan kuliahnya, Soul meninggal karena kecelakaan yang dialaminya di tempat kerja.

Dan di sinilah Ruhi berada, di rumah Soul yang baru. Hujan sudah reda, begitupun dengan tangisnya. "Sepatu yang satu masih tinggal tetapi sepatu yang lain sudah pergi. Terima kasih untuk semuanya, Soul. Terima kasih sudah menjadi pasangan sepatuku. Cerita tentang kita dan sepatu tidak akan pernah kulupakan."

RAWSCommunity

Kita dan SepatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang